Bagian 27

1.8K 160 3
                                    

🌸|Mohon Beri Vote|🌸

Rumah besar Pak Ridwan yang biasanya tampak sepi kini terlihat ramai. May sendiri tampak tersenyum lebar sedari tadi pagi. Bagaimana ia tak bahagia jika Tuhan mengabulkan doanya.

Benar. May positif hamil setelah ia dan Ardi menanti hampir dua tahun pernikahan mereka. Tentu saja, kabar bahagia itu tak hanya untuk mereka, tapi juga menjadi kebahagian bagi keluarga besar mereka. Terlebih Pak Ridwan.

Ayah mertuanya tersebut bahkan akan membagikan 300 box nasi kuning beserta lauknya sebagai wujud rasa syukurnya. Rencananya, nasi kuning akan dibagikan pada pekerjanya, tetangga sekitar rumahnya serta tetangga rumah besan. Tentu tak tertinggal keluarga Pakdhe Darman yang berada di kampung sebelah.

Untuk itulah, hari ini keluarga May berkumpul di sini. Ibu dan Mbak Ismi bersikeras akan membantu Bu Yuni memasaknya. Meski Pak Ridwan sempat melarang.

"Tante mau punya adik bayi, ya." Emma datang saat May lagi packing nasi kuning bersama ibunya, Mbak Ismi serta Bu Yuni.

May mengangguk. "Kata siapa?" tanyanya heran. Menurutnya, Emma masih terlalu kecil untuk mengerti berita kehamilannya.

"Om Ardi. Katanya Tante sama Om akan punya adik bayi," jelas si kecil itu.

"Loh! Emma ndak senang?" Ismi heran melihat wajah cemberut Emma. Setahunya, Emma sangat suka dengan yang namanya adik bayi.

"Nanti kalau Om Ardi punya adik bayi, Om ndak akan sayang lagi sama Emma." Cemburu kasih sayang Om kesayangan akan terbagi.

"Ya ndak lah, Em. Om Ardi pasti juga masih sayang sama kamu." Sang ibu membesarkan hati anaknya.

"Sana! kamu main sama om Ardi. Sebelum adik bayinya lahir, puas - puasin main sama Om." Bu Sri ikut nimbrung.

Langsung saja, Emma berlari - lari kecil menghampiri Om kesayangan di teras depan, sedang asyik mengobrol bareng ayahnya, Om Zaki dan kakek Ridwan.

"May jaga kandungan kamu ya! Kalau ada apa - apa langsung kasih tahu ibu." Ibu terlihat cemas. Ia tak ingin terjadi sesuatu dengan kandungan May. Sebab, bayi itu sudah ditunggu - tunggu sejak lama oleh semua orang.

"Bu Sri tenang saja, di sini kan ada saya yang akan ingatkan May agar berhati - hati." Bu Yuni menimpali. Ia sudah paham kelakuan ceroboh menantu majikannya tersebut.

"Terima kasih ya, Bu Yuni."

"Ndak usah berterima kasih, Bu. Seperti Pak Ridwan yang menganggap Zaki seperti anaknya sendiri, begitu pun saya menganggap May dan Ardi." Bu Yuni tersenyum keibuan.

Ibu lega. Betapa beruntungnya anaknya dikelilingi oleh orang - orang baik.

"May, itu si Lia masih gangguin kamu?" Mbak Ismi bertanya. Omongan Lia di warung tempo dulu sudah diadukan ibu - ibu padanya. Sejak saat itu, ia tahu Lia sering sekali menganggu adik iparnya dengan omongannya yang pedas.

May menggeleng. "Kalau godain Ardi? Masih?" Seingat Mbak Ismi, suaminya sering cerita tentang kelakuan Lia terhadap Ardi. Seperti cacing kepanasan, kata Mas Anwar. Ismi jadi cekikikan mengingat ekspresi menggelikan Anwar saat mengatakannya.

"Ada yang lucu, Is?" Ibu bertanya pada menantunya.

"Ndak Bu, cuma ingat Mas Anwar saja." Ibu menggeleng - geleng. Disangkanya Ismi tak fokus karena membayangkan Anwar saat membicarakan Ardi. "Benar apa kata Mbakmu, May?" Beralih pada May. Ia tak tahu menahu cerita tersebut.

"Benar itu, Bu. Si Lia itu jadi perempuan ndak tahu malu, godain suami orang." Bu Yuni tampak kesal.

Mata ibu terbelalak. Kaget mendengar menantunya digoda gadis lain. Ia percaya pada Ardi. Namun, jika terus dibiarkan bisa bahaya juga untuk kelangsungan rumah tangga anaknya.

Selimut  Cinta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang