🌻
Mino membuka pintunya lebih lebar seraya memberi isyarat dengan memiringkan kepala ke kiri, setelah itu memunggungi Jisoo yang terlihat masih ragu akan masuk ke dalam atau tidak. Perempuan itu menggigit bibir sebelum berseru menahan langkah Mino, "Mino-ssi!"
Mino berbalik dengan kedua alis terangkat. "Ya?"
Jisoo dengan cepat membuka tasnya untuk mengeluarkan sepucuk amplop dari sana setelah itu mengulurkannya pada Mino. "Tidak usah, terima kasih. Aku hanya ingin membayar cicilan bulan ini."
"Kenapa tidak mau masuk? Kau takut padaku?" selidik Mino sambil menerima amplop itu, menghitung isinya lalu kembali menatap Jisoo yang terlihat tegang.
"Ini juga untukmu." Jisoo menjejalkan kantong kertas berisi roti lapis ke tangan Mino. "Baiklah, hanya itu. Selamat sore."
"Kau kenapa? Tingkahmu aneh. Seolah ini pertama kalinya kau bertemu denganku." Mino mengernyit.
"Iya, memang. Aku merasa asing denganmu sejak kau marah padaku di telepon, lalu kau tidak ada menghubungiku lagi," aku Jisoo pelan.
"Oh ya, lalu kenapa kau juga tidak menghubungiku?"
"Untuk apa? Kau yang marah, harusnya kau yang menghubungiku!"
"Jadi, kau menunggu teleponku?"
Jisoo menghindari mata Mino sambil melipat tangannya di depan dada. "Tidak juga..."
"Hm, tidak juga. Ada 'juga'nya, itu artinya 'iya'."
"Tidak! Maksudku tidak!"
"Terlambat. Jawaban pertama sudah kau ludahkan keluar."
"Aku hanya meralat jawabanku!"
"Dan percuma, aku sudah mendengarnya. Jadi, akui saja kau memang menunggu teleponku."
"Kau yang harusnya menelepon untuk menentukan di mana dan kapan bulan ini kita akan bertemu. Kau lupa? Kau sendiri yang membuat perjanjian."
"Padahal aku juga menunggu teleponmu. Aku pikir kau lupa padaku..."
"Apa?" Jisoo mencoba memastikan bahwa dirinya tak salah dengar.
"Aku berpikir, 'ah, Jisoo-ssi tidak ingin memastikan aku baik-baik saja, buktinya dia tak mau meneleponku.' Padahal aku ingin dibujuk olehmu," ujar Mino dengan wajah memelas.
"Bercandamu tidak lucu!" Jisoo berdecak sembari menggelengkan kepalanya.
Mino mengedikkan bahu. "Setidaknya aku sudah jujur kalau aku memang menunggu."
Jisoo mengalihkan wajah karena merasa Mino hanya ingin menyindirnya. Atau sengaja memancingnya agar dia mau mengakui hal yang sama bahwa selama ini dia juga menunggu telepon dari lelaki jangkung berkulit gelap itu, yang sampai membuatnya kepikiran dan tersiksa. Tapi, tidak. Jisoo tidak akan mengakuinya. Mau ditaruh di mana wajahnya kalau ketahuan mengharapkan telepon dari lelaki yang pacarnya saja bukan ini.
"Sedang perang batin, Jisoo-ssi?" tegur Mino.
Pertanyaan Mino yang menohoknya itu, membuat Jisoo memerah. Dia hanya membalas ekspresi jahil Mino dengan tatapan tajam. Melihat itu, Mino menjulingkan matanya dengan tangan merogoh roti lapis dari dalam kantong, lantas mengunyahnya. Air mukanya tiba-tiba berubah. Keningnya berkerut.
"Ugh, tidak enak..." komentarnya dengan mulut tetap mengunyah.
"Kalau tidak enak buang saja," dengus Jisoo.
"...tidak enak kalau aku makan sendiri. Kau juga makan." Tak disangka, Mino menyodorkan roti lapis yang sudah digigitnya itu ke mulut Jisoo. Perempuan itu mencoba menolak tapi Mino memaksa. Membuat Jisoo akhirnya membuka mulut dan menggigitnya sedikit.
![](https://img.wattpad.com/cover/216373033-288-k954497.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Je t'aime à la Folie (ONGOING)
Fanfiction"So, where did you get this dress?" "Uh, its... it's from--" "Let me guess.... you stole it! °°° Kehidupan baru menanti Jisoo, wanita 22 tahun yang bermimpi menjadi artis, sejak ia nekat mencuri gaun dari Mino, seorang desainer yang baru membuka to...