Bab 31| Kebahagiaan Asima

222 28 16
                                    


"Rencananya, aku akan membawa Asima pindah ke Arizona. Ayahku sudah menyediakan tempat tinggal untuk kami sebagai hadiah pernikahan. Secepatnya aku akan mengurus surat-surat perpindahan dan pasport Asima."

Al Quds mengangkat satu alisnya mendengar ucapan Bert. "Apakah Asima sudah menyetujuinya?"

"Aku sudah bicara dengannya dan dia setuju." Bert meyakinkan.

"Kalau begitu, aku setuju saja jika memang Asima sudah menyetujuinya. Asal kau menjaga adikku dengan baik dan awas!" Al Quds menajamkan tatapannya. "Kau jangan pernah menyakitinya!"

"Kau tenang saja, Asima akan baik-baik saja bersamaku. Aku sudah menjadi suaminya. Aku akan menjaganya."

"Awas saja kau! Kupegang ucapanmu."

Bert berdecih. "Masih saja tidak percaya."

Al Quds mendesis. Tentu saja dia tidak akan pernah sepenuhnya percaya pada mantan tentara Israel itu. Terlebih lagi ia tidak tahu seperti apa perasaan Bert pada Asima yang sebenarnya. Ia hanya khawatir jika Bert akan mengecewakan Asima. Sebab ia tahu jika adiknya itu kini sudah telanjur sangat mencintai Bert.

"Kalian sedang membicarakan apa? Serius sekali."

Bert dan Al Quds yang tengah berdiri di dekat pagar menoleh pada sumber suara di mana Asima baru saja keluar dari gua. Lantas kedua lelaki itu segera menghampiri Asima.

"Bukan apa-apa. Kami hanya berbincang biasa saja. Bukankah begitu, Kakak Ipar?"

Al Quds memasang wajah masam saat lengan kokoh Bert merangkul pundaknya sambil terkekeh pelan.

"Kau yakin akan ikut pindah ke Arizona?'' tanya Al Quds seraya melepas rangkulan Bert.

"Iya, Kak. Bert sekarang sudah menjadi suamiku. Tentu saja aku akan mengikutinya ke mana pun ia pergi. Mungkin ini juga jalan terbaik bila kami pindah ke luar negeri. Karena jika kami terus tinggal di sini, otoritas Israel pasti akan mempersulit semuanya."

Al Quds terdiam, lalu mengangguk. Memang benar apa yang diucapkan Asima. Mungkin ini juga yang terbaik untuk Filistin. Jika Bert dan Asima tinggal di luar negeri, Filistin akan lebih mudah untuk melupakan pria itu.

"Jika semuanya sudah siap, mari kita pergi sekarang," ajak Bert lembut.

"Aku sudah menyiapkan pakaian dan barang-barangku."

Bert melirik ransel besar berwarna abu-abu yang ditunjuk Asima.

"Al, apa aku boleh mengajak Filistin untuk ikut bersamaku ke rumah Bert?"

Kedua mata Al Quds melebar mendengar permintaan Asima barusan. Sementara Bert tak kalah kaget, lelaki itu pun tersedak air mineral yang baru saja diminumnya.

"Bert, kau tidak apa-apa?" Asima mendadak panik.

"A-aku baik-baik saja. Kenapa harus mengajak Filistin? Memangnya kau takut tinggal bersamaku? Lagipula di sana ada Ibu Maria yang akan menemanimu."

Asima menggeleng."Bukannya takut. Tapi, ini untuk pertama kalinya aku akan tinggal di rumahmu dan itu akan sangat asing bagiku. Jadi, kumohon izinkan aku membawa Filistin untuk menemaniku. Lagi pula besok Filin libur sekolah."

Bert kehilangan kata-kata. Di sisi lain, ia senang jika memang Filistin bisa menginap di rumahnya. Tapi jika begitu, akan semakin sulit baginya untuk melupakan gadis itu. Bert menghela napas panjang.

"Sebaiknya Filistin jangan ikut." Al Quds berdeham."Kalian ini pengantin baru, bukankah sebaiknya menghabiskan waktu untuk berdua saja."

"Tapi, kau tahu aku tidak terbiasa di tempat asing tanpa teman. Kumohon, Al ... izinkan Filin ikut bersamaku sehari saja."

Serpihan Cinta di Beranda Al Aqsa 2 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang