Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Jeffrey ngebuka sebotol air mineral,abis itu dikasih ke Karina.
"Makasih." ucap Karina pelan.
Jeffrey menatap Karina, meneliti perempuan itu. Jeffrey merasa there's something about her. Ada tembok kokoh yang dibangun disana, yang gak bisa Jeffrey lalui.
Dan entah kenapa, setiap pertemuannya dengan Karina selalu ngebuat kepala Jeffrey pengen meledak karena dipenuhi beribu pertanyaan.
"Kita ke butik aja langsung." ucap Karina.
Kan.
Karina akan selalu berubah menjadi sosok tak tersentuh, padahal tadi dirinya menangis dan memohon dipelukan Jeffrey.
Jeffrey gak mau dibuat kayak orang bodoh kayak waktu di Paris, akhirnya dia memberanikan diri untuk berbicara.
"Are you ok? You can always talk to me." ucap Jeffrey.
Karina tau, dirinya munafik jika menjawab baik-baik aja.
Tapi bukannya semua manusia itu munafik?
"I'm fine. Tolong jangan kasih tau ke siapa-siapa. Bukan hal penting."
"Ini penting. Atleast kasih tau aku alasannya." tuntut Jeffrey.
Karina mengalihkan tatapannya, menatap keluar jendela. "Ayo jalan."
"Rin." panggil Jeffrey tapi Karina diem aja.
"Karina."
Karina tetep gak bergeming.
"Karina! Kamu tau gak seberapa khawatirnya aku ngeliat kamu kayak tadi?!" seru Jeffrey.
"Who are you worrying about me!" bentak Karina.
Jeffrey mendengus tidak percaya, "Are you for real?!"
Karina membuka seatbeltnya, "Buka lock pintunya, aku turun disini."
Jeffrey menyugar rambutnya ke belakang, ia menghela napas mengumpulkan sisa-sisa kesabaran dalam dirinya.
Jeffrey menghadapkan badannya ke arah Karina, "Sorry, aku gak bermak-"
Karina menatap nyalang Jeffrey. "Buka." ucapnya penuh penekanan.
Jeffrey gak mengindahkan kata Karina, ia justru memajukan badannya mendekat, kemudian memakaikan Karina seatbelt.
"I'll take you home." ucap Jeffrey dengan suara beratnya, tepat beberapa centi dari muka Karina.