Hari ini Vani tidak pergi ke kafe atas perintah Akash. Padahal jika seharian di rumah, Vani merasa bosan karena tidak ada kegiatan selain menonton tv. Ingin membuat kue, tidak ada bahan-bahan yang tersedia karena dia belum belanja. Jadi, yang dilakukannya sekarang adalah rebahan diatas sofa, sambil menonton tv.
Tanpa sadar Vani tertidur. Dia terlonjak kaget saat mendengar suara ketukan pintu yang amat tergesa. Vani beranjak duduk, mengumpulkan nyawanya yang belum sepenuhnya terkumpul. Lalu berjalan untuk membukakan pintu. Saat dia membuka pintu, tidak ada siapa-siapa disana. Vani menolehkan kepalanya ke kanan dan ke kiri, mencari siapa gerangan yang mengetok pintu tersebut.
Merasa hanya orang iseng, Vani memutuskan untuk masuk kembali, tapi urung dia lakukan saat melihat sebuah kotak yang tergeletak tepat di bawah kakinya. Tadinya, Vani ingin mengabaikan kotak tersebut, tapi rasa penasaran mengalahkan segalanya.
Dia membawa masuk kotak tersebut seraya duduk di sofa panjang. Seakan teringat sesuatu, Vani pergi ke kamar terlebih dahulu untuk mengambil ponsel. Dia akan mengunboxing kotak tersebut, agar ada bukti untuk berjaga-jaga dari hal yang tidak diinginkan.
Saat kamera di ponselnya dalam mode on untuk merekam. Vani mulai membuka plastik membungkusnya terlebih dahulu, lalu dia mulai membuka kotak sepuluh kali sepuluh sentimeter tersebut. Kotak pun terbuka yang di dalamnya hanya berisi potongan kertas kecil yang memenuhi kotak tersebut.
Ditumpahkannya isi kotak tersebut diatas meja, lalu tangannya mulai meraba, mencari sesuatu yang mungkin saja berada diantara potongan kertas tersebut. Dikarenakan kotaknya yang tidak besar, dan potongan kertas yang tidak terlalu banyak, Vani dengan mudah dapat menemukannya.
Vani mengamati benda tersebut seraya mengerutkan kening. "Flashdisk?" Gumamnya.
Lagi. Vani pergi ke kamar, tak lupa dia juga mematikan kamera dan membawa serta ponselnya tersebut. Diatas meja yang berada tepat di sebelah kiri ranjang, Vani mulai menyalakan laptop yang berada tepat diatasnya.
Dia mulai memasukkan Flashdisk tersebut. Dan hanya ada satu berkas di dalamnya. Dengan tulisan "Vanilla" didalamnya terdapat dua buah video yang harus ditonton berdasarkan nama yang tertera disana. Pertama Vani membuka sebuah video yang bertuliskan "satu".
Awalnya tidak ada yang aneh dengan isi video tersebut. Hanya menampakkan sebuah ruangan yang Vani tebak adalah kamar mandi, dan keanehan tersebut mulai Vani rasakan saat dia tahu dimana kamar mandi tersebut berada. Itu adalah kamar mandi di kamarnya, dirumah orang tuanya.
Lalu, suara pintu yang terbuka membuat Vani lebih teliti lagi memperhatikan video tersebut. Disana masuk seseorang perempuan dengan rambut panjangnya yang tergerai. Itu dia. Perempuan itu dia.
Jantungnya mulai berdetak tidak karuan saat, dia yang berada di video tersebut mulai melepaskan semua pakaiannya dan berdiri dibawah shower yang menyala. Menampilkan dia yang tidak mengenakan pakaian sama sekali. Mulai dari memakai sabun, membilas tubuhnya sampai dengan mengambil handuk dan kemudian keluar dari sana. Selama menonton video tersebut, Vani dilanda takut. Tanpa sadar bahkan sudah menangis, dengan nafas memburu. Tubuhnya bergetar, teringat ancaman yang selalu Alvin lontarkan padanya.
Video pertama berakhir saat kegiatan mandi tersebut selesai. Lalu, jemarinya mulai mengklik video kedua. Di video nomer dua tidak ada apa-apa selain gelap yang berdurasi lebih dari tiga puluh detik. Tadinya, Vani akan langsung mematikannya, sampai suara seseorang yang dia kenal membuat jantungnya kembali berdetak lebih kencang dari biasanya.
"Hai sayang. Long time no see."
Vani kenal suara tersebut. Itu adalah suara Alvin. Iya, Vani tidak salah dengar. Dia mengingat dan mengenali suara tersebut. Suara Alvin. Lalu video berakhir begitu saja.
Vani menatap kosong kedepan. Dia tidak tahu seberapa lama memikirkan hal tersebut, saat lagi-lagi suara bel pintu berbunyi. Vani menghapus air matanya dan mencabut Flashdisk dan mematikan laptop sebelum berjalan ke arah pintu utama, terlebih dahulu, Vani mengintip lewat jendela. Bukan seperti tadi yang tidak ada siapa-siapa, sekarang disana ada Akash yang keadaannya membuat Vani mengerutkan keningnya.
Dengan tergesa dia membuka pintu. Seketika panik menghampiri saat melihat wajah penuh luka Akash. Lebam dimana-mana, sudut pipi sebelah kiri bahkan sampai robek dan mengeluarkan darah, tak hanya itu Vani meringis ngilu saat melihat dari sebelah kanannya yang juga mengeluarkan darah. Lalu, tangannya juga memegang perutnya sambil meringis sakit.
"Akash, kamu kenapa?" Vani bertanya khawatir, tapi Akash tidak menjawab dan Vani membawa Akash masuk dan mendudukkannya diatas sofa, sementara dia mulai mencari kotak P3K yang tersimpan didalam lagi yang berada di kamar.
Vani duduk dihadapan Akash dan mulai mengobati luka-luka tersebut. "Aw, pelan-pelan Van," Akash meringis pelan saat Vani tidak fokus mengobati luka tersebut.
"Maaf,"
Vani kembali mengobati Akash, dia merasa ngilu saat melihat dahi Akash. "Kita ke rumah sakit aja ya?" Usul Vani yang mendapatkan gelengan dari Akash. "Tapi, aku gak yakin cara aku buat obatin luka kamu."
"Gak apa-apa. Ini udah cukup, aku cuma tinggal istirahat aja,"
Sebagai sentuhan akhir, Vani menempelkan plester di dahi Akash. Lalu, saat Vani meletakkan kembali kotak obat, dan kembali ke ruang tv, disana Akash sedang tertidur.
Tadinya dia ingin membangunkannya, tapi melihat wajah penuh luka Akash yang menampilkan raut lelah, Vani kembali ke kamar untuk mengambil selimut dan memakaikannya pada Akash.
Vani ikut duduk bersimpuh di lantai, dia mengamati wajah Akash, membawa jari telunjuknya untuk menelusuri alis tebal yang hampir menyatu tersebut, lalu pada hidung mancungnya yang membuat Vani selalu gemas ingin mencubitnya, dan terakhir pada bibir tebal tersebut.
Vani merebahkan kepalanya dengan tangan kiri sebagai bantalan. Dia mengelus pipi Akash yang penuh lebam dan memajukan wajahnya, tanpa sadar mencium pipi sebelah kiri Akash. Dan, dia dibuat terkejut saat Akash membuka matanya. Seperkian detik, mereka saling menatap sebelum Vani yang terlebih dahulu memutuskan kontak tersebut.
Vani gelagapan sendiri saat di tatap sedemikian rupa oleh Akash tanpa berkedip. Dia bahkan hanya bisa mengerjapkan matanya polos saat Akash merubah posisi berbaring menjadi menghadapinya. Dia tidak tahu apa yang membuatnya begitu spontan mendaratkan bibirnya di pipi Akash.
Vani tidal tahu, dia tidak sadar tapi, entah dorongan dari mana dia memang ingin melakukan hal tersebut. Lalu, saat Vani yang salah tingkah akan beranjak pergi, tangan Akash menahannya. "Mau kemana?" Pertanyaan sederhana yang Akash lontarkan pun, dia gelagapan untuk menjawabnya.
"Ah, itu... aku..."
"Kesini," Akash menarik Vani ekbuh dekat. "Duduk," Dan Vani mengikuti perintah Akash, lalu tanpa di duga, Akash merebahkan kepalanya pada pangkuan Vani. "Elus-elus rambut aku, aku mainin alis kayak tadi juga gak apa-apa. Aku jadi ngantuk." Akash berucap sambil membawa tangan kanan Vani ke atas kepalanya.
Seperti keinginan Akash dan keinginnya juga, Vani mulai mengelus rambut Akash dengan lembut, lalu dia juga dengan gemas memainkan hidung dan alis tebal milik pria yang terbaring diatas pangkuannya. Biarkan seperti ini, biarkan Vani melupakan tentang video tadi yang membuatnya begitu takut dan gemetaran. Setidaknya, Vani akan melupakan hal tersebut barang sekejap.
***
Tbc...
KAMU SEDANG MEMBACA
Vanilla (COMPLETED)
Teen FictionHamil sebelum menikah apalagi saat SMA, Vani tidak pernah merencanakannya. Terpikirkan pun tidak. Rencana untuk masa depannya sudah tersusun rapi walaupun orang tuanya yang merencanakan. Tapi sekarang ia hamil dan Alvin yang seharusnya bertanggung j...