🌸|Mohon Beri Vote|🌸
May mendekati Ardi. Ia ikut duduk di atas bebatuan pinggir sungai dekat lelaki yang beberapa bulan lagi menjadi suaminya. Ia memilih diam, membiarkan Ardi tenang. Ia hanya ingin Ardi tahu bahwa May akan selalu ada untuknya.
Tadi kakaknya berkata agar ia membiarkan Ardi sendiri dulu, tapi May yang keburu khawatir tak menggubris Anwar. Setidaknya, ia tahu Ardi baik - baik saja.
May tak tega melihat Ardi yang berlari tak terkendali. Gadis itu tahu, kenyataan ini berat untuk Ardi. Meski, ia tak pernah berada diposisinya.
May juga tak tega melihat wajah kuyu serta langkah gontai Pak Ridwan saat pamit pulang. Pasti, Pak Ridwan berpikir bahwa Ardi tak bisa menerimanya.
May sendiri tak tahu apa yang tengah dipikirkan Ardi. Mungkin lelaki itu terlalu syok bertemu ayah yang selama ini tak pernah ia kenal. Ayah yang membuatnya ikut menerima kebencian sang ibu.
Ardi sendiri bukannya tak sadar May duduk di dekatnya. Namun, ia memilih diam. Biarlah May mengetahui bahwa ia tak sekuat itu. Ardi juga seorang anak yang rapuh.
Selama ini, ia hanya berusaha tampak kuat. Ia berusaha tegar. Sekalipun, ia tahu ibu kandungnya tak pernah menginginkan kehadirannya. Namun, saat ia mendengar sendiri betapa ibu tak mengarapkannya sejak dari janin, Ardi merasa dadanya semakin sesak.
Menghapus air matanya, Ardi mendongak. Ia memandang May yang melihat ke arah lain. Mungkin, calon istrinya itu tak ingin membuatnya malu.
Ardi baru sadar, sekarang ia sudah mempunyai May dalam hidupnya. Tempat ia bersandar. Ardi yakin May akan menggandeng tangannya dalam kondisi apa pun.
"Apa yang harus Mas lakukan, May?" tanyanya syarat kebingungan.
"May mau cerita, Mas dengerin ya!"
Ardi memandang May dengan heran. Bukannya menjawab pertanyaannya, May malah ingin bercerita. Namun, Ardi memilih untuk diam.
"Dulu, May marah sama ayah saat ayah pamitan mau ke kota." May memulai. Lalu, ia diam untuk menarik napas.
Sebenarnya, ia berat menceritakan semua. Namun, May juga ingin terbuka dengan Ardi. Sebab, Ardi sendiri pun sudah mau terbuka dengannya, bahkan keluarganya.
"May marah karena ayah ndak akan lihat May menari di sekolah. Ayah terus membujuk dan memeluk May, tapi May ndak peduli. May terus mendiamkan ayah sampai ayah pergi, dan Ndak pernah kembali." May tersenyum kecut. Sungguh, ia sangat menyesali sikapnya saat itu.
Ardi terkejut. Ia belum tahu penyebab ayah May dan Anwar meninggal selama di sini.
"Ayah meninggal kecelakaan dalam perjalanan pulang dari kota. Beliau buru - buru ingin pulang karena May yang ngambek. Saat itu May ndak tau kalau itu pelukan ayah yang terakhir," lanjut May dengan pandangan kosong.
"Kalau May tahu, May ndak akan pernah mendiamkan ayah. May sangat menyesal sampai sekarang, Mas." Mata May berkaca - kaca. Ia sudah mencoba tegar seperti Ardi saat menceritakan hidupnya, tapi May tak bisa.
Jika mengingat kematian ayahnya, May selalu menyalahkan dirinya sendiri. Bagi May, ia lah penyebab ayahnya pergi. Ia juga penyebab ibunya bersedih sekaligus membuat Anwar harus bekerja keras menjadi tulang punggung keluarga.
Sejak saat itu, May yang ceria berubah jadi anak pendiam. Sampai - sampai membuat ibu serta kakaknya cemas. Keluarganya selalu berusaha meyakinkan May bahwa semua bukan salahnya. Namun, itu sudah takdir.
May tak mau membebani ibu serta Anwar. Ia berusaha untuk terlihat ceria di depan mereka. Meski, terkadang May akan menangis diam - diam pada malam hari saat ia merindukan sang ayah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Selimut Cinta
General Fiction(FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA) Ardi tahu hidupnya akan semakin sulit saat ia memutuskan pergi dari rumah. Namun, memilih tetap tinggal di rumah pun bukan keputusan yang benar menurutnya. Lalu, takdir mempertemukannya dengan Samayra. Gadis muda yang t...