🌻
"Ayolah, untuk apa kau takut di rumahmu sendiri?" goda Jisoo. Meski hanya diterangi cahaya temaram dari perapian, Jisoo dapat melihat dengan jelas sorot mata lelaki itu memelas. Untuk beberapa saat mereka hanya berpandangan seperti itu, hingga akhirnya Jisoo merogoh kembali ponselnya untuk dijadikan sebagai senter.
Mino pun langsung melingkarkan lengannya di lengan Jisoo, tanpa lelaki itu ketahui begitu kulit mereka bersentuhan, sealiran listrik serasa menyengat Jisoo hingga ke telinganya.
Keduanya berjalan beriringan melewati lorong gelap. Suara angin ribut dan hujan deras di luar, disusul beberapa petir, benar-benar terdengar menyeramkan. Seakan semuanya sedang diporak-porandakan. Semua karena efek rumah Mino yang berada di pinggir pantai.
"Di mana kamarmu?" tanya Jisoo, sedikit mengeraskan suaranya.
"Di atas," Mino mengeratkan lengannya. "Tahu begini aku tidak usah membeli rumah terlalu besar!" gerutu Mino.
"Bagaimana kalau kita bertukar tempat? Kau di apartemenku yang kecil dan rumah ini untukku?"
"Kau berani tinggal di sini sendirian?"
"Berani. Aku akan mengajak Cam kalau dia mau."
"Kenapa tidak kau saja yang pindah ke sini dan menemaniku?"
Hening beberapa detik sebelum Jisoo menanggapi, "Mino-ssi, kau ini sepertinya kebiasaan berbicara seenak hati, ya? Orang-orang bisa menganggapmu serius, kau tahu."
"Aku serius. Kalau kau mau tinggal di sini, silakan. Kau bisa berenang sesukamu. Lagipula, apa kau tidak mau melihatku 24 jam sehari?"
Jisoo menoleh pada Mino seraya tertawa mencemooh. Suara husky-nya sengaja dibuat semenyebalkan mungkin. "Itu yang aku hindari. Melihatmu 24 jam sehari!"
"Coba pikirkan baik-baik, kalau kau tinggal di sini, aku tidak perlu menghubungimu atau menentukan di mana dan kapan kita akan bertemu. Setiap tanggal tiga kau hanya perlu mendatangi kamarku dan menyerahkan uangmu. Setelah itu, silakan kau pergi bekerja dan melakukan kegiatan lain." Mino terus mengoceh tidak jelas dan hal itu membuat Jisoo bergidik.
"Kau ini bicara apa, sih?" Jisoo menyentak lengan Mino. "Otakmu sepertinya terganggu. Atau kau sedang mabuk?"
"Aku tidak mabuk. Sudah kubilang aku serius..." Mino kembali menempel pada Jisoo. Kini mereka menapaki anak tangga pertama menuju lantai dua.
"Mino-ssi, maukah kau berjalan di depan? Badanmu terlalu menekanku dan kau lumayan berat," pinta Jisoo kemudian.
"Aku tidak mau berjalan di depan, aku juga tidak mau di belakang. Aku maunya di sebelahmu saja." Mino semakin merapatkan dirinya pada Jisoo. Perempuan itu sampai terhuyung, tidak siap menerima bobot tubuh Mino dengan tinggi 182 senti itu.
"Kalau sedang takut, kau benar-benar merepotkan, ya. Takut kumbang, takut hewan, takut gelap. Apa lagi yang membuatmu takut?" desis Jisoo.
"Hantu."
"Oh, wow, mindblowing! Benar-benar tidak bisa ditebak!" ledek Jisoo.
"Berhenti mengejekku. Memangnya kau tidak takut apapun?"
"Aku takut bila tidak memiliki uang. Makanya aku bekerja keras."
"Ya, semoga kerja kerasmu terbayar, Jisoo-ssi. Kelak kau akan menjadi artis terkenal dengan bayaran termahal."
Jisoo tersenyum mendengarnya. "Kau tahu tidak, aku lolos audisi yang kemarin?"
"Benarkah?"
Jisoo mengangguk. "Dan aku terpilih sebagai pemeran wanita utama!"
![](https://img.wattpad.com/cover/216373033-288-k954497.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Je t'aime à la Folie (ONGOING)
Fanfic"So, where did you get this dress?" "Uh, its... it's from--" "Let me guess.... you stole it! °°° Kehidupan baru menanti Jisoo, wanita 22 tahun yang bermimpi menjadi artis, sejak ia nekat mencuri gaun dari Mino, seorang desainer yang baru membuka to...