Bab 14. Sekretaris Baru

3.3K 452 9
                                    

Kondisi Arabella akhirnya pulih, dokter mengizinkannya pulang dan beristirahat di rumah. Meski selama satu minggu ini Awan tidak sekalipun meninggalkannya, tapi pria itu juga tidak mau bicara padanya. Hanya beberapa kali, itu pun lantaran memang penting.

Awan memilih duduk di depan bersama sopir, membiarkan Arabella sendirian di belakang. Dia benar-benar membentang jarak di antara mereka.

Selama itu juga Arabella cuma bisa pasrah, karena sadar dirinya salah. Air matanya menetes, tidak bisa ditahan. Dia terisak, sembari memandang ke luar jendela.

Awan melirik Arabella dari kaca spion. Hatinya terasa sakit melihat wanita itu menangis. Dia pun pindah ke belakang melewati celah kursi. Lalu menarik tubuh Arabella dan memeluknya. "Dokter udah bilang kamu nggak boleh stres. Kondisi kamu masih lemah," ujarnya menasihati.

"Gimana aku bisa nggak stres, kalau kamu nyuekin aku kayak gini," balas Arabella semakin sedih.

Awan menghela nafas. Diusapnya punggung Arabella dengan lembut, tanpa sepatah kata pun.

"Lebih baik kamu marah, daripada diem kayak gini, Wan. Kamu boleh maki-maki aku sepuasnya."

"Buat apa, Ra? Apa semuanya akan kembali seperti semula kalau aku marah-marah sama kamu?"

"Aku harus apa? Aku harus gimana?" isak Arabella.

"Cukup jaga diri kamu sendiri, karena aku ..." Awan menggigit bibir bawahnya menahan air matanya jatuh. "Aku udah nggak bisa lakuin itu lagi sekarang."

Bertambah pecahlah tangisan Arabella. Dia sangat mencintai Awan, sulit baginya untuk begitu saja bisa melupakan. Tapi tentu saja akan lebih tidak masuk akal bila dia meminta Awan menerimanya dengan kondisi ini.

Air mata Awan akhirnya menetes. Dia memalingkan wajah ke jendela.

Sampai akhirnya mobil sampai di depan rumah kontrakan Arabella. Awan membantu membawakan koper wanita itu hingga ke depan pintu rumah. Lala yang keluar menyambut, langsung memapah Arabella yang masih lemah.

"Awan," panggil Arabella ketika pria itu melangkah pergi.

Awan berhenti, tapi tidak menoleh.

"Terima kasih," ucap Arabella dengan nada tersendat. "Dan ... Maaf udah nyakitin kamu."

Kedua tangan Awan mengepal. Beberapa detik dia diam seperti itu, sampai akhirnya memilih untuk tetap pergi.

Di rumahnya, Arabella menangis sejadi-jadinya dalam pelukan Lala. Dia sudah menceritakan segalanya pada sahabatnya itu di telepon, sehingga Lala tidak perlu bertanya lagi apapun.

***

Awan kembali bekerja seperti biasa. Sudah terlalu banyak pekerjaan yang dia tinggalkan sejak mengurus Arabella. Banyak juga calon klien yang terpaksa lepas dari tangan lantaran tidak dilobi. Lalu sekarang, saat melihat kursi yang biasa diduduki Arabella kosong, Awan kembali merasa hampa.

"Selamat pagi Pak Awan, maaf saya terlambat."

Awan terkejut mendengar suara Arabella. Dia lantas membalikkan badan, wanita itu benar-benar di sana. "Kamu ngapain ke sini?" tanyanya sedikit marah.

"Hingga dua bulan berikutnya, saya masih karyawan magang di perusahaan Bapak." Arabella mengatakannya dengan jelas.

"Kamu masih sakit, Ra! Wajah kamu masih sepucat ini dan kamu mau kerja?!" Awan mencekal lengan Arabella. "Pulang," suruhnya dengan kasar.

"Sakit," keluh Arabella sembari memegang tangan Awan yang menyakiti lengannya.

Awan refleks melepaskannya.

Secret and the Boss (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang