Bagian 15

2.3K 214 0
                                    

🌸|Mohon Beri Vote|🌸

May dibuat terpesona saat melihat ruang tamu rumah Pak Ridwan yang mewah. Melirik pada ibu dan Mbak Ismi, mereka tampak tak nyaman duduk di sofa. Mungkin mereka takut merusak atau mengotori sofa indah yang May tahu pasti harganya mahal.

May tak pernah berpikir bahwa ia akan memiliki suami dari kalangan berada. Bahkan, dalam mimpi sekalipun ia tsk berani. Namun, sekarang ia tak mengira keputusannya yang menerima pinangan  dari lelaki sebatang kara, berakhir membawanya untuk menjadi calon menantu orang terkaya di kampungnya.

Keluarganya sempat kaget saat Anwar mengatakan bahwa Pak Ridwan mengundang mereka makan malam di rumahnya yang besar. Mbak Ismi, ibu serta May sendiri tak percaya diri. Sekarang pun mereka semakin rendah diri.

Semua warga kampung juga tahu betapa besar dan megahnya rumah Pak Ridwan yang dikelilingi kebun itu. Namun, banyak warga yang tak berani mendekat. Bahkan, mereka tak berani bertamu ke sini. Malam ini May merasa beruntung bisa berada di sini.

"Om Ardi!" panggil Emma pada pemuda yang berjalan ke arah mereka. May menoleh. Ia sampai tak berkedip melihat betapa tampannya calon suaminya malam ini.

Ardi mendekati mereka dengan senyum yang menunjukkan betapa bahagiannya ia sekarang. Menyalimi ibu serta Mas Anwar. Lalu, lelaki itu duduk di dekat Zaki yang menyambut tamunya.

Emma yang sudah lengket dengan Ardi, langsung menerjangnya untuk duduk dipangkuan lelaki itu. Mereka tertawa bersama saat Ardi mencium pipi bulatnya. May melirik iri. Sungguh, terkadang May sangat iri dengan Emma yang selalu bisa bermanja - manja dengan Ardi. Lihatlah, bahkan Ardi tadi hanya menyapanya dengan senyum.

"Maaf Mas, Bu, nunggu lama."

Anwar dan Ibu menggeleng. Namun, sebelum Anwar membuka mulutnya untuk menjawab Ardi, Pak Ridwan datang dan langsung duduk di depan mereka.

"Maaf ya, War. Saya mengundang keluargamu tiba - tiba. Sebenarnya saya yang mau ke sana, tapi saya sedang Ndak sehat," ujar Pak Ridwan.

"Ndak papa, Pak. Saya dan keluarga ndak keberatan. Tapi maaf, kami hanya membawa buah tangan seadanya," balas Anwar seraya melirik bungkusan di atas meja.

Mereka memang membawa beberapa kue basah yang mudah dibuat karena undangan mendadak Pak Ridwan. Ibu berkata tak enak jika mereka tak membawa buah tangan. Jadi, lebih baik mereka membawa seadanya daripada datang dengan tangan kosong.

"Lho. Ndak usah repot - repot, War," ucap Pak Ridwan kaget.

Anwar menggeleng. "Ndak papa, Pak. Kami ndak repot kok."

Pak Ridwan mengangguk - angguk. Ia sudah mengerti tradisi di sini. Jika bertamu ke rumah orang lain, maka si tamu memang sering membawa buah tangan untuk menunjukkan kesopanan.

Akhirnya, Pak Ridwan mempersilahkan tamunya menuju ke ruang makan. Asisten rumah tangganya sudah mengatakan bahwa makanan telah siap.

Duduk di meja makan, May terkejut dengan hidangan yang berada di hadapannya. May yakin bukan hanya ia yang terkejut, tapi juga keluargannya.

Jika biasanya di meja makan rumahnya terong yang dibalado, maka di sini May menemukan bahwa udang lah yang dimasak balado. Masih banyak lagi menu yang hampir saja membuat liurnya menetes.

Seandainya ia tak mengingat Ardi yang duduk di sebrangnya. Rasanya, May ingin kalap untuk memakan semuanya. Namun, ia sadar jika dirinya makan seperti orang kelaparan, pasti Pak Ridwan akan mencoretnya dari calon menantu.

Tidak. Ia tak mau hal itu sampai terjadi. May masih ingin dan selalu ingin menjadi istri Ardi. Di mana lagi ia bisa menemukan sosok lelaki yang begitu tulus menerimanya yang serba kekurangan ini. Apalagi lelaki tampan yang ditambah bonus kaya raya.

Selimut  Cinta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang