Chapter 18: Stay Over

176 42 43
                                    

🌻

"Tapi kita bukan di Korea, jadi menurutku agak aneh kalau memanggilmu dengan sebutan itu. Mino saja, ya?" lanjut Jisoo.

Senyum Mino luntur. "Tapi, kau memanggil Jangki dengan sebutan oppa. Aku juga ingin dipanggil oppa. Bukankah kita sudah lumayan dekat?"

Terdengar Jisoo tertawa. Ingin sekali dia menjawab kalau dia melakukan itu sebenarnya hanya untuk memancing reaksi Mino, tapi diurungkannya. "Tidak, Mino saja. atau Mino-ya, Mino-ya, Mino-ya!" Jisoo malah sengaja terus memanggil Mino seperti itu.

"Aku tidak akan menganggapmu serius kalau kau masih memanggilku begitu."

"Baiklah, Mino oppa."

"Itu baru benar. Cepat kemari," kata Mino seraya melambaikan tangan pada seorang pelayan.

"Oke, Mino-ya."

"Yah!" Mino mengerang. Jisoo terkikik sebelum menutup telepon.

"Jisoo mau kemari?" tanya Jihoon, sekembalinya Mino ke meja.

"Yep," sahut Mino pendek. Begitu seorang pelayan mendekat, Mino menjelaskan kalau mereka ingin pindah ke meja yang lebih besar, karena seorang teman akan datang untuk bergabung.

"Bicara progress, bagaimana dengan koleksi musim dinginmu? Sudah sampai mana?" tanya Jihoon, begitu mereka sudah duduk di meja yang baru.

"Aku sudah membuat dua puluh lima pakaian." Mino bersandar di punggung sofa. "Aku juga sudah menyuruh tim-ku datang ke sini seminggu lagi untuk membawa pakaian yang sudah kubuat di Seoul dan untuk rapat membahas techpacks. Semoga semua bisa selesai sebelum Maret tahun depan."

"Oke." Jihoon mengetik sesuatu di reminder-nya. "Jadi totalnya empat puluh?"

"Iya." Mino mendadak pusing bila harus mengingat masih ada lima belas pakaian lagi yang perlu dijahit.

"Tolong bantu aku cari venue juga, ya. Oh, dan tolong booking para model. Sekitar dua puluh. Aku mau yang tingginya rata-rata 170. I don't care about the skin. Jangan bertato. Jangan langsung percaya dengan apa yang kau lihat di foto, it's always fake. Atur pertemuan dengan para model-model ini." Mino kembali memberikan perintah seolah Jihoon adalah asistennya. 

Jihoon mengangguk-angguk. "Apa kau mau aku menghubungi model yang pernah kau pakai sebelum-sebelumnya? Aku masih ada kontak mereka."

"Jangan. Sebagian dari mereka pernah tidur denganku dan aku lupa siapa saja. Lebih aman, kalau model yang baru," cegah Mino.

🌻

"Cam, menurutmu aku bodoh tidak, memilih untuk menginap di tempat Mino yang jauh dibanding menginap di tempat Chad yang lebih dekat dengan tempat kerjaku?" tanya Jisoo ditelepon. Lyft yang membawanya sedang berhenti di lampu merah. 20 menit telah berlalu sejak mobil itu menjemputnya dari Le Conte Ave.

"Tidak bodoh, karena ini hanya untuk dua malam. Dan akui saja kalau kau menyukai itu," jawab Cam tenang. Lelaki itu sepertinya sudah berada di kamar Chad, karena dari tadi Jisoo mendengar ada suara beberapa lelaki tengah berbicara.

"Huh?" Jisoo sedikit tidak terima.

"I said what I said." Cam menatap kukunya yang baru diwarnai pink neon lantas meniupnya dengan anggun. "Berhenti berpura-pura."

Jisoo membuang muka ke jendela, merasa jengah meski Cam tidak ada di sana melihat wajahnya. "Aku tidak ingin terburu-buru, Cam. Apalagi aku dengar dia womanizer. Kalau dia mempermainkanku bagaimana? I didn't sign up for this to be hurted."

Je t'aime à la Folie (ONGOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang