Typo Bertebaran!
Saat sedang mengobrol di teras rumah bersama Om Ibra, tiba-tiba saja Restu datang ke rumahnya dengan nafas memburu seraya mengucapkan maaf berulang kali. Sontak Akash dan Om Ibra berdiri dari duduknya.
"Gue minta maaf Dar, gue gak ngecek keadaan nenek soalnya gue... bokap... Dia..."
Akash menghampiri Restu, di tepuknya pundak sahabatnya itu. Terlihat sekali rasa penyesalan dan kesedihan tersirat di wajahnya, bahkan Akash melihat matanya berkaca-kaca.
"Gak apa-apa, ini juga salah gue karena lembur." Akash mencoba menenangkan Restu. "Emang bokap lo kenapa?" Tanya Akash.
"Kecelakaan."
Sekarang Restu bahkan tidak dapat membendung air matanya lagi, dia menangis. Akash mencoba menenangkan Restu dengan menepuk punggungnya yang bergetar. Saat seperti ini, Restu hanya butuh seseorang yang bisa dijadikan tempat untuk bersandar dan sebagai sahabat, tentu saja Akash akan menjadi tempat bersandar itu tanpa diminta. Om Ibra sudah masuk terlebih dahulu untuk memberikan waktu bagi mereka berdua.
Mereka sudah duduk di bangku teras, dan Akash mengucapkan terima kasih saat Om Ibra memberikan segelas air putih untuk Restu. "Minum dulu." Ucap Akash seraya memberikan gelas berisi air putih yang diberikan Om Ibra.
"Terus sekarang keadaan bokap lo, gimana?" Tanya Akash setelah Restu meletakkan air minum yang tersisa setengah ke atas meja.
"Masih kritis," Jawab Restu dengan wajah sedih. " Gue turut berduka cita atas kematian nenek." Lanjutnya, Akash juga bisa melihat raut wajah Restu yang masih penuh dengan penyesalan.
Akash mengangguk.
"Kalo gitu gue balik ke rumah dulu ya, mau ngambil baju. Terus balik ke rumah sakit lagi."
Restu berdiri begitu juga dengan Akash, dia menepuk pundak sahabatnya itu, menguatkannya. "Semoga Om Ridwan cepet sembuh."
"Thanks, Gue pergi dulu."
Usai kepergian Restu, Akash kembali ke dalam rumah. Vani Dan Tante Nia tidur di kamarnya, sedangkan Om Ibra tidur di kamar nenek dan Akash memutuskan untuk tidur di ruang tv setelah mengambil selimut dan bantal, berharap rasa kantuk cepat menghampiri.
Tapi, terasa sangat sulit saat ini. Pikirannya menjalar kemana-mana, mulai dari kematian nenek, kecelakaan ayah Restu bahkan pernikahannya dengan Vani, dan diantara renungannya dia memutuskan sesuatu untuk pernikahannya dengan Vani.
Akash tidak tahu seberapa lama dia tertidur atau lebih tepatnya, kapan dia tertidur. Tapi, harum masakan dari arah dapur dapat membangunkannya. Dia segera bangun dan membereskan selimut serta bantal, lalu dari arah dapur Vani datang membawakan secangkir teh untuknya.
"Diminum teh nya, Aku sama tante Nia lagi buat sarapan."
Setelah mengatakan itu Vani kembali ke dapur, membantu tante Nia membuat sarapan. Akash memutuskan mandi terlebih dahulu sebelum sarapan bersama.
Lima belas menit Akash mandi sekarang dia keluar dengan keadaan yang sudah segar, dia memang jarang atau bahkan tidak pernah berlama-lama menggunakan kamar mandi.
"Eh, kamu udah mandi. Ayo, sini sarapan." Ajak tante Nia begitu Akash menampakan diri dari kamar mandi.
Menu sarapan pagi ini begitu banyak. Mulai dari tumis kangkung, tempe, tahu dan ikan goreng serta sambal. Pagi hari memakan sambal, Akash tidak yakin perutnya baik-baik saja. Lagipula, dia memang tidak begitu menyukai sesuatu yang pedas.
"Oh iya, tentang pernikahan gimana kalo hari ini kita fitting baju?"
"Hm... Perihal itu tante, Aku sama Akash udah sepakat kalo acara pernikahannya digelar sederhana aja. Akad nikah aja udah cukup tan." Kata Vani dengan tidak enak menolak tawaran dari tante Nia. Tapi, dia dan Akash sudah memutuskan ini lebih baik, karena mereka hanya akan mengundang teman-teman dekatnya saja.
"Lho, kok gitu? Lebih meriah lebih bagus, kalo kalian khawatir soal biaya-"
"Bukan soal itu," Akash memotong perkataan tante Nia walaupun tahu itu tidak sopan. "Maaf tante saya menyela, tapi saya sama Vani udah sepakat cuma syukuran biasa dan ngundang teman-teman kami. Saya harap Om dan tante bisa memahami."
"Oke. Tapi kalo soal waktu? Tanggalnya, kalian nikah kapan? Sudah di tentukan?" Tanya tante Nia bertubi-tubi.
"Sudah tan, besok kami akan menikah."
"Lho, kok mendadak?" Sekarang giliran Om Ibra yang bertanya. "Kalian serius mau nikah besok?"
"Iya, Saya sama Vani udah sepakat besok."
"Oke, persiapannya sudah semua?" Om Ibra kembali bertanya seraya mengambil lagi tumis kangkung yang ada di meja, karena mereka memang belum selesai makan. Walaupun tidak baik makan sambil bicara, tapi mereka melakukannya.
"Semua sudah beres." Jawab Akash dengan mantap.
"Kamu yakin?" Sekarang Vani yang bertanya ragu.
Begini, Akash memang ingin menikahi Vani sehari sebelum nenek meninggal, tapi tidak mengatakan bahwa besok adalah hari pernikahan mereka, sejujurnya Vani cukup terkejut saat Akash mengatakan besok akan menikah. Walaupun acara pernikah sederhana adalah keinginannya, tapi dengan segala persiapan yang sudah selesai, Vani lagi-lagi dibuat terkejut oleh Akash.
Kapan dia melakukan persiapan ini?
"Yakin. Semua sudah selesai, nanti siang ada yang bakalan nganterin baju buat lo."
Vani mengangguk saja. Toh, jika menurut Akash semua sudah selesai, berarti Vani tidak perlu khawatir.
"Jadi, saya minta om sama tante untuk menginap satu hari lagi."
"Baik. Om sama tante malam ini tidur disini lagi."
"Makasih om," Ucap Akash pada Om Ibra, lalu beralih pada Tante Nia. "Tante, atas ketersediaan kalian."
"Gak perlu sungkan, kami seneng bisa bantu kalian."
Acara makan kembali berlangsung walau masih diselingi dengan obrolan ringan. Lauk pauk yang dimasak tadi langsung habis, dan pelakunya tentu Om Ibra. Dia itu nasinya hanya sedikit tapi lauknya sangat banyak, sontak saja mereka tertawa karena Om Ibra yang masih saja mengambil tempe goreng dari piring tante Nia.
Akash memandang ketiganya. Rasa bahagia tentu menyelimuti hatinya, Akash berandai-andai. Jika nenek masih ada mungkin akan lebih ramai dari ini.
Lalu, pandangannya beralih pada Vani. Wanit baik hati yang menjadi korban lelaki bejat seperti Alvin, dan dengan menikahinya Akash akan berusaha sekuat tenaga agar wanita rapuh tersebut tidak sekalian hancur, dan Akash berharap pernikahannya berjalan lancar dan langgeng, karena Akash hanya ingin menikah sekali seumur hidup.
***
Tbc...
KAMU SEDANG MEMBACA
Vanilla (COMPLETED)
Fiksi RemajaHamil sebelum menikah apalagi saat SMA, Vani tidak pernah merencanakannya. Terpikirkan pun tidak. Rencana untuk masa depannya sudah tersusun rapi walaupun orang tuanya yang merencanakan. Tapi sekarang ia hamil dan Alvin yang seharusnya bertanggung j...