"Apakah dia yang namanya Amit?"
Reda menghela napas panjang. Netra cokelat terangnya mengintai punggung tegap lelaki berseragam tentara Israel yang sedang berdiri menghadap pepohonan zaitun yang rindang. Sebelumnya mereka sudah berjanji akan bertemu di bukit tempat rahasia Bert dan Filistin. Gadis semampai itu meraih ponselnya, lalu membuka galeri untuk melihat foto Amit yang dikirimkan tadi pagi padanya. Reda ingin memastikan sekali lagi dan tidak ingin sampai salah orang.
Reda berdiri di belakang tentara tinggi itu berjarak sekitar 2 meter. Ia memungut beberapa batu yang tergeletak di bawah kakinya. Reda harus bejaga-jaga jika tentara tersebut bukanlah Amit temannya Bert.
Reda berdeham pelan. "Amit! Apakah kau Amit yang disuruh Bert untuk menemuiku?"
Kedua mata Amit melebar saat suara merdu barusan menyapa gendang telinganya. Dari suaranya saja, Amit sudah bisa memastikan jika Reda adalah gadis yang cantik seperti Filistin. Bibir tipisnya yang kemerahan mengembang sempurna. Ia bergegas mengakhiri aktivitasnya yang semula tengah membuang air kecil ke semak-semak zaitun. Amit berbalik dan sontak membeku kala iris hitamnya beradu dengan netra cokelat terang yang sangat indah milik Reda.
Inikah definisi bidadari tak bersayap? Atau, apakah gadis itu memang bidadari?
Senyum Amit semakin lebar dan sangat manis dengan belahan dua di dagunya. Kedua matanya berbinar, hatinya berbunga dan jantungnya meletup-letup melihat paras cantik Reda yang sangat memesona. Gadis tinggi bergamis hitam, kerudung hitam, kulit seputih susu, bibir penuh semerah delima dan mata bulat yang dihiasi bulu lentik itu membuat Amit terpesona pada pandangan pertama.
Bahkan dia lebih cantik dari Filistin.
"Hai!" Amit melambaikan tangan kanannya. Senyum manisnya setia melekat.
Sedari tadi Reda hanya bergeming di tempat dan memasang wajah datar. Tatapannya sangat dingin. Genggaman tangannya pada lima batu berukuran kecil semakin menguat. Kerutan timbul di dahi gadis itu saat mengamati dengan seksama wajah Amit. Wajahnya mirip dengan foto dalam ponselnya.
Atensinya tertuju pada rambut hitam pendek Amit yang terdapat daun kering di atasnya. Lalu pandangannya tak sengaja jatuh ke bawah. Kedua mata Reda seketika membesar dan ia histeris melihat resleting celana hijau tua Amit terbuka lebar.
"AAAAAAKKKKH! ASTAGFIRULLAH!"
"HEI! HEI! Ada apa dengamu?" Amit susah payah menghindari batu-batu yang tiba-tiba melayang ke arahnya. Tentara itu melompat di tempat sambil menutupi wajah dan kepalanya menggunakan tangan. Amit berhasil menangkis batu-batu tersebut. "Kenapa kau melempariku? Apa salahku? Apa kau sudah gila?"
"Kau yang gila! Dasar Tentara Bejad! Kau telah menodaiku!'' Reda menutup matanya rapat-rapat sambil melemparkan batu terakhir di tangannya.
"Hei, Nona! Menodaimu bagaimana? Bahkan kita baru saja bertemu dan aku sama sekali tidak melakukan apa-apa padamu!"
Amit berdecak, lalu menghela napas berat. Kedua alis hitamnya bertaut melihat Reda berbalik dan kini memunggunginya.
"Resleting celanamu terbuka! Astaghfirullah! Astaghfirullahal'adzim wa atubu ilaih! Ya Allah ampunilah dosaku."
"Apa?"
Amit ternganga. Ia menunduk dan sontak tersedak saat mendapati resleting celananya memang terbuka lebar. Wajahnya memerah. Ia segera berbalik dan menarik resleting celana perwiranya ke atas dengan tergesa-gesa hingga tak sengaja aset pribadinya terjepit.
"Aarghh! Sial!"
Kedua matanya terpejam rapat. Amit meringis karena sangat ngilu dan perih. Kini lelaki itulah yang merasa telah ternoda. Demi Tuhan, Amit adalah tentara yang paling suci dari teman-temanya yang lain. Reda adalah gadis pertama yang melihatnya. Amit menghela napas. Beruntung dia memakai celana dalamnya yang berwarna kuning sehingga ia merasa masih aman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Serpihan Cinta di Beranda Al Aqsa 2
RomansaFollow dulu sebelum baca. Bert Ertugrul, seorang personel dari pasukan khusus IDF, Unit Mistaravim yang kaku, berhati dingin dan tidak pernah percaya dengan cinta. Sersan Bert tidak pernah ingin memiliki ikatan serius dengan seorang wanita. Selama k...