Chapter 9: The Male Lead

189 50 21
                                    


🌻

"Aku juga baru tahu kalau Country Club itu milik Jangki. Wae?" Jisoo bertanya heran. "Kalau kau membenci seseorang, jangan mengajak-ajakku ikut membencinya juga. Itu urusanmu dengannya. Jangki baik padaku, jadi aku tidak punya alasan untuk membencinya."

Mino di seberang tidak menjawab. Jisoo sampai harus memeriksa layar untuk memastikan kalau panggilan masih terhubung. Melihat detik-detik masih berjalan, Jisoo kembali mendekatkan ponselnya ke telinga. Perempuan itu takut kata-katanya tadi ada yang menyinggung Mino.

"Yoboseyo? Kau masih di sana kan, Mino-ssi? Kenapa kau diam saja?" tanya Jisoo akhirnya. 

"Lupakan saja." Tiba-tiba Mino bersuara dan selesai berkata begitu, Mino langsung mengakhiri panggilan.

Jisoo kaget mendengarnya. Dengan reflek perempuan itu menelepon Mino balik. Baru di dering pertama, panggilannya sudah diangkat.

"Apa?" sahut Mino. Berbanding terbalik dengan apa yang ditanyakan, suaranya terdengar begitu tenang.

"Kenapa kau memutus telepon?" kejar Jisoo.

Mino menghela napas. "Aku yang meneleponmu duluan, jadi kalau aku yang mau mengakhiri duluan 'kan, sah-sah saja."

"Kau marah?"

"Marah kenapa?"

"Karena aku bekerja di tempat Jangki?"

"Untuk apa aku marah hanya karena kau bekerja di tempat Jangki?"

"Karena kau benci padanya?"

"Iya aku benci padanya, tapi apa hubungannya denganmu? Buat apa aku marah?"

Jisoo mencengkeram leher belakangnya yang terasa tegang. Dia malas berargumen tidak penting dengan Mino kali ini karena dua puluh menit lalu dia merasa bahagia sudah mendapatkan pekerjaan. Jisoo tidak ingin momen itu menjadi rusak hanya karena masalah sepele. Jadi, lebih baik dia mengalah saja daripada beradu siapa yang paling benar.

"Arasseo, kita lupakan saja. Besok mau bertemu di mana?" tanya Jisoo.

"Tidak usah. Aku berubah pikiran. Kita bertemu tanggal tiga saja seperti kesepakatan kita dari awal."

"What is wrong with you?"

"Nothing's wrong with me. I'm perfectly fine."

"Kalau kau marah karena aku bekerja di tempat Jangki, mengaku saja!"

"Sudah aku bilang aku tidak marah, kau ini kenapa? Terserah kau mau bekerja di mana. Memangnya aku siapamu?"

"Terus kenapa kau bersikap seolah kau memang 'apa-apa'ku?"

"Bagian mananya yang aku bersikap seperti aku adalah 'apa-apa'mu?"

"The way you sulking..."

"I'm not sulking. Why would I?"

"Yes, you are. That's why you hanged up the phone."

"Aku mengakhiri panggilan ya, karena memang sudah tidak ada lagi yang ingin aku bicarakan. Kau sepertinya harus mempertimbangkan cita-citamu sebagai artis kalau hal kecil seperti ini saja kau tidak mengerti, Jisoo-ssi. Sangat berbahaya. Bagaimana bisa kau mengerti apa maksud sutradara nanti kalau kau sendiri tidak cepat tanggap?"

"Lalu masalah Green Card? Kau tadi mau menanyakan itu, kan?"

"Sudah kubilang lupakan saja. Aku punya orang yang bisa membantuku masalah itu."

"Are you sure?"

"Yeah."

"Okay, then. Sampai ketemu tanggal tig—" Belum sempat Jisoo menyelesaikan kalimatnya, Mino sudah kembali memutuskan panggilan.

Je t'aime à la Folie (ONGOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang