Bab 11. Mencari Psikopat

3.1K 424 9
                                    

Arabella membuka pakaiannya, tadinya berniat mandi tapi kini malah mematut dirinya di cermin. Menatap perutnya yang terasa ada sedikit perubahan. Tidak kentara, mungkin hanya perasaan Arabella saja kalau bagian bawah perutnya mulai menonjol.

"Entah sampai kapan Mama harus sembunyikan kamu, Sayang." Dia mengusap perutnya itu. "Maafin Mama, kamu pasti sedih diperlakukan seperti ini."

Saat Arabella mengingat perbuatan Digo, dia benar-benar semakin membenci pria itu. Andai Digo tidak pergi, mungkin dia tidak perlu menyembunyikan kehamilannya seperti ini. Andai pria itu bertanggung jawab, dia tidak perlu banting tulang sendirian. Nasi memang telah menjadi bubur, dan penyesalan selalu datang belakangan.

"Mama nggak menyesali kehadiran kamu. Kamu nggak salah dalam hal ini." Arabella hanya menyesali perbuatannya dahulu, yang kalah oleh hawa nafsu hingga harus berakhir seperti ini.

Ting. Tong.

Buru-buru Arabella menghapus air matanya dan menyambar bathrobe di gantungan. Dia mengikat tali kimono mandi itu dengan kuat, lalu berjalan ke pintu. Diintipnya lebih dulu siapa yang membunyikan bel, tidak salah lagi. Tentu saja Awan.

Saat Arabella membuka pintu, Awan tersenyum manis. "Ini aku bawain air mineral, siapa tau kamu butuh lebih banyak." Awan mengulurkan sebotol air mineral pada Arabella.

Arabella mengambilnya, meski dia tidak membutuhkannya. "Makasih ya," ucapnya menahan tawa di bibirnya.

"Emm, kamu ..." Awan menoleh ke dalam seakan sedang mencari celah untuk bisa masuk. "Kurang apa lagi kira-kira?"

"Nggak ada. Aku mau mandi sekarang."

Awan salah tingkah dan menggaruk kepalanya. "Ya udah," ucapnya sembari melangkah.

Arabella menutup pintu. Dia tidak bisa menahan tawa gelinya. Dia pun masuk kembali ke kamar mandi.

Setelah Arabella selesai mandi, masih dengan bathrobe di tubuh dan belitan handuk di kepala, bel kembali berbunyi. Arabella mengulum senyum, pasti Awan lagi.

Dan benar saja, Awan berdiri di depan pintu sembari membawa guling.

"Kamu ... Ngapain bawa itu?" tanya Arabella curiga.

"Ehm, ini mau aku kasih ke kamu. Biar tidur kamu semakin nyaman. Di dalem nggak ada, kan, pasti?"

Arabella mengesah. "Kamar kita, kan, jenis yang sama. Sudah pasti ada," beritahunya.

"Oh iya, aku lupa." Awan kembali menggaruk kepalanya. Terlihat jelas kalau dia hanya mencari-cari alasan agar bisa bertemu. Tidak peduli meski hanya beberapa detik saja.

"Ya udah, ya, aku mau tidur. Kamu tidur gih sana."

"Biar aku periksa dulu kamar kamu," kata Awan sembari ingin masuk ke dalam.

"Ihhh, nggak ada apa-apa di kamar aku." Arabella mendorong Awan agar tidak masuk.

"Siapa tau ada yang sembunyi di dalam. Kamu pernah nonton film door lock?"

Arabella mengerutkan kening.

"Itu loh film tentang psikopat yang sembunyi di bawah kolong tempat tidur korbannya." Sambil bercerita Awan melangkah masuk dengan santai. "Jadi, setiap malam dia keluar dari kolong tempat tidur dan membius korbannya. Buat diajak tidur bareng."

Arabella melipat tangan di depan tubuh dan bersandar di dekat pintu kamar mandi. Memperhatikan Awan yang sibuk mengecek setiap tempat mencari psikopat yang dia maksud.

Ranjang di kamar hotel ini tanpa kolong seperti yang Awan maksud. Juga sangat mustahil ada yang bersembunyi di dalam sini. Tapi tetap saja dia mengecek hingga ke balik tirai.

Secret and the Boss (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang