Bab 31. Bertemu Digo

2.3K 290 1
                                    

Rencana pernikahan Arabella dan Awan tetap berlanjut meski badai besar sedang menyerang. Setelah pengumuman pernikahan, banyak tender yang hilang akibat tidak kepercayaan klien pada reputasi Awan. Meski begitu, Awan tidak menyerah. Dia akan tetap berusaha meyakinkan para investor dan klien kalau masalah pribadinya, tidak akan mengganggu kinerja perusahaan.

"Kamu bisa berhenti, sebelum benar-benar berakhir, Wan." Arabella meminta. Dia sedih melihat Awan mendapat banyak tekanan dari pada investor.

"Will never." Awan menegaskan. "Sekalipun menjadi abu, aku nggak akan pernah mundur." Dia menggenggam tangan Arabella dengan penuh keyakinan.

"Wan, kita bisa tunda. Atau kita bisa berpura-pura berakhir, dan berhubungan diam-diam. Hmm?" Arabella terus membujuk.

"Ra, kenapa jadi kamu yang nggak percaya diri, sih? Pernikahan kita tinggal dua Minggu lagi, jangan dipersulit."

Arabella terdiam.

"Kita udah pernah bahas ini berkali-kali, dan aku nggak akan pernah merubah keputusan aku untuk menikahi kamu. Mengerti?"

Arabella mengangguk.

Awan mengendurkan urat-uratnya dan memegang tangan Arabella. "I'm sure we can get through this. You just have to believe in me." Meminta sungguh-sungguh.

Arabella mengangguk lagi. Awan memeluknya dengan erat. "We can do it, Ra. Trust me." Pelukan itu semakin erat, seakan Awan sedang menyerap energi yang dimiliki Arabella untuk kekuatannya.

"Aku ada janji sama Mbak Shila hari ini, kamu mau ikut?" Arabella mengalihkan topik.

"Aku bakal nyusul setelah meeting dengan para investor selesai."

"Ya udah."

Saat Arabella hendak melangkah, Awan menahan tangan wanita itu dan menatapnya lekat. "Kamu percaya, kan, sama aku?" tanyanya dengan wajah sendu.

"Aku percaya," jawab Arabella sembari tersenyum sedih.

"Jangan tinggalin aku, Ra. Atau aku akan bener-bener hancur," lirih Awan. Entah kenapa dia takut Arabella tiba-tiba pergi.

Arabella mendekati Awan dan mengecup bibirnya. Dia tersenyum setelah itu. "Aku di sini bersama kamu," janjinya.

Awan pun tersenyum.

***

Pertemuan Arabella dengan Shila dilakukan di tempat biasa, yaitu sebuah restoran seafood di Mal. Selain membahas soal persiapan pernikahan, Awan dan Arabella juga akan mengambil cincin pernikahan mereka yang sudah selesai.

"Aku usahain sebelum kamu selesai dengan Mbak Shila, aku udah dateng ke sini," janji Awan. Dia hanya mengantar Arabella, dan akan langsung ke kantor karena ada meeting darurat.

"Nggak usah buru-buru. Kamu selesaikan dulu semuanya, baru datang ke sini. Oke?" minta Arabella.

"Iya, sayang." Awan mencium kening Arabella.

Arabella turun dari mobil Awan dan lebih dulu melambaikan tangan. Dia pun masuk ke dalam Mal itu. Restoran tempat janjian dengan Shila ada di lantai tiga, Arabella pun menggunakan lift agar lebih cepat.

Sialnya, lift sedang berada di lantai paling bawah sehingga dia harus menunggu.

"Arabella," panggil seorang pria.

Mendengar namanya dipanggil, Arabella refleks menoleh cepat. Telinganya tidak salah mengenali orang, pria yang memanggilnya memang benar Digo. Emosinya pun membumbung tinggi hingga urat-uratnya mengencang. "Lo masih punya muka ketemu sama gue?" tanyanya penuh kemarahan.

"Ra, maafin aku." Digo langsung memegang tangan Arabella.

Arabella menarik tangannya dengan kasar. "Jangan sentuh gue, Digo. Gue bahkan jijik lihat muka Lo sekarang," desisnya.

"Ra, tolong maafin aku. Aku salah, aku berhak dihukum. Tapi tolong maafin aku." Wajah Digo memelas bagai benar-benar menyesal.

"Sayangnya maaf nggak bisa bikin gue kembali ke masa lalu, Digo. Masa-masa yang gue sesali seumur hidup, karena mengenal lo." Arabella melangkah mundur.

"Ra, aku rela lakuin apapun untuk menebus kesalahan aku. Apapun, Ra. Semua uang kamu akan aku balikin. Aku akan tanggung jawab sama kehamilan kamu." Digo berusaha memegang tangan Arabella kembali.

"Don't touch me!" teriak Arabella. Suaranya memancing orang-orang menoleh ke arah mereka. "Kenapa Lo baru dateng sekarang? Kenapa Lo baru minta maaf sekarang?"

"Karena aku butuh waktu untuk menyesali segalanya, Ra. Sekarang aku sadar kalau aku nggak bisa tanpa kamu. I am lost without you. Please ... Kembali sama aku."

Arabella menggeleng. "Terlambat, Digo. Gue udah bahagia sekarang, dan soal kehamilan gue ..." Ditatapnya Digo begitu tajam, "ada laki-laki baik yang akan bertanggung jawab."

"Nggak bisa, Ra. Itu anak aku. Kamu nggak bisa menikah sama orang lain, aku ayahnya." Digo menggeleng.

"Anak kamu udah mati saat kamu minta aku buat gugurin!" teriak Arabella lagi.

Saat Arabella hendak pergi, Digo langsung berlutut dan memeluk kaki wanita itu. Mereka semakin menjadi tontonan. "Ra, jangan lakuin ini sama aku. Aku bener-bener menyesal, Ra. Aku mau tanggung jawab. Tolong kasih aku kesempatan," mohonnya.

"Satu-satunya kesempatan yang kamu miliki adalah menjauh dari hidup aku!"

Digo terlihat seperti anak kecil yang menangis tanpa rasa malu. Orang-orang yang tidak tahu permasalahannya mungkin akan merasa iba melihatnya seperti itu.

"Lepas, Digo!" Arabella mendorong Digo sekuat tenaga, tapi tetap tidak bisa.

"Aku akan tetap seperti ini sampai kamu mau maafin aku. Tolong, Ra. Tolong jangan tinggalin aku," mohon Digo lagi.

Arabella berupaya menarik kakinya, tapi pelukan Digo terlalu kuat. Tidak punya pilihan, dia pun berteriak meminta tolong. Hingga akhirnya dua orang petugas keamanan datang. "Pak tolong, orang ini mau nyakitin saya."

"Hei, kamu mau macam-macam ya di sini?!" bentak salah seorang petugas.

Digo tetap tidak mau melepaskan, sampai Arabella terjatuh akibat perbuatannya itu.

Lantaran jatuh dengan posisi duduk yang teramat kuat, perut Arabella langsung terasa sakit. "Ahh." Arabella meringis sembari memegangi perutnya itu.

"Ra, kamu nggak apa-apa? Maafin aku." Digo merangkak ingin memeluk Arabella.

Arabella sontak mundur untuk menghindar. "Pak, tolong bawa dia pergi," mintanya ketakutan.

Kedua petugas keamanan tadi langsung menyeret Digo. Pria itu berteriak lantang memanggil nama Arabella, meminta maaf berulang kali.

"Mbak nggak apa-apa?" Seorang pengunjung Mal yang baik langsung membantu Arabella untuk berdiri. Beberapa penonton lainnya satu persatu bubar, sudah tidak ada lagi pertunjukan di sana.

"Makasih Mbak," ucap Arabella sambil terus memegang perutnya yang terasa sakit.

"Ya ampun Mbak, darah!" Wanita tadi menjerit menunjuk kaki Arabella yang dialiri darah. Orang-orang di sekitar situ kembali berdatangan untuk membantu. Kebetulan Arabella memakai dress di atas paha, sehingga terlihat jelas darah itu mengalir di kulitnya yang putih.

Mata Arabella membeliak saat melihatnya. Pantas saja perutnya terasa sangat sakit.

"Mbak lagi hamil, Mbak?" tanya salah seorang.

Arabella mengangguk.

"Ayo Mbak, kita ke rumah sakit." Wanita itu langsung memapah Arabella, dibantu pengunjung Mal lainnya.

Penglihatan Arabella mulai terasa gelap. Perutnya seperti diremas dengan kuat, sakit hingga ke pinggang belakang. Dia duduk di kursi belakang taksi, bersama wanita yang menolongnya.

"Makasih ya, Mbak," ucap Arabella sebelum jatuh pingsan.

"Pak, tolong lebih cepat!"

***

Secret and the Boss (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang