29. Hari yang Mengejutkan (2)

5.6K 386 29
                                    

Maaf baru update

Setelah mendengar kabar mengejutkan dari Restu. Akash dan Vani segera menuju kafe dan ternyata benar. Ramai sekali warga dan beberapa mobil petugas kebakaran yang berusaha memadamkan api. Kafe miliknya seakan tenggelam dilalap si jago merah.

Semua barang-barang miliknya tidak ada yang bisa diselamatkan, semua hangus dan sekarang Akash hanya dapat memandang itu semua dengan tatapan kosong. Usahanya selama beberapa bulan ini hilang begitu saja.

"Tadinya gue mau ke rumah lo," Ucap Restu. "Sengaja gue lewat sini karena lebih deket, tapi keadaan udah rame banget terus gue buru-buru hubungin lo. Yang sabar, ini semua cobaan buat lo." Lanjutnya. Restu menepuk pundak Akash berusaha menguatkan.

"Vani lo gak kenapa-kenapa,'kan?" Rania berjalan menghampiri Vani yang sama terkejutnya seperti Akash. "Lo kemana aja? Kita semua khawatir. "

"Maaf." Ucap Vani tertunduk lesu, Apalagi melihat pemandangan di depannya ini.

"Yang penting lo gak apa-apa."

Butuh hampir waktu sekitar dua jam bagi petugas pemadam kebakaran untuk memadamkan api. Para warga yang berkumpul juga sudah mulai membubarkan diri, namun penyebab kebakaran belum dipastikan, tapi kemungkinan penyebab kebakaran akibat konsleting arus listrik.

Akash masih memandang kosong hasil kerja kerasnya. Usaha selama beberapa bulan, seketika hilang hanya dalam hitungan jam. Vani menghampiri Akash yang sekarang sedang berjongkok di depan bangunan hangus yang semula tempatnya mencari nafkah.

Vani mengelus pundak Akash, memberikan kekuatan serta ketenangan agar tidak terlalu larut dalam kesedihan. Namun, rasa bersalah hinggap di hatinya. "Semua ini salah aku." Lirih Vani.

"Gak ada yang salah disini." Ujar Akash.

"Kalo aja aku gak ngilang, semua ini gak akan terjadi."

"Dan seandainya aja kamu tetap dirumah, mungkin aku akan ikut terbakar," Akash mendongak, memandang Vani. "Kalo aja aku gak denger berita tentang kamu, mungkin sekarang ini hanya tulang belulang yang kamu temui, bukan aku."

"Tap-"

"Van," Akash menggenggam tangan Vani, dia mendongak lalu merasakan beberapa butir air mata mengenai wajahnya, sontak saja dia langsung berdiri saat sadar Vani sedang menangis. "Jangan nangis, ini semua cobaan. Seharusnya kita bersyukur karena aku sama kamu masih dalam keadaan sehat sampai sekarang."

Vani mengangguk. Dia mengeratkan pelukannya pada Akash.

"Haidar." Panggil Restu yang membuat keduanya mengurai pelukan. "Gue sama Rania mau pamit pulang. Lo juga pulang udah malem, kasian Vani."

"Iya. Thanks Tu." Ucap Akash.

Restu mengangguk lalu segera berlalu pergi bersama Rania.

"Ayo kita pulang, udah malem." Lalu Vani dan Akash juga mulai meninggalkan kafe, gelapnya langit malam semakin gelap saat tidak ada satu bintang pun yang bersinar malam ini. "Kayaknya mau hujan, kamu pegangan yang erat."

Akash mengendarai sepeda motornya dengan kecepatan sedang, takut kehujanan tapi juga takut mereka bertiga kenapa-kenapa karena saat ini Vani sedang mengandung. Tidak butuh waktu lama untuk sampai rumah, tapi dahi keduanya mengerut saat melihat sebuah mobil terparkir di depan halaman rumahnya.

"Itu mobil Om Ibra, kan?" Tanya Akash pada Vani, sedangkan tanpa Akash ketahui tangan Vani bergetar mengetahui keberadaan siapa pemilik mobil tersebut.

Mereka berdua memasuki rumah yang jelas tidak terkunci karena ada orang didalamnya. Saat pertama kali Vani memasuki rumah, dia di sambut pelukan hangat tante Nia dan tatapan khawatir darinya. "Kamu gak apa-apa, kan Vani? Ya ampun tante khawatir waktu kamu pulang gak bilang-bilang."

Vanilla (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang