Bagian 26

1.8K 159 0
                                    

Maafkan aku yang sempat Hiatus.

Ada alasan yang tidak bisa aku jelaskan di sini.

Buat yang masih sabar menanti, aku ucapkan banyak terima kasih.

🌸|Mohon Beri Vote|🌸

May yang dibonceng Ardi ke rumah ibu meminta turun di sebuah warung yang terletak beberapa meter dari rumah ibu. Ia ingin membeli ayam yang akan dirinya masak nanti bersama Mbak Ismi.

Hari ini, Mbak Ismi berjanji akan mengajarinya memasak ayam rica - rica. Jadi, May harus membeli bahan - bahannya. Tak enak kan, jika ia datang dengan tangan kosong. Sementara, dirinya yang ingin belajar memasak olahan ayam tersebut.

"Eh, Mbak May! Pagi - pagi sudah datang ke sini. Mau cari apa?" tanya pemilik warung ramah.

"Mau cari ayam, Bu, ada?"

"Ada. Mau berapa kilo?"

"Satu kilo aja, Bu."

"Mau masak apa, Mbak?" tanya salah satu ibu - ibu pembeli berdaster coklat yang menenteng sawi di tangannya.

Memang di jam seperti ini, warung milik Bu Wiwid sedang ramai oleh pembeli. Sebab, hanya warung ini satu - satunya warung yang menjual bahan - bahan masakan di kampung ini.

"Mau buat ayam rica - rica, Bu," jawab May sambil tersenyum. "Bu Wiwid, tadi Mbak Ismi sudah kesini?" Ia beralih kembali ke pemilik warung.

Bu Wiwid mengangguk. "Sudah, Mbak. Seperti biasa, habis subuh tadi."

May manggut - manggut. Ia sudah tahu kebiasaan Mbak Ismi yang berbelanja sepagi itu karena takut bahan yang kakak iparnya itu cari sudah habis jika wanita itu kesiangan. Makanya, Mbak Ismi langsung berbelanja setelah Bu Wiwid dari pasar.

"Ndak sekalian sama cabenya, Mbak?"

"Lha Bu Wiwid bagaimana sih? masak Mbak May beli cabe, kan di kebunnya banyak," celetuk ibu berdaster batik. Disusul suara tawa ibu - ibu yang lain. May hanya tersenyum malu.

"Bu, ikan bandengnya ada?"

Suara yang sangat May kenal menyeruak. Ia mendengkus sebal. Sepagi ini sudah bertemu dengan Lia, membuat moodnya buruk saja.

May tahu Lia sering sekali mendekati Ardi. Jika bukan untuk menggoda suaminya itu, maka untuk apalagi? Dasar wanita tak tahu malu.

"Eh, ada May di sini," ucap gadis berambut sepinggang itu setengah mengejek.

May memilih tak menanggapi. Lia tak buta sampai tak bisa melihatnya yang segede ini berdiri di sisinya.

"Apa kabar May?"

"Baik," jawab May singkat.

"Syukur deh! Aku pikir kamu kurang sehat, soalnya sampai sekarang belum hamil juga," kata Lia perhatian. Namun, ada nada sindiran yang tertangkap jelas.

May berdecak. Tahu jika Lia sedang ingin cari masalah dengannya. "Sepertinya itu bukan urusan kamu," ketusnya.

Suasana berubah memanas. Ibu - ibu tak ada yang berani bersuara melihat ketegangan di antara dua perempuan tersebut. Mereka tahu, kehamilan merupakan masalah sensitif bagi pasangan yang belum memiliki momongan.

Lia terlalu berani menyinggung persoalan yang bukan ranahnya. Mungkin seperti itu pikiran para ibu - ibu di sini.

"Kamu kan sahabatku, jadi aku ikut kepikiran aja. Mungkin karena kamu terlalu gemuk makanya susah buat hamil. Saranku kamu diet lah May."

"Jangan sembarangan kamu! Ndak ada hubungannya gemuk sama kehamilan Lia. Saya lebih gemuk dari Mbak May saja juga bisa hamil kok," bela salah satu ibu sewot. Tampaknya ia cukup tersinggung dengan omongan putri Tarno itu. 

Selimut  Cinta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang