35. Mengungkap Rahasia

21 3 0
                                    

Singkatnya, Dokter Saras dulunya adalah pemilik sekaligus pengasuh di panti. Akas menyayanginya, tapi itu tidak berlangsung lama semenjak meninggalnya Clara. Jelas ada sesuatu yang aneh akan kematian Clara. Akas begitu mencurigainya dan tidak percaya jika Clara meninggal begitu saja.

Terlebih malam itu setelah Akas mendengar kabar kalau Clara meninggal, dirinya masih sempat melihat detektor jantung Clara naik turun. Akas tidak bodoh. Ia terus memaksa Dokter Saras untuk mengakui bahwa Clara masih hidup. Tapi, nyatanya Dokter Saras masih tetap berada dalam kebohongannya dan mengatakan bahwa Clara sudah benar-benar meninggal.

Dokter Saras sebenarnya adalah iblis yang sesungguhnya. Ia menjual anak panti yang sedang sakit kemudian menutupi kebohongannya dengan mengatakan kalau mereka semua meninggal. Hal tersebut juga terjadi pada Clara.

Akas benci itu. Ia sangat membenci Dokter Saras karenanya. Kemudian ia pun memilih untuk kabur dari panti jahanam tersebut. Hal yang tidak terduga terjadi. Entah bagaimana nasib Akas setelah kabur dari panti.

"Baiklah, saya mengaku. Sekarang akan saya ceritakan." Dokter Saras menghela nafasnya sejenak. Sungguh, Akas dan Karin sudah tidak sabar lagi mendengar cerita dari Dokter Saras. Mereka harap kali ini bukan kebohongan. Sementara hantu gadis kecil bergaun biru langit itu kini sudah tidak terlihat lagi. Entah kemana perginya.

"Akan sedikit rumit jika kalian ingin mengetahui kebenarannya. Tapi, biarkan saya menjelaskannya pelan-pelan. Namanya Narendra Gerritt, panggil saja Gerri. Sempurna? Tentu saja tidak. Ia gila, sang pembunuh orang tuanya. Hanya saja ia anak kecil yang sangat jenius yang pernah saya kenal. Sungguh keputusan terberat untuk merelakannya diadopsi oleh Bu Dewi dan Pak Winarto, setelah sebelumnya saudara kembarnya diadopsi pula oleh orang kaya itu.

"Tapi, imbalannya impas. Saya diberi rumah sebesar ini dan dikuliahkan kedokteran sampai lulus S2. Kesepakatan yang menarik. Kalian tahu bukan, saudara kembarnya bernama Narendra Yuwana. Dan sebenarnya Narendra Yuwana adalah Dayu, bukan Rendra yang saat ini kalian kenal. Narendra Yuwana sudah lebih dulu diadopsi sebelum Narendra Gerritt, kakaknya.

"Selama ini, Rendra atau yang sebenarnya Gerri telah menyembunyikan diri di balik nama asli milik Dayu, yaitu Narendra Yuwana. Waktu itu Narendra Yuwana dibawa oleh Bu Dewi dan Pak Winarto untuk dijual ke luar daerah. Tapi, sayangnya Narendra Yuwana yang saat itu masih kecil malah terdampar di perairan Kalimantan. Sampai akhirnya saya tahu kalau ia diadopsi oleh Dokter Irwan dan berganti namanya menjadi Dayu yang saat ini kita tahu. Dan selama ini, Narendra Gerritt, kriminal yang kalian cari ada di depan mata. Ialah Rendra! Kakak angkat Karin yang jelas-jelas otak dari iblis itu. Ialah sang pengendali iblisnya!"

Akas dan Karin sama-sama tercengang. Mereka tidak menyangka jika ternyata selama ini Narendra Gerritt memalsukan namanya dan berpura-pura menjadi Narendra Yuwana. Kalau begitu saat perginya Dayu dulu, Gerri memanfaatkan situasinya untuk menjadi Narendra Yuwana, mengingat wajah mereka yang kembar. Ternyata ia begitu jenius bahkan di usianya yang sungguh masih sangat kecil, 12 tahun. Bahkan begitu mudahnya membuat semua orang terkecoh.

"Lalu bagaimana soal terhapusnya semua berita di media massa yang beredar tentang Gerri? Siapa yang melakukannya?" tanya Akas penasaran. Dokter Saras pun menimpalinya dengan kikikan tawa.

"Sudah jelas bukan? Tentu Gerri sendiri."

"Dan juga semua berita di media cetak yang dibakar?"

"Tentu saja perbuatan Gerri juga. Sudah saya bilang, ia jenius. Ia bisa melakukan apapun. Ia menguasai harta keluarga Bu Dewi dan Pak Winarto saat itu juga."

"Mustahil. Gerri masih sekecil itu untuk bisa melakukan semuanya sendiri."

"Ingatlah, siapa yang mengendalikan iblisnya." Dokter Saras tersenyum miring, sedangkan Akas dan Karin sama-sama meneguk salivanya kasar. Sudah jelas, dalang dari semua ini adalah Gerri.

"Kenapa Gerri bersekutu untuk memburu keluarga Aruna?" Kali ini Karin yang unjuk bicara setelah sebelumnya hanya diam saja.

"Tentu saja karena harta! Ia begitu tamak."

"Tapi, tentu dia nggak perlu sampai membantai habis keturunan keluargaku."

"Itu bukan salahnya, itu salah sesepuhmu sendiri. Gerri hanya mengikat perjanjian dengan iblis itu. Iblis itu bisa membalaskan dendamnya sedangkan Gerri bisa mendapat harta."

Karin menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Ia menangis saat itu juga. Rendra yang selama ini menjadi kakak angkatnya ternyata adalah Gerri yang mencoba menghabisinya. Akas yang melihat Karin menangis hanya bisa menatapnya iba.

"Dan terakhir, soal Clara. Ya, saya memang telah menjualnya. Kamu tahu, ia buta. Gadis kecil yang begitu menyusahkan," lanjut Dokter Saras mencoba membuat psikis Akas hancur. Dokter Saras tahu kelemahan terbesar Akas ada pada Clara. Kalau dirinya bisa membuat Akas menangis seperti Karin, berarti ia yang memenangkan permainan.

"Akas, saya hanya ingin memberi tahu kamu. Tidak ada gunanya lagi kamu membenci saya. Saya sudah mengatakan kebenarannya. Clara memang sudah meninggal, kamu menyaksikannya sendiri hari itu. Saya tidak berbohong. Dan juga, mungkin sedikit kejam, saya menjual organ dalamnya."

"GILA!!! ANDA UDAH GILA!!! DASAR IBLIS BIADAB!!!" Akas bangkit dari duduknya. Ia langsung memekik dan melotot menatap Dokter Saras.

"Hahaha. Mudah sekali membodohi orang-orang seperti kalian. Kalian memang benar-benar mudah dimanfaatkan."

Akas berniat memukul Dokter Saras namun tangannya segera ditahan oleh Karin yang ikut berdiri untuk mencegah Akas.

"Akas, jangan gegabah."

"Gue pukul pun nggak akan pernah terbalas rasa sakit hati gue! Dia udah bunuh Clara! Kalau perlu gue harus bunuh dia sekarang juga!"

"Kita lagi diperdaya! Aku nggak mau kamu jadi seperti iblis juga!" Karin menaikkan nada suaranya, membuat Akas menoleh ke arahnya. Mata Karin sembab dengan sisa air mata di kedua pipinya.

"Dayu menghilang, aku juga marah. Tapi, aku nggak mau jadi seperti iblis karena membunuh," lanjut Karin, kemudian melepaskan lengan Akas yang tadi digenggamnya. "Kita pulang. Biarkan aja Dokter Saras. Bagaimanapun dia telah membantu kita."

"Nggak semudah itu! Pembunuh harus dibunuh," sangkal Akas.

"Benar, karena kalian sudah terlanjur mengetahui banyak, maka pembunuh harus lebih dulu membunuh." Dokter Saras menyeringai. Akas dan Karin saling bertatapan. Seketika itu pula mereka merasakan pukulan keras menghantam belakang kepala mereka, membuat keduanya langsung pingsan. Ternyata itu perbuatan Pak Sapto dan Dokter Surya!

KELANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang