Bagian 31

1.8K 174 2
                                    

🌸|Mohon Beri Vote|🌸

Pak Ridwan masih sibuk meneliti berkas keuangan dari bisnisnya selama sebulan ini. Ia bersyukur, sejauh ini dirinya tak mendapatkan kerugian yang berarti. Hanya kerugian kecil yang cukup lumrah akibat naik turunnya harga sayuran di pasaran. Pria itu tak sendiri karena semua yang menggeluti bisnis sepertinya dan para petani juga ikut merasakan.

Telinganya yang masih tajam mendengar suara ketukan pelan, disusul kepala anak lelakinya yang menyembul dari luar. "Masuk!" perintahnya.

Ardi berjalan mendekat dan langsung duduk di kursi depan meja kerja ayahnya tanpa diperintah. Suami May itu diam, tak ingin menganggu konsentrasi ayahnya. Ia memilih menunggu ayahnya yang masih terlihat sibuk.

Melihat dari gelagat anaknya, Pak Ridwan tahu ada yang ingin dibicarakan atau bahkan diminta oleh Ardi. "Ada apa?" tanyanya seraya menutup berkas. Ia melipat di atas meja. Pria tua itu memusatkan perhatian pada sang anak yang duduk gelisah di depannya.

"Aku mau bicara sesuatu sama ayah. Ini penting," jawab Ardi dengan menunduk. Ia tak berani melihat wajah ayahnya.

"Tentang?"

"Bunda."

Lalu, Ardi menceritakan pertemuannya dengan keluarga ibunya beberapa hari yang lalu, saat ia ikut Anwar menjual hasil panen ke pasar kota. Ia juga menceritakan kehidupan sulit mereka saat ini agar ayahnya tak salah paham.

Pak Ridwan diam mendengarkan cerita putranya dengan serius. Bohong jika ia tak peduli dengan Lastri. Nyatanya, masih ada sakit di hatinya mendengar kesulitan mantan istrinya. Biar bagaimanapun juga, Lastri merupakan wanita yang pernah pria itu cintai dan ibu dari putranya.

Pak Ridwan tak pernah membenci Lastri. Ia malah selalu mendoakan kebahagiannya. Pria itu pernah begitu berdosa pada wanita itu. Jika bisa, sungguh ia ingin menebus segala kesalahannya di masa lalu.

"Lalu, apa yang mau kamu lakukan?" tanyanya sesaat setelah Ardi menyelesaikan ceritanya. Putranya yang baik hati tak mungkin membiarkan keluarganya yang lain dalam kesulitan.

"Rencananya Ardi mau bawa mereka pindah ke kampung ini. Nanti mereka bisa tinggal di rumah almarhumah nenek May. Aku udah minta ijin sama May," jelas Ardi.

"Apa ibumu mau? Di sini ada ayah," kata Pak Ridwan ragu.

Lastri pasti menolaknya, mengingat Pak Ridwan akan berada dalam satu desa dengan wanita itu. Penolakan itu pasti akan melukai hati anaknya.

"Ardi bisa minta Bastian atau ayah buat bujuk bunda. Bunda pasti mau kalau ayah dan Bastian setuju. Nanti Bastian bisa kerja sama Mas Anwar."

"Ayah pikir itu rencana yang bagus juga. Di sana kan mereka tidak punya siapa - siapa. Sedangkan di sini ada kamu yang bisa mengawasi mereka."

Ardi memandang ayahnya tak percaya. Ia pikir akan sulit meminta ijin. Namun, ayahnya malah setuju dengan rencananya. "Ayah ijinin Ardi bawa mereka ke sini?" pekiknya.

Pak Ridwan mengernyit. "Ayah bukan kepala desa yang bisa larang orang buat tinggal di sini," ucapnya sebal.

Ardi mengulum senyum. "Ya, Ardi pikir ayah akan keberatan, secara ayah sama bunda kan ada masalah," terangnya.

"Ibumu yang punya masalah sama ayah. Bukan ayah. Lagian ayah tahu kamu pasti akan tenang, ndak kepikiran lagi kalau mereka tinggal di sini."

May benar, ayahnya tak akan menolak keinginannya. Ayahnya selalu mengerti dirinya. "Maaf kalau Ardi lancang, apa ayah nggak dendam sama bunda?"

Ibu memilih pergi meninggalkan ayah di saat ayah sudah melakukan yang terbaik bagi ibu. Pasti ada sakit hati atau bahkan dendam. Meski ayah sangat mencintai wanitanya.

Selimut  Cinta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang