Prosesi akad nikah Bert dan Asima baru saja selesai dilaksanakan. Kini Bert dan Asima sudah resmi menjadi pasangan suami-isteri. Bert masih merasa ini hanyalah sebuah mimpi buruk. Ia berharap akan segera terbangun dan mendapati hubungannya dengan Filistin masih baik-baik saja. Namun, semua ini adalah kenyataan yang mau tidak mau harus ia terima dan jalani dengan ikhlas. Meskipun hatinya perih untuk menolak takdir, semuanya sudah terjadi.Saat ini ia dan para tamu undangan sedang menikmati resepsi pernikahan yang digelar sederhana di depan gua. Hanya puluhan tamu saja yang hadir. Dari keluarga Bert sendiri hanya Amit, Ze'ef dan Maria yang datang.
Sebagaimana adat pernikahan Arab, tamu undangan dipisahkan antara laki-laki dan perempuan. Mereka menggunakan sebuah tirai sebagai pembatas. Tamu lelaki akan berkumpul dengan pengantin laki-laki dan tamu wanita akan berkumpul dengan pengantin wanita. Alunan musik Dabke terdengar nyaring mengiringi para penari yang memakai gaun bersulam tradisional dan hiasan di kepala mereka. Sebagian tamu ada yang ikut menari dan sebagian lagi tampak sedang menikmati jamuan yang telah disediakan.
Bert terlihat sangat tampan dan maskulin dengan setelan tuksedo putih tulang yang membalut badan kekarnya. Semula wajahnya tampak layu dan sendu. Namun, kini ia sudah bisa tersenyum karena tidak ingin merusak suasana dan memancing amarah Al Quds di depan para tamu.
Meskipun digelar sederhana, halaman gua tersebut sudah disulap seperti taman pesta yang indah dengan dihiasi balon dan aneka jenis bunga berwarna-warni. Namun, ratusan tangkai bunga Kamomil kuning yang lebih mendominasi.
"Tariannya sangat indah."
Asima tersenyum manis. Pengantin wanitanya terlihat sangat cantik dengan balutan gaun berwarna putih tulang serta hijab yang senada. Ditambah dengan polesan makeup tipis membuat wajah ovalnya semakin berseri dan bercahaya. Dia duduk di kursi depan berdampingan dengan Filistin, Reda, Maria dan bibi Khadijah.
Semua tamu undangan wanita maupun pria tampak sangat berbahagia dan menikmati pesta yang sederhana tersebut.
Filistin terlihat cantik dengan gaun berwarna putih susu dan kerudung yang senada. Meskipun saat ini hatinya sedang berkecamuk, gadis itu tetap memamerkan senyum tulus. Dia tidak ingin merusak pesta Asima dengan kesedihannya. Dia harus kuat dan ikhlas menerima kenyataan pahit ini.
Hingga tiba waktunya resepsi pernikahan telah usai, semua tamu undangan berarak pamit untuk pulang. Satu per satu menyalami pengantin dan mengucapkan selamat kepada kedua mempelai.
"Apa tirainya sudah boleh dibuka?" tanya Maria.
"Kurasa sudah bisa dibuka karena semua tamu sudah pulang."
Khadijah membuka tirai dan mengisyaratkan agar Al Quds untuk membukanya.
"Sekarang waktunya sesi pemotretan. Kita harus mengabadikan momen bahagia ini. Bukankah begitu, Asima?"
Kepala Amit menyembul di balik tirai dengan senyuman lebar.Asima mengangguk sambil tersenyum. "Aku ingin berfoto keluarga."
Sementara Reda mendesis melihat wajah menyebalkan Amit. "Dasar tidak tahu diri dan tidak bisa menghargai perasaan orang lain! Bisa-bisanya dia berbicara seperti itu," gumamnya pelan.
Al Quds dan Ze'ef sudah berhasil menurunkan tirai kelabu yang semula diikat itu. Kini tidak ada pembatas hingga pengantin wanita dan pria bisa saling bertatap muka.
Asima mendadak salah tingkah dan gugup, ia mendekati Filistin dan berbisik pelan.
"Filin, apa makeup-ku masih menempel?"
Filistin mengangguk cepat. "Makeup-mu masih di sana, Kak. Kau masih terlihat sangat cantik. Sekali lagi se-selamat menempuh hidup baru. Semoga kau selalu bahagia." Filistin tersenyum sangat manis, meskipun hatinya meradang.
![](https://img.wattpad.com/cover/263376823-288-k88321.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Serpihan Cinta di Beranda Al Aqsa 2
RomanceFollow dulu sebelum baca. Bert Ertugrul, seorang personel dari pasukan khusus IDF, Unit Mistaravim yang kaku, berhati dingin dan tidak pernah percaya dengan cinta. Sersan Bert tidak pernah ingin memiliki ikatan serius dengan seorang wanita. Selama k...