🌻
Jisoo tak tahu apa yang sekarang dia ributkan dengan Mino. Dia bahkan tak tahu sekarang berada di kamar siapa. Lampu sorot dari bawah, menyala tepat ke arah mereka menembus jendela besar di sepanjang dinding dan menjadi satu-satunya cahaya yang menerangi ruangan. Meski cahayanya membutakan, Mino sama sekali tak terganggu. Dia sibuk berargumen akan sesuatu yang Jisoo tak paham.
Tiba-tiba, tempat itu berguncang hebat. Jendela besar runtuh. Lantai di mana Jisoo berpijak ambruk; membuatnya tergelincir. Jisoo memekik. Kedua tangannya reflek berpegangan pada lengan Mino. Jisoo memohon agar Mino menariknya kembali atas, tapi lelaki itu bergeming. Tatapannya menghunjam dingin. Disentaknya lengannya hingga pegangan Jisoo terlepas. Tubuhnya pun terlempar ke jurang gelap. Tangannya menggapai-gapai. Bibirnya menyerukan nama Mino, namun suaranya hilang.
"Jisoo-ya! Jisoo-ya!"
Jisoo seketika membuka mata. Dalam satu tarikan napas, lekas dihirupnya udara kuat-kuat bagai orang kehabisan oksigen. Dadanya naik turun. Hal pertama yang dilihatnya adalah raut cemas Mino. Lelaki itu duduk dengan satu tangan menyentuh pipinya, kemudian naik meraba keningnya.
"Gwenchana?" Mino memperhatikan Jisoo. Wajahnya pias. Tubuhnya dingin. Anak-anak rambutnya basah.
Alih-alih menjawab, Jisoo malah mengubur dirinya di pelukan Mino. Dan dia tersedu-sedu.
"Ssshh... it's okay, it's okay. I'm here..." Mino melingkarkan lengannya di tubuh Jisoo sambil mengusap kepalanya.
"But it felt so real. Aku bahkan bisa merasakan kulitmu..."
"Kau memangnya mimpi apa?"
"Aku jatuh dan kau tidak menolongku..." Tangis Jisoo semakin kencang.
"Kenapa aku jahat di mimpimu?" Mino tak terima.
"Iya, kau jahat, kau terus-terusan memarahiku. Aku tak tahu salah apa." Jisoo mengeratkan pelukannya.
"Sudahlah, mungkin kau bermimpi begitu karena bawaan datang bulan." Mino tertawa kecil. "Kau mau minum?"
Jisoo diam saja. Tangannya masih menggamit piyama Mino.
"Atau kau mau makan?"
"Aku mau air putih..." jawab Jisoo akhirnya. Mino pun bangkit menuju dapur lalu kembali lagi menyodorkan segelas air putih yang langsung ditenggak Jisoo hingga tandas.
Jisoo bersandar di headboard memegangi gelas kosong di pangkuan. Mino yang duduk di tepi ranjang mengawasinya. Jisoo kemudian menoleh ke bantal Mino yang masih rapi.
"Kau belum ada tidur, oppa?" Jisoo membulatkan mata lalu memeriksa jam dinding. Pukul dua pagi.
Mino mengangguk sembari mengusap tengkuknya yang pegal. Sekitar enam jam dirinya berkutat di dalam atelier. Padahal dia masih ingin berlama-lama di sana karena pekerjaannya belum selesai. Namun, mendengar teriakan Jisoo, Mino langsung berlari ke kamar. "Belum."
"Apa yang kau lakukan?"
"Menggambar, memotong, menjahit sedikit, melakukan draping... lagi ada banyak ide di kepalaku."
Tanpa sadar, mulut Jisoo sedikit terbuka. "Kau tidak lelah, oppa?"
"What do you mean? This is what I do. I love doing it."
"Hebat. Bagaimana bisa kau masih punya banyak ide padahal baru saja kau mengadakan fashion show?"
Jisoo mengingat kembali acara fashion show Mino yang dilaksanakan awal bulan Juli lalu. Sehari setelah acara, Mino sangat girang mendapat banyak pujian dari kalangan desainer dan kritikus mode baik di media cetak dan website fashion.
KAMU SEDANG MEMBACA
Je t'aime à la Folie (ONGOING)
Fanfiction"So, where did you get this dress?" "Uh, its... it's from--" "Let me guess.... you stole it! °°° Kehidupan baru menanti Jisoo, wanita 22 tahun yang bermimpi menjadi artis, sejak ia nekat mencuri gaun dari Mino, seorang desainer yang baru membuka to...