22. Menunggu Waktu

42 7 0
                                    

Tangan Dokter Irwan mulai gemetaran, menahan rasa panas yang menjalar di sekujur tubuhnya. Iblis itu tak kunjung musnah. Kulitnya hanya melepuh, terbakar oleh keris yang Dokter Irwan tancapkan ke jantungnya. Iblis itu berulang kali mengerang, memekik keras memenuhi gendang telinga.

Pukul 23.00 malam. Pertarungan ini sebentar lagi akan berakhir. Namun, Dokter Irwan sudah tidak lagi mengharapkan Akas. Ia sudah tahu bahwa Akas akan terlambat datang membawa kalung itu. Sekarang Dokter Irwan tampak sudah tidak bisa menahan iblis itu lebih lama lagi.

Iblis itu berontak. Erangan terakhirnya membuat tubuh Dokter Irwan terlempar dan menghantup ke dinding dengan keras. Keris itu pun lumat seketika. Akibat keris Dokter Irwan itu tadi, tubuh iblis tersebut menjadi semakin mengerikan karena luka bakar barusan. Matanya melotot tajam, berwarna merah tua dan bercahaya menakutkan. Tatapan itu cukup menakuti sang dokter. Dokter Irwan pun kini hanya memojokkan tubuhnya ke dinding sembari memegang erat kapak milik iblis itu yang tadi terjatuh. Hal yang bodoh, Dokter Irwan tidak bisa melakukan apa-apa lagi.

Iblis itu tak tertawa lagi. Ia mendengus keras di hadapan Dokter Irwan.

"Wis tak omongi, kowe ora bisa musnahake aku!" ucap iblis penuh amarah.

Dokter Irwan tetap menyembunyikan segala ketakutannya dan tidak ingin terlihat lemah. Walau nyatanya, keberanian Dokter Irwan sudah habis dikuliti iblis itu. Tapi, ia berusaha memberanikan diri dan mencoba mengulur waktu sedikit lebih lama.

"Saya nggak takut. Saya yakin, kamu pasti akan musnah, seperti yang saya bilang tadi."

"Nek kaya mangkono, ben aku sing musnahake kowe dhisik."

Iblis itu mendekati Dokter Irwan dengan menyeret kedua kakinya yang kini menapak lantai. Dokter Irwan terus menggenggam kapak miliki iblis itu dengan erat. Ia yakin dirinya masih bisa mempertahankan diri karena iblis itu tidak punya senjata apapun lagi untuk menyerangnya.

"Nek aku ora bisa mateni kowe, kowe sing bakal mateni awakmu dhewe!"

Seketika itu, iblis tersebut langsung merasuki tubuh Dokter Irwan. Seluruh tubuh Dokter Irwan menegang. Urat nadinya yang membiru terlihat di sekujur kulitnya, kepalanya mendongak, matanya melotot tajam ke atas. Ia tidak bisa bergerak.

CRASHHH.

Kapak milik iblis itu yang Dokter Irwan pegang tiba-tiba bergerak dengan sendirinya dan membacok dadanya. Darah pun langsung mencuat dari lukanya, menyimprat ke lantai kayu, dan membanjiri tubuhnya. Dokter Irwan seketika muntah darah dan ambruk ke samping dengan kapak itu yang masih menancap di rusuk kirinya.

Dengan sisa-sisa tenaga yang ada, Dokter Irwan hanya bisa berdzikir. Berharap sang iblis segera keluar dari tubuhnya sehingga ia bisa segera mati dengan tenang.

"Aku ora bakal ngersakake kowe gampang anggone mati. Kowe kudu kapilaran dhisik sakdurunge mati!" ucap iblis itu yang berbicara dari dalam tubuh Dokter Irwan.

Dokter Irwan tidak merespon, yang berkecamuk di pikirannya hanyalah dzikir, kematian, dan keluarganya. Harapan terakhirnya untuk bisa melihat iblis tersebut musnah ternyata mustahil. Sekarang malah dirinya yang akan dimusnahkan oleh iblis itu.

Dokter Irwan mencoba menguatkan dirinya. Sekuat tenaga ia berusaha melawan iblis itu agar keluar dari tubuhnya. Namun, iblis itu terlalu kuat, iblis itu tidak akan keluar dengan mudah kecuali jika iblis itu memang berkehendak untuk keluar dari tubuh Dokter Irwan.

Detik demi detik berlalu, penyiksaan yang iblis itu lakukan pada Dokter Irwan kian menyayat. Sakit sekali.

Darah terus mengucur dari bekas luka di rusuk kiri Dokter Irwan. Rusuknya remuk. Tulang-tulang yang patah itu menambah rasa sakitnya. Mata Dokter Irwan terus membelalak dan tidak bisa tertutup. Rasanya kian menyakitkan menyaksikan darahnya yang sebanyak itu terbuang sia-sia karena ulah iblis.

KELANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang