Bert duduk di barisan kursi paling depan di sebuah aula besar berinterior megah milik Israel Defense Force, di Markas Besar Tel Aviv. Siang ini tengah diadakan sebuah rapat penting yang dihadiri oleh perdana menteri, menteri pertahanan Israel, kepala kepolisian Shin Bet dan beberapa personel dari perwakilan setiap unit IDF. Mulai dari Unit Sayetet, Batalion Caracal, Unit Golani, Unit Mista'arvim, Unit Sayeret Matkal dan unit-unit lainnya yang tampak sudah memenuhi semua kursi dalam aula.Bendera berlatar putih dengan dua garis horisontal biru di atas dan bawah yang terdapat gambar bintang daud berwarna biru di tengahnya berkibar di setiap penjuru ruangan. Sejuknya pendingin ruangan melingkupi gedung tertutup tersebut.
Tatapan netra hijau Bert lurus ke depan di mana Letnan Jenderal, Aviv Kochavi sedang berpidato di atas podium. Di belakangnya berdiri Mayor Jenderal Itai Veruv dan jenderal-jenderal dari setiap unit, termasuk Jenderal Bolgen yang berdiri gagah di sana.
"Saya ingin semua Unit mengirim personelnya untuk melakukan operasi jauh di luar perbatasan negara. Setiap unit harus menyiapkan sejumlah rencana operasional. Agresi Sayap Militer HAMAS semakin menjadi ancaman besar untuk kita. Pertahanan IDF harus semakin ditingkatkan. Satu lagi yang membuatku sangat gerah, ICC ingin menyelidiki kejahatan perang yang kita lakukan terhadap Palestina. Kita harus mencari solusi agar penyelidikan itu dibatalkan sebelum tim hukum ICC mengajukan rekomendasi."
Bert berkedip mendengarkan setiap kalimat yang diucapkan oleh kepala staff IDF tersebut. Ia menghela napas, sejatinya memang otoritas Israel sering melakukan kejahatan perang dan melanggar setiap point yang telah Konvensi Janewa tetapkan. Bert pribadi mengakui hal itu dan wajar saja jika Mahkamah Pidana Internasional, atau Criminal Court Justice ( ICC ) ingin menuntut otoritas pertahanan Israel secara global. Tapi perwira Israel itu tidak ingin ambil pusing. Bahkan dia sudah sangat bosan dengan semua agresi militer yang harus dijalankan. Bert hanya tinggal menungu waktu yang tepat untik mengundurkan diri dari Unit Mista'arvim.
Berbeda dengan Bert yang sangat serius mendengarkan pidato penting itu, seorang tentara Israel yang duduk di kursi paling belakang ujung sebelah kiri justru sibuk berkutat dengan ponsel pintaranya.
Bab 9 | Sersan Bert Yang Malang
Sersan Bert sudah terlihat seperti seekor keledai. Ia duduk di pojok ruangan dengan tatapan kosong menatap jendela yang terbuka. Dinginnya angin berembus kencang dari luar. Sesekali bibirnya mengulas senyum, namun tak lama tangisnya pecah saat teringat dengan kekasihnya yang memilih untuk menikah dengan orang lain. Dia sangat ingin bunuh diri, namun sayangnya ia takut mati. Benar-benar bodoh. Cinta sudah membuatnya gila.
Oh, Sersan Bert yang malang ....
****
Semoga kalian menyukai ceritaku ☺
Sersan Amit Ben Natan
1500 kata
Amit tersenyum sumeringah. Ia baru saja berhasil menulis satu bab dalam novel terbarunya yang ia tulis di sebuah platform online. Setelah ia merevisinya berulang kali dan yakin tidak ada typo, jarinya menekan kata 'publikasikan'.
"Bodoh."
Amit mengangkat wajahnya yang semula menunduk. Kedua ujung alis tebalnya bertemu kala mendapati sosok Bert berdiri tegak sambil bersidekap, melempar tatapan dingin padanya.
"Bert, apa yang kau lakukan di sini?"
"Rapatnya sudah selesai. Kau ingin menginap di sini rupanya ha?"
Kedua netra hitamnya melebar. Ia mendadak celingukan dan benar saja, satu per satu penghuni aula mulai beranjak dari kursi dan berjalan keluar. Amit menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, lalu kembali bersitatap dengan Bert.
KAMU SEDANG MEMBACA
Serpihan Cinta di Beranda Al Aqsa 2
RomanceFollow dulu sebelum baca. Bert Ertugrul, seorang personel dari pasukan khusus IDF, Unit Mistaravim yang kaku, berhati dingin dan tidak pernah percaya dengan cinta. Sersan Bert tidak pernah ingin memiliki ikatan serius dengan seorang wanita. Selama k...