Chapter 31 - Paris (2)

114 26 24
                                    

🌻

"Kau bermimpi apa kemarin, oppa?" Jisoo menggigit escargot coklat kacang pistachio dengan lahap. Tangannya yang lain mengapit lengan Mino seakan takut lepas. Mereka sekarang tengah berjalan di kawasan Champs-Élysées menuju Paracosm.

Baik Mino maupun Jihoon sama-sama menoleh ke arah Jisoo.

"Rasanya aku tidak bermimpi apa-apa. Kenapa?" Mino bertanya balik.

"Sama sekali tidak ada mimpi buruk? Tadi malam kau begitu gelisah. Aku kasihan melihatmu."

Mino tersenyum. "Kalau tidur di sebelahmu, aku tidak akan pernah mimpi buruk lagi."

Jihoon di sebelah Mino serta merta terbatuk-batuk. Di sela batuknya lelaki itu berseru, "Cringe!"

Dua jam sebelumnya, tepatnya pukul sembilan pagi, di kamar hotel terjadi kecelakaan. Jisoo yang semula masih terlelap, tiba-tiba menjerit dan reflek melayangkan tangannya ke wajah Mino yang coba membangunkannya dengan ciuman.

"Ah..." Mino kesakitan memegangi pipinya yang berdenyut. Tenaga perempuan itu luar biasa meski baru sadar. Dia hanya ingin seperti pangeran di Sleeping Beauty, berharap Jisoo membuka mata dan tersenyum padanya, yang ada malah ditampar.

"Oh? Maaf, oppa..." Jisoo terduduk. Suara husky-nya terdengar masih serak. "Kau membuatku kaget."

Diperhatikannya penampilan Mino yang sudah rapi terbungkus suit jacket hijau pakis berbahan suede dengan kemeja hitam dibaliknya. Baggy pants-nya yang berwarna camel brown terlihat kebesaran hingga sebuah belt perlu mengencangkan pinggangnya. Seakan penampilannya masih belum menonjol, Ushanka hat menutupi kepalanya. Tema penampilan Mino hari ini mengatakan: memiliki alergi terhadap udara dingin tidak serta merta menghalangimu untuk tetap stylish.

"Kau sudah sembuh?" Jisoo bertanya. Lelaki itu terlihat segar. Berbanding terbalik dengan keadaan menyedihkannya semalam. Yang ditanya tidak menjawab. Mulutnya terbuka; bergerak-gerak. Sibuk membenarkan rahang.

"Gwaenchanayo? Mianhe, aku tadi bermimpi diserang seseorang..." Jisoo beringsut mendekat.

"Seseorang itu aku." gerutu Mino.

"Mana aku tahu, saat di mimpi wajahnya tidak jelas."

"Kau akhir-akhir ini senang sekali menamparku. Ini kekerasan dalam berpacaran!"

Jisoo tertawa. "Hei, aku tidak sembarangan menamparmu. Semua ada alasannya. Kadang kau memang pantas ditampar supaya otakmu bisa sedikit lebih cerdas."

"Aku cerdas, tahu! Apa maksudmu?!" Mino protes.

Jisoo yang gemas buru-buru memeluknya. "Cerdas apa? Perkalian saja tidak bisa."

"Perkalian bukan menjadi tolak ukur seseorang cerdas atau tidak! Kau ini masih pagi membuat emosi! Tadi saja aku ingin romantis, kau malah merusak suasana!"

Jisoo terbahak. "Kemarilah, biar tidak sakit lagi." Kemudian Jisoo menarik telapak Mino yang masih menempel di pipinya itu lantas mendaratkan ciuman berdurasi lama di sana.

Mino berpaling. Telunjuknya mengetuk-ngetuk pipinya yang lain.

Jisoo menahan senyum. "Yang kena tampar 'kan, cuma di kanan..."

"Tapi yang kiri katanya juga mau." Mino beralasan.

Jisoo pun mengecup pipi kiri Mino dengan kedua tangan melingkar di lehernya.

"Okay, I feel better now." Kedua mata Mino terangkat. Saat mereka bertatapan, Mino bergerak ingin menggigitnya. Jisoo mundur sebelum mendorong Mino untuk kembali merebahkan diri. Ditariknya selimut sebatas leher. "Kasur ini terlalu nyaman. Rasanya aku tidak sanggup keluar."

Je t'aime à la Folie (ONGOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang