Chapter 26 - La douleur exquise

151 33 22
                                    

🌻

Maserati GranCabrio sport kuning itu melesat kencang menembus keramaian. Di dalamnya, Mino menyayangkan sikapnya yang terlihat begitu rapuh di depan Jisoo dua puluh menit lalu. Memuntahkan kembali peristiwa pahit yang terjadi delapan tahun lalu ternyata tidak semudah yang dia kira. Mino memang suka lupa kalau sesuatu dianggap tidak penting, tapi untuk hal itu dia mengingatnya begitu jelas hingga selalu mendapat mimpi yang sama di saat kekosongan melanda.

Mimpi yang seperti bukan mimpi melainkan kaset rusak, yang terus mengulang kejadian di mana dia tidak pernah bisa berubah atau setidaknya menyelamatkan Sulli meski di alam mimpi. Seolah repitisi memori mengerikan itu menjadi hukuman baginya seumur hidup.

Mino menunduk memandangi lantai kemudian berujar, "Andai saja waktu itu aku tidak melampiaskan semuanya, mungkin dia masih hidup. Semestinya aku tidak buru-buru pulang, harusnya aku mencegahnya ikut masuk"

"Sshh... sudah, oppa, berhenti berandai-andai. Semua sudah terjadi. Kau tidak bisa mengembalikan waktu."

Mino terdiam sebentar sebelum melanjutkan, "Apa yang aku derita ini valid, 'kan? Atau menurutmu aku terlalu berlebihan?"

Jisoo cepat-cepat menggeleng. "Sama sekali tidak, apa yang kau alami itu wajar, sangat wajar. Kau memilih untuk tidak mengakhiri hidupmu saja sudah membuatmu sangat kuat."

Sejak kematian Sulli, Mino sempat mengalami PTSD, dihantui mimpi yang sama setiap memejamkan mata. Meski traumanya berkurang, tapi ketakutannya terhadap gelap masih ada. Itulah mengapa selama bertahun-tahun, Mino belum bisa tidur dalam keadaan gelap maupun berada di tempat gelap. Namun, kejadian di rumah hantu benar-benar di luar dugaan. Demi Jisoo, lelaki itu mau diajak masuk, meski efek setelahnya dia gemetaran. Untung saja tidak pingsan. Jisoo sampai terharu bila mengingat itu.

"Aku tahu kejadian itu menyakitkan, tapi kau harus berdamai dengannya, termasuk dengan dirimu. Jangan terus menyesali keadaan lalu menyalahkan diri sendiri. Kehilangan satu orang bukan berarti kau kehilangan segalanya. Masih banyak orang-orang di sekeliling yang menyayangimu, oppa... termasuk aku." Jisoo mengusap punggung Mino dan mendekapnya sesaat. Walau pelukan itu membuatnya nyaman, tapi Mino tak sanggup berlama-lama di sana. Dia merasa tercekik. Maka dari itu Mino memilih untuk pulang.

"Jangan pulang..." Jisoo menggamit lengannya ketika lelaki itu bangkit berdiri. Memohon agar Mino menginap saja di tempatnya, tapi Mino enggan.

"Kau yakin bisa menyetir dalam keadaan begini?" tanya Jisoo khawatir.

"Don't worry about me. I just... I need some time alone. Maaf, aku sudah lama tidak menceritakan ini kepada siapapun, jadi aku agak sedikit... mual. Aku sebenarnya tidak berencana untuk menceritakannya padamu." Mino menepuk puncak kepala Jisoo.

Jisoo balas menyentuh wajahnya. "Kau boleh menceritakan apapun padaku."

Tubuh Mino tiba-tiba terlontar ke depan dan airbag otomatis menampar wajahnya, ketika sisi mobilnya dengan mulus menghantam mobil yang terparkir di depan hingga alarm-nya memekak nyaring berulang-ulang, membangunkan lingkungan perumahan yang hening. Mino menyandarkan kepalanya dengan napas memburu. Merasa lega dia masih selamat.

"Jihoon-ah, kau di mana?" Mino kini berbicara di telepon.

🌻

Mino bersandar di dinding apartemen tua itu dengan tangan memegang sebuah kotak besar. Dia berdiri di sana selama empat jam. Sebelumnya, seorang wanita paruh baya memberitahunya bahwa di rumah itu sedang tidak ada orang. Sang suami sudah berhari-hari tidak kelihatan sejak ribut dengan istrinya beberapa bulan lalu. Sang istri bahkan lebih dulu meninggalkan rumah. Hanya putri mereka yang mendiami apartemen. Namun, tadi siang dia dijemput oleh anak laki-laki berkacamata, setelah itu mereka pergi keluar.

Je t'aime à la Folie (ONGOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang