30. Siapa Gerri

18 3 0
                                    

Aroma bunga kamboja kuning menyeruak lembut ke indera penciuman. Kelopak bunga itu berguguran jatuh ke tanah, menaburi pemakaman sunyi yang kosong oleh orang. Begitu rapuh, bunga kamboja sengaja gugur agar orang-orang tidak perlu lagi bersusah payah untuk menaburi bunga ke makam, karena bunga kamboja sudah terlebih dahulu mengambil alih tugasnya.

Di sinilah makam Dokter Irwan, makam yang masih baru, gundukan tanahnya belum ditumbuhi rerumputan. Sekuntum mawar merah masih tergeletak di makamnya, kelihatannya sudah agak layu. Karin berjongkok memandangi bunga itu, sekilas kelihatannya memang seperti bunga mawar merah biasa, tapi Karin merasakan sesuatu yang benar-benar janggal.

Karin menyentuhnya hati-hati agar tidak merusaknya. Kemudian ia mengambil bunga itu. Satu dua kelopaknya ada yang berjatuhan. Karin mengamatinya lekat-lekat selama beberapa saat, dan akhirnya ia dapat menyimpulkan sesuatu. Karin berdiri, lalu menoleh kepada Akas yang diam berdiri di sampingnya.

"Bukan mawar merah."

Akas menautkan alisnya. "Maaf sebelumnya, lo buta warna?"

"Bukan begitu. Aku juga tahu kalau mawar ini warnanya merah, tapi sebenarnya ia bukan benar-benar mawar merah."

"Terus apa?" Tangan Akas terulur untuk menyentuh kelopak mawarnya.

"Jangan sentuh."

"Oke, oke." Akas menjauhkan kedua tangannya, kemudian kembali memperhatikan penjelasan Karin.

"Lihatlah, sekilas memang terlihat seperti mawar merah, memang begitu karena warnanya merah. Aku rasa, mawar ini bukanlah mawar segar. Ada kelopaknya yang rontok menandakan mawar ini sudah dipetik dalam kurun waktu yang agak lama. Pasti mawar ini sengaja diawetkan. Dan juga, mawar merah warnanya tidak pernah sepekat ini. Ditambah bau mawar ini anyir. Aku curiga warna merah yang melumuri mawar ini adalah darah."

"Benarkah?" Akas membau mawar itu, benar, baunya tidak sesedap bunga mawar biasanya. "Bau busuk."

"Lebih baik kita cek-kan saja ke laboratorium puskesmas agar kita tahu darah apa atau darah siapa yang digunakan untuk melumuri. Kalau beruntung kita bisa tahu sidik jarinya dan mengetahui siapa pengirimnya. Pengirim ini pasti punya hubungan dekat dengan Dokter Irwan, bisa jadi dia juga tahu sesuatu tentang Dayu."

"Baiklah. Gue serahin mawar merah itu sama lo. Gue ada urusan lain."

Karin mengangguk. Mereka pun segera pergi dari pemakaman. Kemudian berpisah di tengah jalan. Akas pergi ke tempat lain.

...

Riris membanting tubuhnya ke ranjang. Rasa kesal memenuhi hatinya. Benar dugaannya, Akas memang berada di rumah Karin. Riris rasa percuma ia memaksakan diri untuk mencari Akas. Akas tidak pernah memperhatikan Riris. Entah Akas menganggap Riris adalah temannya atau tidak. Lelaki itu sulit ditebak.

Riris mencoba melupakan kejadian tadi. Tapi sulit, rasanya―sakit. Ia jadi ingin cepat-cepat pulang ke Jakarta. Ia sudah muak. Semuanya terasa menyebalkan. Bahkan usahanya memberi Akas santet pun sia-sia. Sebenarnya Riris tidak berniat jahat, Riris hanya berharap Akas menganggapnya sebagai orang spesial. Tapi, gagal. Padahal gadis juga ingin dicintai!

"Ris? Kenapa?"

Riris menoleh, dapat dilihatnya Rendra yang baru selesai mandi berdiri di samping ranjangnya. Lebam pada wajahnya sudah mulai hilang. Tapi, terlihat jelas Rendra sedang mati-matian menyembunyikan rasa kesalnya karena kejadian kemarin. Seharusnya Riris tidak pernah membela Akas.

"Ehm." Riris duduk di pinggiran ranjangnya, diikuti pula oleh Rendra yang kemudian duduk di samping Riris. Sebelah tangan Rendra sibuk mengacak-acak kepalanya menggunakan handuk untuk mengeringkan rambut basahnya.

KELANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang