Bagian 34

1.9K 177 0
                                    

🌸|Mohon Beri Vote|🌸

Ibu keluar dari kamar seusai menjalankan ibadah salat asar. Wanita itu tersenyum melihat ketiga pria yang sedang mengobrol akrab di depan televisi. Ia menghampiri mereka dan duduk lesehan di samping ayah.

"Sudah lama, Di?" tanya ibu setelah Ardi mencium tangannya.

"Barusan aja, Bun," jawab anak sulungnya itu.

Ibu beralih melihat Bastian yang asyik memakan kripik pisang pemberian May. "Bas! Beliin Bunda kue atau buah sana!" perintahnya.

Kening Bastian mengernyit. "Buat apaan, Bun?" tanyanya penasaran.

"Buat nanti dibawa ke rumah ibunya Mbak May," jawab ibu singkat.

"Nggak usah bawa apa - apa, Bun. Ibu pasti juga mengerti," sahut Ardi.

"Ya nggak bisa lah, Di. Masak bertamu dengan tangan kosong. Sungkan lah, Bunda."

"Benar kata Bunda. Lagi pula keluarga May sudah baik sama kami. Setidaknya, bawa seadanya saja," sela ayah. "Sudah sana kamu pergi, Bas." Ia ikut memberi perintah pada sang anak bungsu.

"Pergi ke mana, Yah? Bastian kan belum tahu jalanan di sini. Yang ada nanti malah kesasar."

"Sama Mas, Bas. Mas anterin," ucap kakak Bastian itu.

"Lho, katanya kamu mau jemput May di rumah ibunya?"

"Nggak papa, Yah. Sebentar doang ini. Daripada Bastian nyasar, nanti Ardi juga yang repot," jelas Ardi seraya tersenyum lebar.

"Bentar, Mas. Aku ganti baju dulu." Bastian langsung melesat ke dalam kamar.

"Nanti berangkat jam berapa ke rumah May, Bun?" Ardi meraih toples keripik pisang yang sejak tadi berada di bawah kendali Bastian.

"Setelah salat isya," jawab ayah yang diikuti anggukan ibu.

"Pulangnya jangan terlalu malam ya, Yah. Soalnya jam sembilan sudah termasuk malam buat bertamu di sini," pinta suami May itu.

Bunda dan ayah mengangguk berbarengan. Mereka mengerti aturan setiap daerah berbeda. Jika tinggal di suatu tempat, pasti akan mengikuti aturan yang berlaku di daerah tersebut.

Bastian keluar dari kamar tak lama kemudian. Bergegas, kakak beradik itu pamit untuk mencari buah tangan yang akan dibawa ke rumah May dengan mengendarai motor Ardi.

"Jangan lama - lama! Langsung pulang kalau sudah dapat. Mas Ardi mau jemput Mbak May, kamu jangan minta jalan - jalan dulu, Bas! Nanti saja kalau Mas Ardi longgar," pesan sang ayah.

Bastian cemberut. Niatnya ingin jalan - jalan hilang sudah. Akhirnya, ia hanya mengangguk pasrah.

• • • • •

Ibu May yang sedang santai menonton acara dangdut di televisi sambil mengemil rengginang, dikejutkan dengan suara ketukan pintu. Melirik ke arah pintu kamar Ismi, ia tahu menantunya itu masih salat isya. Wanita paruh baya itu juga tak bisa menyuruh Emma yang berada tak jauh darinya. Cucunya itu sedang bermain boneka, bisa mengamuk Emma jika ia ganggu.

Akhirnya, mau tak mau, Bu Sri harus melangkah untuk membuka pintu. Sepasang pria dan wanita paruh baya serta seorang pemuda berdiri di depan pintu rumahnya saat ibu Anwar itu membukanya.

"Assalamu'alaikum." Si wanita mengucap salam.

"Wa'alaikumsalam. Maaf, siapa ya?" tanya Bu Sri kebingungan. Pasalnya, mereka seperti bukan orang kampung ini. Sebab, ia sudah mengenal hampir seluruh warga kampung. Maklum, Bu yang sebatang kara tak pernah meninggalkan kampung ini sejak menikah dengan ayah yang asli orang sini.

Selimut  Cinta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang