Typo bertebaran
HappyReading ♥️
Jangan lupa vote dan komen ya"Permisi Bu, Ibu panggil saya?" Tanya Akash seraya memasuki ruangan administrasi tersebut. Baginya ruangan ini tak pernah absen dilewatkan. Selalu masalah yang sama, pembahasan yang sama dan akhir yang sama.
Bu Sri sebagai bendahara sekolah mengangguk dan mempersilahkan Akash untuk duduk. "Ibu tidak perlu berbasa-basi, dan sepertinya kamu juga tidak perlu itu." Ucap Bu Sri, lalu meletakkan pulpen yang tadi digenggamnya. Menatap Akash yang sekarang sedang menautkan jari-jarinya diatas meja. "Kapan kamu mau membayar tunggakan Akash? Ibu sudah bertanya berkali-kali, dan jawaban kamu tetap sama."
"Secepatnya Bu." Jawab Akash.
"Itu. Kamu selalu menjawab itu dari tiga bulan yang lalu. Mungkin jika kamu siswa berprestasi Ibu akan mengajukan beasiswa, tapi kamu ini siswa yang sangat tidak mematuhi aturan." Jeda sejenak, sebelum melanjutkan. "Ibu sudah mengulur waktu tiga bulan ini dan selama tiga bulan ini juga kamu belum membayarnya. Akash, kamu sudah kelas sebelas dan uang gedung pun belum kamu bayar. Ibu harus apa?"
"Maaf bu," Ucap Akash, menundukkan kepala. Akash bisa apa jika harus membayar uang sekolah ini. Sedari dulu dia juga tidak ingin melanjutkan pendidikan. Tapi, waktu itu ada seorang dermawan anonim yang katanya bisa membayar biaya sekolahnya. Karena itu dia bersekolah, apalagi neneknya juga menginginkan hal tersebut.
Tapi ternyata selama ini Akash dan neneknya dibohongi. Itu semua palsu, seorang pejabat yang saat itu mencalonkan diri menjadi seorang Bupati, sayangnya dia tidak terpilih dan belum sempat untuk membayarkan biaya sekolahnya. Pihak sekolah bahkan baru memberitahunya sekitar setengah tahun yang lalu. Lantas, bagaimana cara Akash untuk melunasinya?
"Kamu membuat Ibu tidak punya pilihan lain." Dapat dilihat sedikit penyesalan saat Bu Sri akan mengatakannya. Tapi penyesalan itu tidak membantu apa-apa. Jika memang sangat menyesal Bu Sri mungkin bisa membantu, bukan Akash menginginkan semua dilunasi olehnya, tapi bisa saja beliau dulu yang membayar baru setelah itu Akash akan membayarnya pada beliau bukan pada sekolah.
Ibu Sri ini, mungkin lumayan kaya atau memang kaya raya. Beliau Guru senior dan menjadi bendahara sekolah sudah hampir enam tahun lamanya karena dipercaya oleh kepala sekolah setiap tahunnya. Tapi tetap saja... Sekarang ini Akash hanya bisa menanti kata-kata yang sebentar lagi akan diucapkannya.
"Jika dalam bulan depan kamu tidak melunasi pembayaran tersebut. Pihak sekolah terpaksa mengeluarkan kamu."
Itu adalah perkataan Bu Sri beberapa menit yang lalu. Sekolah ini memangnya tidak mempunyai donatur? Bukan untuk siswa berprestasi tapi untuk siswa yang tidak mampu sepertinya. Akash sekarang hanya bisa pasrah dengan keadaan. Waktu untuk bersekolah hanya tinggal satu bulan dan mungkin dia akan berhenti sebelum dikeluarkan oleh pihak sekolah.
Akash berjalan untuk kembali ke rumahnya, melihat apakah neneknya sudah makan atau minum obat karena tidak ada orang lain lagi selain mereka berdua. Akash menyipitkan mata, memastikan bahwa penglihatannya tidak salah. Disana Vani sedang berjalan dengan air mata, jaraknya tidak jauh dengan Akash sehingga bisa menebak jika Vani sedang menangis. Apalagi gerak-geriknya yang sedang menghapus air mata.
Tapi, yang membuatnya heran sedang apa Vani di gang sempit itu. Karena setahunnya jalan menuju ke rumahnya bukan ke arah sana. Lalu, Akash mulai mengikuti kemana Vani pergi. Bukannya menguntit dia hanya khawatir terjadi sesuatu, apalagi ini bukan daerahnya.
Lalu, saat Vani sampai ditempat yang dituju Akash segera membulatkan matanya. Ia tahu itu tempat apa, sudah terkenal jika orang yang berada di gubuk tersebut adalah seorang dukun beranak yang kerap kali melakukan aborsi. Tapi, jangan bilang Vani...
Akash segera berlari sekuat tenaga, saat Vani akan mengetuk pintu tersebut Akash segera menarik lengannya dan membawanya menjauh dari tempat tersebut. Bersembunyi.
"Akash?" Tanya Vani kebingungan.
"Sssttt..." Ucap Akash seraya menempelkan jari telunjuk di bibirnya, lalu dia menunjuk tempat dimana Vani tadi. Disana ada beberapa polisi yang menangkap seorang nenek dan seorang cewek.
"Astaga, itu kenapa?" Tanya Vani terkejut.
"Lo mau ngapain?" Akash menjawab pertanyaan Vani dengan pertanyaan lainnya. "Ngapain lo mau ke tempat Nek Sari?" Tanya Akash lagi yang sekarang menatap Vani dengan tatapan mengintimidasi. "Jawab! Gue tau itu tempat apa."
"Bukan urusan kamu." Vani memalingkan wajah, dia mulai takut Akash mengetahui kebenarannya. Bahkan, sekarang dia gugup dan sepertinya keringat dingin mulai bercucuran. Jantungnya berdetak dengan kencang saat Akash menempelkan tangan dahinya.
"Lo masih sakit?" Tanya Akash yang Vani jawab dengan celengan kepala. Mereka keluar dari tempat persembunyian setelah semuanya pergi. "Jujur sama gue, lo mau ngapain ke sana?"
"Gak. Aku... ak-aku... Aku cuma salah alamat. Iya, salah alamat." Vani berkata gugup yang membuat Akash semakin curiga.
"Lo tahu salah alamat dari mana? Bahkan lo belum ketemu yang punya rumah." Tanya Akash seraya mengangkat sebelah alisnya.
"Kan tadi kamu yang bilang, kamu tau itu tempat apa."
"Tapi, gue belum bilang secara jelas apa yang ada di tempat itu. Itu tempat aborsi, dan tadi Nek Sari dan cewek itu pasti pelakunya."
Vani menelan salivanya dengan susah payah. Dia sekarang bahkan sudah ingin menangis karena gugup dan takut. Apakah Akash mengetahuinya? Apakah Akash akan memberitahu orang lain setelah ini? Dan, selain itu Vani harus berterima kasih pada Akash.
Vani bahkan sekarang sudah mengeluarkan air matanya. Dia menangis ketakutan. Pasalnya tidak ada yang tahu hal ini selain dia dan Alvin, yang bahkan menginginkan Vani melakukan hal yang sungguh tidak terpuji dan sungguh jahat.
"Lo nangis?" Akash dibuat bingung karena Vani yang tiba-tiba menangis. Maka dari itu, dia membawa Vani menuju tempat mie ayam Mang Rasman. Akash memesan satu mangkuk dan sebotol air mineral untuk Vani.
"Ini pesanannya." Ucap Mang Rasman setelah meletakkan satu mangkuk mie ayam dan air mineralnya. "Itu Si Neng kenapa nangis atuh Kang? Jangan galak atuh sama Pacarnya."
Akash hanya tersenyum menjawab godaan dari Mang Rasman. Setelah Mang Rasman kembali membuat pesanan untuk pembeli lain, baru Akash menatap Vani yang masih menundukkan kepalanya. Tangisnya belum reda bahkan tanpa suara. Baru Akash sedari, sebelum Vani menangis sekarang pun matanya sudah sembab, yang artinya dia sudah menangis sebelumnya.
"Makan." Ucap Akash seraya mendorong semangkuk mie beserta air mineralnya.
Vani menggeleng. Ini membuatnya semakin pusing. "Kamu janji," Kata Vani, mendongak menatap Akash yang sedang menaikkan sebelah alisnya dan mengangguk. "Jangan kasih tahu siapa-siapa tentang hal ini. Kalo gak dia bakalan marah."
"Iya."
Akash sedang membalas pesan di ponselnya saat perkataan Vani membuatnya mendongak dan terkejut.
"Aku hamil."
"Lo... Apa?" Tanya Akash menaikkan kedua alisnya, dia hanya memastikan bahwa pendengarannya tidak salah karena Vani mengucapkan hal tersebut dengan suara yang kecil. Seperi bisikan yang mungkin perlu dua atau tiga kali pengulangan.
"Aku hamil, dan dia gak mau tanggung jawab. Jadi nyuruh aku buat aborsi. Makanya kamu liat aku... tadi... Itu..."
Vani tidak bisa berkata-kata. Vani kebingungna kenapa dengan mudah bisa bercerita kepada Akssh, dan Akash tahu berat baginya untuk menceritakan hal tersebut. Apalagi pada Akash yang notabenya masih orang asing walupun mereka teman sekelas.
"Anak Alvin?" Tanya Akash dan mendapat anggukan dari Vani. "Leher lo kenapa?" Akash kembali bertanya saat melihat lehernya memerah.
"Gatel." Jawaban bodoh yang Vani ucapkan. Vani menutupi lehernya dengan menaikkan kerah seragamnya. Akash tahu Vani hanya mencoba menutupi kelakuan bejat dari sang ketua Osis yang paling disegani tersebut.
"Makan."
Akhirnya Vani menurut dan memakan mie tersebut. Dia memang lapar karena jam istirahat tadi tidak makan dan minum apapun.
***
Tbc
See you next part
KAMU SEDANG MEMBACA
Vanilla (COMPLETED)
Fiksi RemajaHamil sebelum menikah apalagi saat SMA, Vani tidak pernah merencanakannya. Terpikirkan pun tidak. Rencana untuk masa depannya sudah tersusun rapi walaupun orang tuanya yang merencanakan. Tapi sekarang ia hamil dan Alvin yang seharusnya bertanggung j...