Mobil Awan berhenti di depan rumah kontrakan Arabella. Tanpa terlalu banyak basa-basi, Arabella membuka pintu mobil. Sepanjang perjalanan keduanya sama-sama diam.
"Jam tujuh aku jemput," kata Awan sebelum Arabella turun.
"Iya." Arabella mengangguk. Dia pun turun dari mobil. Lebih dulu berdiri menunggu hingga Awan pergi. Barulah masuk ke dalam rumah.
Arabella menaruh tasnya ke meja, lalu menghempas tubuh di sofa. Pikirannya masih berada pada ponsel yang dihancurkan Awan. Sangat kesal rasanya.
"Eh, udah pulang?" Lala baru saja keluar kamar, kaget melihat Arabella sudah duduk di sofa. "Muka Lo kenapa lagi sih?" Sambil duduk di sebelah sahabatnya itu.
"Kesel gue," jawab Arabella.
"Kesel kenapa?"
"Awan tuh cemburuan banget. Over malah. Masa cuma karena gue lupa hapus kenangan sama Digo, dia hancurin hape gue."
"Hah, serius?" Mata Lala membeliak.
Arabella mengesah.
"Gila, Lo kasih pelet apa sih dia bisa bucin banget sama Lo gini?" Lala berdecak.
"Sialan Lo." Kekesalan Arabella berganti jadi tawa geli. Lala memang paling pintar merubah mood-nya jadi lebih baik.
"Ra, Lo itu harus bersyukur Awan cinta mati gitu sama Lo. Dia kayak gitu, karena takut kehilangan Lo. Coba kalau dia cuek, kan bingung sebenarnya beneran cinta atau alakadarnya aja."
"Iya, gue tau. Tapi kelewat over, La. Kita tuh selalu aja berantem untuk hal-hal yang sama."
"Kalau Lo nggak mau berantem, ya ngalah aja. Hindari segala sesuatu yang bisa bikin dia cemburu."
Arabella kembali mengesah.
Lala memiringkan tubuhnya agar berhadapan dengan Arabella. "Lo itu beruntung dicintai pria kayak Awan, yang mau nerima apa adanya. Susah Lo nemu yang begitu di muka bumi ini. Spesies pria baik udah hampir punah."
Arabella tanpa sadar tersenyum setiap kali ingat segala perhatian Awan. Rasa kesal dan marahnya mendadak sirna, berganti dengan rindu padahal belum lama berpisah.
"Hmm, mulai deh senyum-senyum nggak jelas. Gini nih kalau lagi Fall in love, lupa kalau temen di sebelah lagi jomlo."
Arabella tertawa dan memeluk Lala. "Lo sahabat terbaik buat gue, mana mungkin bisa dilupain, La." Diciumnya pipi Lala berkali-kali.
"Duhh, jangan cium-cium ah. Itu bibir pasti bekas Awan." Lala berpura-pura menghapus pipinya.
"Heh, pasti Lo mikir gue sama dia ngapa-ngapain, ya?"
"Loh, emang nggak? Kan, nginep. Nggak mungkin, nggak itu, kan?" Lala menaik turunkan alisnya dan menyeringai.
"Ya, nggaklah. Kan, lagi berantem." Arabella meyakinkan.
"Berarti kalau nggak berantem ..." Lala memicingkan mata, seolah sedang mendeskripsikan pikiran mesumnya.
"Lo butuh pacar nih kayaknya biar punya tempat pelampiasan." Arabella menoel kening Lala.
Lala terbahak-bahak.
***
Awan menjemput tepat jam tujuh malam. Mobilnya bertengger di depan kontrakan. Arabella yang sudah siap sejak lima belas menit lalu, kembali menatap dirinya di cermin. Sekali lagi memastikan dia sudah sempurna untuk malam ini.
"La, gaun ini beneran bagus nih?" tanyanya lagi.
"Lo udah belasan kali nanya ini, gue capek bilangnya." Lala kesal sendiri jadinya. "Dibilang bagus, ya bagus. Lagian Lo itu cuma mau ketemu sama keluarganya Awan, bukan tampil di TV."
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret and the Boss (TAMAT)
Storie d'amoreArabella, seorang model cantik yang harus merelakan karirnya jatuh setelah dirinya hamil. Sialnya lagi, pria yang menghamilinya malah menguras habis uangnya dan kabur. Arabella benar-benar jatuh miskin setelah membayar semua ganti rugi atas pembatal...