Vani sedang menonton televisi saat bel rumah berbunyi, dia berjalan untuk membukakan pintu dan terlihat Akash yang membawa barang belanjaan yang tadi dimintanya. Saat hendak mengambil salah satu plastik, Akash mencegahnya.
"Gue aja," Dia berjalan masuk mendahului Vani, bukannya membawa plastik berisi bahan-bahan tersebut ke dapur, Akash malah membawanya ke meja yang berada di depan televisi tersebut. Lalu duduk dengan menyandarkan punggungnya dan menutup mata dengan tangan kanan.
"Kamu kenapa?" Tanya Vani saat dilihatnya Akash sedang duduk bersandar di sofa. " Kamu haus? Mau aku ambilkan minum?"
Akash menggeleng tanpa menurunkan tangannya, dia bahkan tidak berniat untuk menatap Vani yang berdiri di sebelah kirinya. Barulah saat terdengar suara plastik di atas meja terdengar saat Vani akan mengangkatnya, seketika Akash langsung terbangun dan mencegahnya.
"Eh, biar aku aja," Ucap Vani saat Akash berdiri dan hendak mengambil alih plastik tersebut dari tangannya. "Kamu istirahat aja, pasti capek,'kan?"
"Enggak," Jawab Akash seraya menggeleng dan mengambil alih barang belanjaan dari tangan Vani. " Mau dibawa kemana?" Tanyanya.
Vani menghela nafas, Akash keras kepala sekali. "Dapur." Jawab Vani, dia mengikuti Akash dibelakang menuju dapur.
Akash kemudian meletakkan plastik yang berisi barang belanjaan tersebut diatas meja makan, dia mengikuti Vani yang sedang memasang celemek untuk memasak. Posisinya yang dibelakang Vani membuatnya terkejut saat membalikkan badan.
"Kamu kenapa pake celemek juga?" Vani mengerutkan kening heran, saat Akash terlihat seperti orang yang tidak bersemangat, tetapi malah mengikutinya memakai celemek, seakan ingin ikut memasak dengannya.
"Gue mau bantu," Jawabnya setelah selesai memasangkan kain tersebut di tubuhnya. "Dimulai dari mana?" Tanya Akash, dia berjalan menuju meja makan dan membuka plastik berisi barang belanjaan tersebut, dn mengeluarkan isinya.
Lagi dan lagi Vani hanya menghela nafas. Terserah Akash yang ingin membantu, atau apa. Saat ini Vani akan membuat kue kering saja, atau cake tapi semua gagal saat Akash membuat tepung berserakan di lantai. Vani terkejut menatap serbuk berwarna putih tersebut, lalu menatap Akash yang mematung di tempatnya.
"Maaf," Ucap Akash lalu mengumpulkan tepung yang berserakan di lantai.
Vani mengambil sebuah lap, untuk membersihkan sisa tepung yang tidak dapat di bersihkan menggunakan sapu dan serokan.
"Gue aja yang bersihin," Akash hendak mengambil alih lap tersebut dari tangan Vani, tapi urung dia lakukan saat Vani menarik tangannya. "Gue aja yang bersihin."
"Gak usah, aku juga bisa," Diusapnya lantai yang penuh dengan sisa tepung tersebut. "Lagi pula bentar lagi selesai." Lanjutnya.
"Maaf, gue gak fokus tadi." Ucap Akash penuh penyesalan, dia mengusap kasar wajahnya. Frustasi karena kejadian tadi. Kejadian dimana dia bertemu kembali dengan mantan kekasihnya yang belum pernah dia lupakan, lebih tepatnya belum bisa.Saat Akash hendak pulang, dia memanggil dengan senyum manis yang duku selalu menemani hari-harinya. Namanya Intan. Mereka putus sekitar empat bulan yang lalu. Dimana pada saat itu dia benar-benar menganggap Intan sebagai prioritasnya, tapi sekarang...
Akash melihat perut Intan yang sudah membuncit, lalu pikirannya jatuh pada Vani yang sebentar lagi akan mengalami hal yang sama.
"Bener,'kan tebakan gue," Ucap Intan dengan senyuman lebar, dia hendak memeluk Akash lalu saat Akash mengangkat tangan untuk mencegahnya, Intan seketika mundur. "Maaf." Katanya.
Akash mengangguk. "Udah berapa bulan?" Tanya Akash saat dilihatnya Intan mengelus perut seraya tersenyum.
"Delapan bulan," Jawabnya. "Eh, duduk dulu ya. Gue masih mau ngobrol sama lo"
Akash dan Intan kemudian duduk di kursi depan toko. Hening menyelimuti saat mereka duduk dan terdiam beberapa lama. Suasana canggung ini berbeda saat Akash dan Intan masih berpacaran dulu. Saat itu bahkan tidak akan ada yang berganti bicara, karena saat Akash diam Intan yang akan mengeluarkan keluh kesannya karena mereka bersekolah di sekolah yang berbeda.
Atau saat Intan yang terdiam Akash yang akan bercerita tentang hal-hal konyol yang membuat tawa mereka meledak bersamaan.
"Apa kabar?" Tanya Intan, membuat Akash menoleh menghadapnya.
"Kayak yang lo liat, gue baik-baik aja." Akash menjawab, lalu kembali hening karena Intan tidak mendapatkan pertanyaan balik.
"Gue denger dari Restu..." Intan menggantung ucapannya, dia menatap Akash yang juga sedang menatapnya. "Lo udah nikah?" Akash mengangguk. "Selamat ya."
"Thanks. Gue juga belum ngucapin selamat karena lo udah nikah. Gimana keadaan Irfan?, gue udah lama gak denger kabarnya."
Ada seluas senyum getir yang tersinggung di bibir Intan saat Akash menanyakan suaminya tersebut. "Gue gak tahu dia dimana," Jawabnya. "Yang gue tahu, dia pergi sama selingkuhannya."
Apakah ini karma? Karena dulu Intan juga selingkuh darinya, bahkan sampai mengandung anak dari cowok itu. Tapi, haruskah Akash berbahagia saat Intan merasakan hal yang sama sepertinya dulu?
Atau haruskah Akash juga ikut bersedih melihat Intan yang sedang mengandung seorang diri tanpa suaminya. Dan, bagaimana nasib anaknya saat dia lahir nanti?
Melihat raut wajah sedih Intan, membuatnya Akash menghela nafas. Dia merasa sangat kasihan pada Intan, karena setahu Akash, Intan juga sama diusirnya seperti Vani. Lalu saat Irfan pergi, dia bersama siapa?
"Terus lo tinggal sama siapa?" Seharusnya Akash tidak perlu memikirkan Intan bersama siapa, karena dia dan Intan sudah berakhir sejak lama. Tapi, melihat raut wajah lelah yang selalu terukir bahkan saat tersenyum, membuat Akash menanyakan hal tersebut.
"Gue tinggal sendiri. Tapi untungnya mertua gue masih mau ngasih uang bulanan buat gue."
Akash menganggukkan kepalanya. Dia lantas berdiri karena merasa sudah terlalu lama dan tidak ingin membuat Vani khawatir nanti. "Kalo gitu, gue balik." Ucap Akash.
Tapi, saat dia hendak melangkahkan kakinya, lengannya ditahan oleh Intan, membuatnya menoleh pada mantan pacarnya tersebut. "Kalo gue minta lo balik lagi, lo mau?"
Akash mengerutkan keningnya. "Maksud lo?" Tanyanya tidak mengerti.
"Kalo gue mau kita ngilang semuanya dari awal, lo mau, 'kan?"
"Gila lo," Akash menggeleng tidak habis pikir. "Gue udah nikah, dan sekarang istri gue juga lagi hamil." Lalu saat Intan akan menyela Kash lebih dulu melanjutkan. "Lagi pula kalau pun gue belum nikah, gue gak bakalan balik lagi sama orang yang udah khianatin gue." Geramnya.
Lalu dia berbalik pergi meninggalkan Intan yang meneteskan air matanya karena menyesal kenapa dia menyia-nyiakan Akash yang begitu peduli dan sayang kepadanya.
Akash tersentak kaget saat Vani memegang tangannya. Dia langsung tersadar dari lamunan, dan menatap wajah penuh tanya Vani di hadapannya.
"Ada apa? Kamu sakit?" Vani bertanya, lalu dia menempelkan tangannya di dahi Akash, lalu ke dahinya. "Gak panas." Gumamnya.
"Gue gak apa-apa." Jawab Akash.
Lalu, terdengar suara bel pintu, mereka berdua berpandangan. "Aku aja yang bukain." Kata Vani lalu berjalan menuju pintu.
Akash kembali termenung. Memikirkan Intan yang berpikir ingin mereka kembali bersama, disaat Akash belum sepenuhnya melupakan Intan. Tapi, saat melihat wajah Vani tadi Akash tersadar. Bahwa sudah keputusan yang benar menikahinya, karena jika Alvin yang menggantikan posisinya. Vani pasti akan berakhir seperti Intan.
***
Tbc...

KAMU SEDANG MEMBACA
Vanilla (COMPLETED)
Teen FictionHamil sebelum menikah apalagi saat SMA, Vani tidak pernah merencanakannya. Terpikirkan pun tidak. Rencana untuk masa depannya sudah tersusun rapi walaupun orang tuanya yang merencanakan. Tapi sekarang ia hamil dan Alvin yang seharusnya bertanggung j...