46. Anak Iblis

23 3 0
                                    

Gerri keluar dari mobil jeep yang disewanya. Lalu berjalan masuk menapaki pelataran halaman vila yang rumputnya mulai meninggi sebatas tumit kaki. Di tangan kanannya, ia menggenggam sebuah map biru langit dengan beberapa lembar dokumen di dalamnya.

Kaki jenjangnya dengan santai melangkah ke teras vila yang sudah ada Pak Kades dan seorang gadis menantinya di sana. Gerri tersenyum dari kejauhan, kemudian langsung menyalami Pak Kades begitu tiba di teras vila. Tidak lupa juga ia menyalami gadis yang ada di sebelah kepala desa itu.

"Mangga, Mas. Kita langsung mlebet mawon," ucap Pak Kades mengajak Gerri dan gadis itu untuk masuk lalu duduk di ruang tamu vila.

Gerri pun menyerahkan map tersebut kepada Pak Kades dan mulai memperkenalkan namanya.

"Nama saya Narendra Yuwana. Di sini saya mewakili ayah saya Naraswara dan ibu saya Gabrielle atas kepentingan mereka yang tidak bisa ditunda. Untuk itu, saya ingin menyerahkan surat adopsi atas nama Kayana Raras agar segera disahkan," ucap Gerri mengutarakan tujuannya.

Pak Kades mengangguk paham. Ia menyetujui permintaan Gerri untuk mengadopsi Karin, mengingat Karin sudah tidak punya siapa-siapa lagi setelah meninggalnya Mbah We, kakek satu-satunya, bebarengan dengan menghilangnya seorang pendatang secara misterius. Karin pun juga setuju-setuju saja untuk diadopsi. Ia tidak punya pilihan lain.

Sebenarnya tujuan Gerri ada dua, yang pertama adalah pura-pura mengadopsi Karin untuk menguasai harta keluarga Aruna dan yang kedua adalah mencari keberadaan Dayu yang dikabarkan menghilang di desa itu. Namun, tanpa sadar langkah Gerri membawanya ke dalam bahaya.

Malam itu, Gerri menginap di vila yang sekarang sudah menjadi miliknya. Vila yang awal mula bernama Meladewa tersebut kini diubah namanya menjadi Vila Rendra. Dengan santai, Gerri menghisap rokoknya yang tinggal setengah di kursi depan vila. Suasana malam di sana terasa mencekam, tapi Gerri sama sekali tidak merasa takut, tubuhnya malah menggigil karena dingin.

Gerri pun memutuskan untuk mengambil jaket. Ia lalu membuang puntung rokoknya ke lantai dan menginjaknya asal dengan sandal jepit kemudian langsung masuk ke dalam. Di vila itu, Gerri menginap sendirian. Pak Kades dan Karin sudah meninggalkannya sejak sore tadi.

Gerri sudah memakai jaketnya yang ia pikir bisa menangkal hawa dingin di luar. Ia pun kembali melangkahkan kakinya untuk ke teras vila, tapi tiba-tiba telinganya menangkap sebuah ketukan aneh dan alhasil membuat langkahnya terhenti.

Gerri menajamkan telinganya, mencoba memastikan suara ketukan yang didengarnya itu memang benar-benar nyata atau tidak. Gerri bergidik ngeri. Ia mencoba mengabaikannya, tapi di sisi lain ia juga penasaran suara ketukan apa itu.

Gerri membalikkan tubuhnya lalu mencoba mencari darimana suara ketukan itu berasal. Ia pun menemukan sebuah pintu kayu dari sebuah ruangan yang ia yakini adalah kamar Karin. Karena Karin sedang tidak berada di vila, Gerri pikir mungkin tidak masalah masuk ke kamarnya. Gerri pun membuka pintu itu pelan hingga menimbulkan bunyi derit yang meraung di malam hari. Atmosfir di sekitarnya pun juga tiba-tiba berubah tatkala ia memasuki kamar itu.

Bulu kuduk Gerri tiba-tiba berdiri, entah karena merespon hawa dingin yang kian merayapinya atau karena ada sesuatu yang lain yang tidak dimengerti akal sehatnya. Di kamar itu, Gerri mendapati pintu kayu lain. Dengan perasaan yang tak kalah ngeri daripada tadi, tangannya dengan gemetar membuka pintu kayu yang ternyata mengarah ke hutan pinus. Pemandangan yang disajikannya langsung mengejutkan Gerri.

Ada iblis yang tengah menyeringai tepat di hadapan Gerri. Penampilannya benar-benar mengerikan. Darah membanjiri tubuhnya yang penuh luka dan terdapat kapak yang tergenggam di tangan kanannya. Tatapannya benar-benar penuh nafsu membunuh dan siap menghabisi siapa saja yang mencoba berpaling darinya. Sungguh itu adalah penampakan paling menyeramkan yang pernah Gerri lihat daripada mayat ayah dan pembantu yang dibunuhnya beberapa tahun lalu.

Perlahan-lahan kaki Gerri reflek mundur ke belakang. Namun, iblis itu tidak tinggal diam. Ia langsung menyergap Gerri dan menindih tubuhnya. Tangannya pun dengan leluasa mencekik Gerri yang sudah kalut dalam ketakutan.

"Lepaskan! Lepaskan aku!" Gerri meronta-ronta. Pakaiannya sudah ternodai darah dari iblis itu.

"Oh, bocah lanang. Kowe nggowo dendam nganti tekan kene."

Iblis itu tertawa keras, kemudian ia melepaskan begitu saja tangannya yang semula mencekik leher Gerri. Kini ia kembali melayang-layang di udara.

"Aku bakal menehi kesepakatan kanggo kowe."

"A-apa maksudmu?" tanya Gerri dengan rasa takut yang masih membuncah. Ia tidak bisa lari begitu saja atau iblis itu akan langsung membunuhnya.

"Aku pengen tumbal! Aku pengen keabadian! Wenehana tumbal kanggo aku banjur jupukna bandha sing kokpengen!" ujarnya lantang.

"Aku nggak paham."

Tanpa aba-aba, iblis itu langsung masuk ke dalam tubuh Gerri. Seketika Gerri bisa melihat semua yang telah terjadi dalam keluarga Aruna. Tampaknya buyut keluarga itu telah melakukan pesugihan dengan iblis tersebut dan karena mereka tidak bisa lagi memberikan tumbal maka iblis itu kemudian menghabisi seluruh keturunan keluarga Aruna yang ada. Hanya saja ia masih menyisakan Karin yang tidak bisa dibunuhnya.

Sedangkan Gerri, iblis itu hendak menghabisi Gerri namun kemudian diurungkannya karena iblis itu ingin memanfaatkan Gerri agar membuatnya lebih abadi. Iblis itu tahu Gerri membawa dendam kepada keluarga Aruna karena keluarga itu menyia-nyiakan keturunan dari nenek Gerri.

"Dimana Dayu?! Apa kamu juga menghabisinya?!" teriak Gerri begitu iblis itu sudah selesai menunjukkan semua yang terjadi dan sudah keluar dari tubuh Gerri.

Iblis itu tersenyum miring. "Ora usah diluru. Dheweke ora bakal mulih."

"Nggak mungkin! Kamu nggak bisa menghabisinya!"

"Aku bisa! Aku bisa ngelakoni sakabehane! Aku bakal abadi saklawase! Hahaha!"

"Kamu nggak bisa melakukan itu pada Dayu!"

"Wis taklakoni. Lan aku uga bakal mateni kowe yen kowe murungake kesepakatane."

"Apa yang kamu inginkan?"

"Patenono kulawarga Aruna sing isih ana. Aku ora bisa mateni dheweke amarga dheweke duwe penangkal."

"Kenapa harus aku yang melakukan itu?"

"Kowe bakal nguwasani bandha kulawarga Aruna yen bocah wadon iku mati lan aku bakal dadi abadi. Hahaha."

"Lalu bagaimana dengan Dayu?"

"Kowe kepengen bocah lanang iku bali? Aku bakal mulihake yen kowe bisa mateni bocah wadon kae."

"Baiklah. Akan aku lakukan. Beri aku waktu tiga tahun dan aku akan menghabisi gadis itu, asalkan kamu benar-benar mengembalikan Dayu."

"Hahaha. Saka saiki, jiwamu wis manunggal karo aku. Kowe ora bakal bisa ngrasakake lara utawa mati, kajaba aku uga mati. Temonono aku ana gubuk ing mburi vila iki sakwektu-wektu. Hahaha."

Iblis itu kembali tertawa bengis, kemudian ia langsung menghilang meninggalkan Gerri. Gerri pun cepat-cepat keluar dari kamar itu begitu iblis tersebut pergi. Ia amat ketakutan.

KELANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang