Bagian 37 (Tamat)

5.2K 238 10
                                    

🌸|Mohon Beri Vote|🌸

Usia kehamilan May sudah tua. HPL - nya pun sudah semakin dekat. Untuk itulah Bu Lastri sering datang menemani May ke rumah Pak Ridwan. Jika di rumahnya ada Bu Lastri, Pak Ridwan memilih ke kebunnya bersama Zaki dan Ardi sebagai tanda menghormati Pak Herman. Ia tak akan seatap dengan mantan istrinya itu tanpa suami wanita itu.

"Bun! Bunda! Bu Yuni!" May setengah berteriak memanggil kedua wanita dewasa yang ada di rumahnya.

Ia sedang santai menonton televisi saat merasakan perutnya mulas. Sebenarnya, May sudah merasakannya sejak subuh tadi, hanya saja rasanya tak sesakit ini. Perempuan itu jadi panik, berpikir mungkin saja ia akan melahirkan.

"Kenapa, May?" Bu Lastri berjalan dari arah dapur. Ia mendekati menantunya yang wajahnya sudah pucat.

"Ya Allah. Kamu kenapa, May. Perutnya sakit?" tanyanya panik. May mengangguk sambil meringis.

"Tenang, Bu. Jangan ikut panik! Ibu telpon Ardi, biar saya yang ambil tasnya."

Bu Yuni yang mendengar jeritan panik Bu Lastri segera bertindak. Ibu Zaki itu berlari ke kamar Ardi untuk mengambil tas perlengkapan bayi yang sudah disiapkan calon orang tua baru itu jauh - jauh hari.

Setelah selesai menelpon Ardi, Bu Lastri merangkul May agar menantunya tenang. "Sabar ya, sayang. Bunda sudah telpon Ardi. Sebentar lagi dia pulang." Ia tak tega melihat May yang meringis kesakitan.

May mengangguk. "Ini sakit banget, Bun," adunya setengah menangis.

"Iya. Iya. Sabar ya, Nak."

Selang beberapa menit, suara langkah kaki terdengar. Ardi berlari diikuti Pak Ridwan. Wajah mereka terlihat panik sama seperti Bu Lastri.

"Mas Ardi, sakit," rengek May manja.

"Ayo kita ke rumah sakit!"

Ardi dan Bu Lastri menuntun May ke depan rumah. Di belakangnya Pak Ridwan mengekori bersama Bu Yuni yang membawa tas bayi. Sampai di depan, mobil sudah disiapkan oleh Zaki.

Lalu, mobil yang disupiri Zaki melaju kencang ke sebuah rumah sakit swasta terdekat. Di sepanjang perjalanan, hanya terdengar suara jeritan May yang kesakitan. Sementara, tak ada suara lainnya kecuali Ardi yang menenangkan sang istri.

Sampai di rumah sakit, May langsung diperiksa oleh dokter kandungan yang selama kehamilan memeriksa dirinya. Dokter wanita paruh baya itu mengatakan bahwa pembukaannya sudah lengkap. Jadi, May segera dipindahkan ke ruang bersalin. Ardi yang dari awal sudah berniat menemani, ikut ke dalam ruangan. Meninggalkan wajah - wajah panik orang yang berada di luar.

"Tenang saja, Pak. Semuanya pasti baik - baik saja," kata Bu Yuni menenangkan calon kakek yang tampak tegang.

"Apa bisa May melewati rasa sakit itu? Dia kan manja," ucap Pak Ridwan khawatir.

Bu Lastri tersenyum mendengarnya. Di balik sikapnya yang berusaha tenang, mantan suaminya itu ternyata sedang mencemaskan menantu tersayangnya.

"May kuat, Pak. Dia ndak selemah itu. Jadi bapak tenang saja. Kita hanya perlu berdoa."

Akhirnya Pak Ridwan mengangguk pasrah. Benar memang. Ia tak bisa melakukan apa - apa untuk menantunya itu selain berdoa.

• • • • •

"Duh! Si Dedek mirip banget sih sama ayahnya," komentar seorang lelaki muda yang mendapat predikat sebagai Om baru.

Bastian sudah dibuat terpesona oleh bayi mungil milik kakaknya. Meski masih bayi, tapi anak May itu tak dapat diragukan lagi ketampanannya mirip ayah dan kakeknya. Tadi, Bastian dan ayah Herman datang bersama Anwar dan Bu Sri setelah May melahirkan. Sedangkan, Ismi tak bisa ikut ke rumah sakit. Istri Anwar itu sedang menjaga Emma yang tak enak badan di rumah. Sekarang mereka semua berkumpul di ruang perawatan May.

Selimut  Cinta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang