🌸|Mohon Beri Vote|🌸
"Aku nggak nyangka Mas Ardi sehebat ini." Bastian berdecak kagum melihat kemampuan main catur Ardi. Ia yang belum pernah dikalahkan oleh siapa pun sebelumnya, sore ini harus menerima kekalahannya saat main bersama sang kakak.
Sekarang mereka sedang mengulang permainan karena Bastian tak terima dikalahkan Ardi semudah itu. Sungguh, jika dari dulu ia tahu Ardi sehebat ini, ia akan belajar trik - trik bermain catur dari kakaknya. Pemuda itu menyesal hubungan mereka dulu tak sebaik sekarang.
Sore ini memang tak seperti biasanya, Ardi yang menjemput May ke rumah Bu Sri. Hari ini, May memilih menghabiskan waktu seharian bersama keluarga ibu mertuanya. Ibu dan May sudah tampak akrab mencoba beberapa resep masakan. Bu Lastri mengakui jika kemampuan memasak May berada jauh di atasnya.
Mobil sedan klasik berhenti di pekarangan depan rumah. Memicingkan mata, Ardi sangat mengenali mobil tersebut. Hanya satu orang yang memilikinya di kampung ini. Ayah kandungnya.
Benar saja, Pak Ridwan keluar dari kursi belakang diikuti Zaki yang menyetir. Memang Pak Ridwan tak pernah mengijinkan siapa pun menyetir mobilnya kecuali Zaki.
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam," jawab Ardi dan Bastian berbarengan.
Bastian melirik Ardi penuh tanya.
"Ini ayah Ridwan. Ayah Mas, Bas," kata Ardi yang peka.
Mendengar perkataan kakaknya, Bastian segera mencium tangan pria tua yang baru datang dengan seseorang yang dikenalnya juga. "Saya Bastian, Pak." Ia memperkenalkan diri. "Silahkan masuk, Pak," lanjutnya.
Pak Ridwan, Zaki, Ardi dan Bastian masuk ke dalam rumah. Mereka bertiga duduk di sofa ruang tamu sementara Bastian pergi ke kamar orang tuanya untuk memanggil ayah Herman yang sedang istirahat.
"May mana?"
"Di dapur sama Bunda. Ada apa ayah ke sini?"
"Memang ayah ndak boleh ke sini. Ayah kan juga ingin kenal keluargamu yang lain," jawab Pak Ridwan agak sewot.
Ardi dan Zaki mengulum senyum. "Ardi kan nggak larang, Yah. Cuma tanya doang. Nggak usah sewot gitu dong," kata Ardi mengalah.
Pak Ridwan menghela napas. Sebenarnya, ia hanya grogi bertemu kembali dengan mantan istri yang sudah puluhan tahun tak pernah bertemu. Pria itu takut saat melihat Lastri, ia tak sengaja berkata kasar seperti dulu. Bukannya memperbaiki hubungan justru malah memperburuknya.
"Selamat sore, Pak Ridwan. Saya Herman, suami Lastri."
Pak Ridwan menerima uluran tangan pria paruh baya yang umurnya tak jauh berbeda dengannya. Inikah sosok suami yang diinginkan Lastri? Cukup tampan meski tak setampan dirinya. Mungkin senyum ramah yang terlihat tulus milik pria itu yang tak ia miliki.
Ardi berusaha tak tertawa mendengar ayah Herman menekankan kata suami saat memperkenalkan diri. Menandakan bahwa ibu sekarang miliknya. Mungkin, tak bisa dipungkiri ada sedikit cemburu di hati ayah Herman untuk ayah Ridwan, mengingat istrinya pernah dimiliki pria di depannya.
"Selamat sore, Pak. Bagaimana? Apakah bapak nyaman tinggal di sini? Saya akan menyiapkan rumah lain kalau bapak ndak nyaman di sini."
Pak Herman menggeleng. "Terima kasih, Pak. Tapi nggak perlu. Saya dan keluarga senang tinggal di sini."
Pak Ridwan mengangguk. "Ngomong - ngomong kedatangan saya ke sini, ingin berterima kasih pada bapak karena sudah mengantikan saya memberikan kasih sayang pada putra saya," jelasnya dengan suara yang terdengar tulus.

KAMU SEDANG MEMBACA
Selimut Cinta
General Fiction(FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA) Ardi tahu hidupnya akan semakin sulit saat ia memutuskan pergi dari rumah. Namun, memilih tetap tinggal di rumah pun bukan keputusan yang benar menurutnya. Lalu, takdir mempertemukannya dengan Samayra. Gadis muda yang t...