Cahaya matahari memasuki penglihatan ku. Aku membuka mata sesekali mengucek nya pelan. Merubah posisiku yang awalnya berbaring menjadi duduk, tak lupa bersandar pada kepala kasur.
"Hoaaam..," Aku menguap. Tidur ku semalam sangatlah nyenyak. Saat aku menjadi penulis, aku tidak pernah tidur se-nyenyak ini. Sepertinya aku perlu bersyukur menjadi sosok Veddira, hehe.
"Selamat pagi, Nona," Sapa pelayan yang sedang membuka gorden kamarku.
"Ya, pagi," Jawabku.
"Ohiya, aku belum tau namamu. Siapa namamu pelayan?" Tanyaku asal ceplos.
"N-nama saya Rana, Nona," Jawabnya lalu sedikit membungkuk kepada ku.
"Ah oke, mohon bantuannya untuk ke depan. Rana,"
"Mo.. hon bantuannya, Nona," Haha! Sepertinya dia bingung dengan perubahan sikap ku. Veddira dalam cerita terakhir ku tulis tidak pernah menyapa pelayan istana, begitu pula sebaliknya. Ya, aku perlu berbaik hati kepada Rana karena sudah menyapaku di pagi hari ini.
"Apa sarapan sudah siap, Rana?" Aku berdiri lalu menuju cermin besar di sudut kamar ku, merapikan rambutku juga membuang beberapa tai mata di mataku.
"Masih dalam proses, Nona," Rana sepertinya baik, perlukah aku memperlakukan dia serupa?
Oh tentu tidak, aku antagonisnya.
"Hm. Jangan lupa sarapan, Rana. Aku pergi dulu," Pamitku meninggalkan Rana yang terlihat bingung dengan penuturan kataku.
Aku melangkahkan kaki ku menuju kamar Papa dan kedua Kakak tampan ku. Ini juga termasuk list harapan yang tidak tercapai dari seorang Alara Dillingham. Jadi aku mau harapan ku ini tercapai disini, pada sosok Veddira.
"Hey pelayan, dimana kamar Papa gondrong dan Kakak-Kakak ku?," Tanyaku pada pelayan yang sedang membersihkan vas bunga.
"K-kamar mereka di atas, Nona," Jawabnya gagap. Bicara gagap seperti burung gagak saja.
Kau tertipu, mana ada burung gagak berbicara selayaknya manusia? Haha!
Aku sedikit mengangguk sebagai respon dari ucapannya, lalu melangkahkan kaki menuju tangga. Tangga di istana ini ada dua, satu di sebelah kiri dan satunya lagi di sebelah kanan. Kini aku melangkah menuju tangga sebelah kiri, untungnya jarak antara aku dan tangga sebelah kiri tidak terlalu jauh.
Tap tap tap tap tap tap
Melelahkan. Mengapa anak tangga nya sangat banyak? Aku perlu menambahkan escalator pada istana ini!
Saat sudah menginjak anak tangga terakhir, aku melihat ada 3 pintu, yang berarti ada 3 ruangan.
Pasti ini kamar Papa dan Kakak tampan. Baiklah, mari kita mewujudkan harapan tak tercapai ku.
Aku berdiri di depan pintu kamar Kakak lelaki buta. Para ksatria yang berjaga di pintunya menghalangi ku untuk masuk, cih. Beraninya mereka.
"Nona, anda dilarang masuk,"
"Berani nya kau melarang anggota kerajaan! Mau aku penggal kepalamu ha!?" Sahutku garang.
"Nona pasti tidak berani, Tuan muda Zevrey akan memenggal kepala Nona terlebih dahulu," Benar sih, tapi tidak juga.
"Dia tidak akan berani. Sudah sana minggiir," Aku mendorong sekuat tenaga kedua ksatria yang berjaga. Melelahkan.
Kreek
Kepalaku muncul. Aku melirik ke seluruh sisi ruangan ini. Lumayan bagus, tapi kamarku lebih bagus, tentu saja.
Dan -wow, lihatlah Kakak lelaki buta ku ini. Mengapa cara tidurnya sangat elegan? Sedangkan cara tidurku seperti kudanil! Tidak adil sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Villainess [Completed]
FantasyVeddira Elmeira Franklin, kerap dipanggil Veddira yang artinya hadiah dari Tuhan. Hadiah? Haha, tentu saja bukan, lebih tepatnya 'bencana' dari Tuhan. Anak dari keluarga terpandang Franklin, si bungsu kesayangan? Bukan, dialah sumber masalah dari se...