Bagian Dua Puluh Sembilan || Mengunjungi 'Rumah Ternyaman'

34 7 0
                                    

"Kamu yakin mau kembali?"

Sahara menoleh, dibelakangnya sudah ada Sagara seraya bersidekap dada. Tatapan kakak laki-lakinya itu menyiratkan ketidak-relaan melepaskan Sahara kembali ke Indonesia.

Ya. Hari ini, tepat empat tahun ia berada London. Dan tepat hari ini pula Sahara memutuskan kembali ke Indonesia. Tinggal satu tahun lagi masa kontraknya dengan rumah sakit di London selesai, namun Sahara memutuskan meneruskannya di Indonesia setelah berfikir panjang.

Sahara memang sudah mulai memikirkan masa depannya dari dua tahun lalu. Dari situlah ia mengajukan kontrak kerja kepada pihak rumah sakit tempatnya bekerja.

Segala hal sudah ia lakukan untuk menyempurnakan pekerjaannya. Sahara sudah mulai mendapatkan gelar yang ia inginkan. Kini tinggal keputusannya terhadap seseorang lah yang harus Sahara perjelas.

Keputusannya sudah bulat. Sahara akan membayar kompensasi atas pemutusan kontrak kerja secara sepihak. Ia akan meluruskan status antara dirinya dan Aeros. Siap ataupun tidak, keputusan itu memanglah yang diinginkan hatinya.

"Iya," Jawabnya kemudian kembali menatap ke depan.

Sagara mengerenyit. Nada bicara Sahara terdengar ragu. Dengan perlahan, kaki jenjangnya melangkah mendekati Sahara yang sedang duduk menghadap balkon.

"Tetap disini kalau masih ragu. Jangan pergi hanya karena merasa bersalah sama seseorang, Ra."

Sahara tersenyum tipis. Matanya menerawang ke arah langit luas di luar jendela balkonnya. "Aku udah ingkar dari janji yang ditentukan. Seharusnya aku nemuin Kak Eros tahun lalu. Tapi aku menghindar dan malah mengikat kontrak dengan rumah sakit, berpura-pura mencari kesibukan agar mempunyai lebih banyak waktu berpikir. Seharusnya aku enggak menghindar, aku- "

"- Ssstt! Itu hak kamu. Jangan menyiksa diri sendiri. Lakuin apapun yang kamu mau, jangan pikirin resikonya, biar semuanya aku yang tanggung." Ujar Sagara lantas menarik Sahara kedalam pelukannya.

Sahara mencengkram kemeja belakang Sagara. Kakaknya itu terlalu baik. Ia bahkan tidak bisa membayangkan kalau suatu hari Sagara menemukan cinta sejatinya dan mulai berhenti memprioritaskan dirinya. Akankah Sahara rela?

"Tunggu satu tahun. Kamu gak bakal sendiri lagi disana, aku bakal ikut pindah ke Indonesia."

Sahara melepaskan pelukannya. Matanya menyorot teduh pada Sagara. "Enggak perlu sampai segitunya. Aku tetep pergi besok. Kamu selesaikan urusan di London, baru boleh nyusul ke indo. Ngerti?"

Sagara terkekeh kecil. Adik kembarnya ternyata sudah dewasa. Sejak kecil ia yang menjaga Sahara, memenuhi segala keinginannya sampai Angelo datang dan meringankan posisinya. Sagara sendiri tidak merasa tergantikan. Justru karena adanya Angelo dia jadi bisa lebih santai mengontrol kehidupan adiknya dari jauh.

Tapi setelah kepergian Angelo, Sagara merasa enggan menaruh percaya pada seseorang lagi. Dia ingin menjaga adiknya sendiri, tanpa bantuan orang lain dulu. Setidaknya sampai luka di hati adiknya sembuh.

Sagara sendiri tidak pernah menyuruh Sahara agar menerima Aeros, tidak. Dia menyerahkan segala keputusan pada Sahara. Karena Sagara percaya, Sahara pasti sudah memikirkan segala sesuatunya dengan matang jika ingin mengambil keputusan.

"Ngerti. Bawa bibi sama kamu, biar di perjalanan ada yang jagain kamu." Titah Sagara yang langsung diangguki Sahara.

"Ya udah, aku pergi dulu. Ada yang harus di urus, besok aku yang antar ke bandara."

"Iya."

•••

Sahara merebahkan tubuhnya di atas kasur empuk miliknya. Besok ia sudah tidak lagi di rumah ini, jadi semalam ini akan Sahara puas-puaskan rebahan, mengingat setiap sudut kamar yang sengaja di desain oleh Sagara untuknya.

Winter for Sahara | Lee Jeno [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang