Jam masih menunjukkan pukul dua dini hari saat Akash mendengar suara tangisan dari arah kamar. Dia mengetuk pintu kamar tapi Vani tidak membukanya, dan saat dia memutar knop pintu ternyata tidak dikunci. Vani sepertinya mengigau lagi. Dia bahkan seolah tidak berdaya dengan menangis tersedu-sedu. Padahal kemarin sudah dua malam sejak terakhir kali Vani mengigau.
Akash menghampiri Vani, dia menepuk lengan Vani seraya memanggil namanya. Saat Vani tidak bangun, bahkan berusaha memberontak Akash mengguncang tubuhnya.
"Van, Vani." Panggil Akash dengan terus mengguncang tubuhnya.
Seketika itu pula Vani langsung bangun dan terduduk. Wajahnya sudah banjir dengan air mata dan keringat yang bercucuran. "Akash?" Tanya Vani memastikan, lalu saat Akash mengusap keringat yang ada di dahinya, Vani segera memeluk Akash dengan tangis yang belum reda. "Aku takut." Lirihnya.
"Lo kenapa?" Tanya Akash, dia mengurai pelukan dan menghapus air mata yang masih saja berlomba-lomba untuk keluar. "Mimpi buruk lagi?"
"Kak Alvin... Dia... Dia mau bunuh aku." Tangis Vani semakin kencang saat selesai mengucapkan kalimat tersebut. "Dia... Dia mau bunuh aku pake pistol, aku..."
"Sssttt..., gak ada apa-apa." Akash menenangkan Vani yang memeluk selimut. "Sekarang lo tidur lagi."
"Gak. Nanti dia datang lagi di mimpi aku." Vani menggelengkan kepalanya, dia menatap Akash penuh permohonan. "Kamu jangan kemana-mana ya."
Akash mengangguk, dia membantu Vani kembali berbaring. Lalu, ikut berbaring di sebelahnya. "Lo tidur lagi aja, gue temenin."
Vani menurut. Dia berbaring menyamping menghadap Akash, yang duduk di tepi ranjang seraya menyandarkan punggungnya di kepala ranjang. Vani menatap Akash yang sedang berusaha menahan kantuk, dipegangnya tangan Akash membuat cowok itu terbangun seketika saat matanya baru tertutup satu detik sebelumnya.
"Kenapa?" Akash bertanya khawatir, disaat bersamaan Akash juga mengerutkan kening melihat Vani yang bergerak mundur sampai berada disisi tempat tidur, dan menyisakan tempat kosong.
"Kamu tidur disini aja. Aku gak ngigau kalo ada yang nemenin."
Dikarenakan memang mengantuk, Akash merebahkan tubuhnya diatas ranjang dan berbagi selimut dengan Vani yang masih saja menatap dirinya. "Kenapa? Cepet tidur." Sedetik setelah mengatakan itu Akash menutup matanya dan Vani juga melakukan hal yang sama.
Vani memang memejamkan mata, tapi dia tidak bisa berhenti bergerak ke kanan dan ke kiri, mencari posisi nyaman untuk tidur. Hal tersebut tentu mengganggu Akash yang hampir saja masuk ke dalam mimpinya.
"Kenapa lagi?" Tanya Akash, pada Vani yang memiringkan tubuhnya menghadap Akash.
Vani menggigit bibir bawahnya, ragu untuk mengucapkannya pada Akash, jadi dia hanya memilih menggeleng dan kembali memejamkan mata.
"Kenapa?" Vani kembali membuka matanya saat Akash kembali bertanya. "Ngomong aja sama gue, ada apa?"
"Laper." Human Vani seraya meringis, dia melirik Akash yang sudah duduk di tepi ranjang. Sontak dia menarik tangan Akash yang akan berdiri. "Eh, mau kemana?"
"Katanya mau makan."
"Tapi, aku mau mie ayam Mang Rasman."
Akash melirik jam yang berada diatas nakas, jam dua limabelas menit. "Kalo gitu lo tunggu disini."
"Terus kamu mau kemana?" Tanya Vani seraya beranjak duduk, dia memperhatikan Akash yang sedang mengambil jaket dari lemari.
"Mau beli mie ayam."
"Eh, tapi udah malem terus kamu kesana naik apa? Bahaya, mendingan gak usah. Aku makan apa aja kok."
Vani khawatir, tentu saja. Jam dua dini hari Akash akan keluar hanya untuk membeli semangkuk mie. Apalagi mereka sudah pindah rumah, yang artinya tempat jualan mang Rasman lumayan jauh dari sini, walaupun tidak terlalu jauh. Tapi, mengingat disini mereka tidak punya kendaraan, membuat Vani berpikir untuk menunda keinginannya itu.
"Gak apa-apa. Lo tunggu disini."
Vani mengikuti Akash yang berjalan keluar kamar, saat akan membuka kunci rumah, Vani menghentikannya. "Aku makan yang ada aja, mie ayam bisa nanti."
"Serius?" Tanya Akash memastikan, dan Vani menganggukkan kepalanya.
Akash berjalan ke arah dapur dan melihat isi kulkas yang lumayan terisi penuh, mungkin diisi oleh tante Nia sebelum mereka kesini. Dia hanya akan menggoreng nugget saja, karena kebanyakan makanan di kulkas berisi daging dan ikan yang perlu waktu lama untuk dimasak.
Tadinya, Vani yang akan memasak jika hanya menggoreng nugget, tapi Akash bersikeras agar Vani duduk saja memperhatikan. Sepiring nugget telah tersaji dihadapan mereka, sebenernya Akash juga lumayan lapar jadi mereka menghabiskan nugget tersebut berdua.
Jam dinding menunjukkan pukul tiga dini hari, dan setelah makan mereka mulai mengantuk. Vani sudah terlebih dahulu terlelap, sedangkan Akash baru saja selesai mencuci piring.
Dia menyusul Vani ke tempat tidur, lumayan kenyang dan dia bisa memejamkan mata untuk masuk ke alam mimpi.
Pagi harinya, Akash tidak menemukan Vani disamping tempat tidur. Lalu dia keluar kamar dan mendengar suara yang berasal dari dapur, disana Akash melihat Vani yang sedang memasak sarapan. Merasa ada yang memperhatikan Vani menoleh dan tersenyum saat Akash sudah berada di hadapannya.
"Masak apa?" Tanya Akash seraya membuka kulkas dan mengambil air minum.
"Aku masak nasi goreng sama telur, gak apa-apa kan?"
Akash mengangguk. Dia lalu duduk di meja makan, menunggu Vani yang masih belum selesai memasak.
"Kamu gak mandi dulu?" Tanya Vani yang sekarang sedang menyajikan nasi sepiring nasi goreng diatas meja, wanginya membuat Akash tidak fokus pada pertanyaan Vani tadi.
"Apa?"
"Kamu gak mandi dulu?" Vani mengulang pertanyaannya, dia menuangkan segelas air dan menyajikannya tepat disebelah piring yang berisi nasi goreng dihadapan Akash.
"Padahal udah laper," Akash beranjak dari duduknya dan berjalan menuju kamar untuk membersihkan diri terlebih dahulu.
"Eh, kamu mau kemana?"
"Mandi."
"Gak makan dulu?"
Akash berhenti, dia memandang Vani dengan mengerutkan keningnya. "Bukannya tadi disuruh mandi dulu?"
"Kalo mau makan dulu juga gak apa-apa, tadi kan cuma nanya." Vani menjelaskan seraya duduk di meja makan dihadapan Akash duduk tadi.
"Mandi dulu aja," Akash yang tadinya akan kembali berjalan, memutar badan menghadap Vani yang masih memperhatikannya. "Kalo mau duluan, duluan aja." Lalu, dia kembali berjalan menuju kamar dan membersihkan diri.
"Aku nunggu kamu aja." Vani sedikit mengeraskan suaranya saat Akash sudah menghilang dibelikan menuju kamar.
Bolehkah Vani merasa bahagia saat ini? Dia seakan tidak bisa berhenti bersyukur saat Akash yang menikahinya. Vani tidak tahu apa yang akan terjadi jika itu adalah Alvin, mungkin sekarang dia bahkan tidak bisa tersenyum seperti ini saat Akash menggerutu tadi.
Lalu, beberapa pertanyaan mengganggunya. Dimana Alvin sekarang, dan bagaimana jika nanti dia kembali berbuat jahat padanya?
***
Tbc...

KAMU SEDANG MEMBACA
Vanilla (COMPLETED)
Teen FictionHamil sebelum menikah apalagi saat SMA, Vani tidak pernah merencanakannya. Terpikirkan pun tidak. Rencana untuk masa depannya sudah tersusun rapi walaupun orang tuanya yang merencanakan. Tapi sekarang ia hamil dan Alvin yang seharusnya bertanggung j...