Bab 27. Puing-Puing Kenangan

763 88 30
                                    

"Bert, lihat! Banyak sekali bunga kamomil putihnya? Bukankah ini sangat indah dan mengagumkan? Masya Allah!"

Filistin berjingkrak riang, lalu menoleh pada Bert yang berdiri di belakang.

Bibir pria itu merekah. Sorot matanya berbinar. Bert berjalan mendekati Filistin. Kedua tangannya tenggelam pada saku celana. Sore itu ia sangat tampan mengenakan sweater biru. Rambut cokelat terangnya beterbangan tersapu angin.

Mereka berdua berada di bawah kaki bukit yang hijau membentang. Rerumputan panjang dan bunga-bunga liar bermekaran sangat indah melambai-lambai diterpa angin.

Gadis itu mengeratkan pelukan pada domba putih bertelinga panjang. Senyum manis setia menempel di bibirnya yang ranum.

Ia berjongkok dan melepas anak dombanya hingga domba itu mengembik nyaring, lalu melompat dan merumput di sekitar. Kemudian Filistin memetik beberapa bunga kamomil dan mengikatnya di tangan.

Senyum Bert melebar, memamerkan gigi-giginya yang putih bersih. Ia ikut berjongkok dan memetik beberapa tangkai bunga kamomil, lalu memberikannya pada Filistin.

"Terima kasih."

Jantung gadis itu berdebar saat menerima seikat bunga dari Bert. Keduanya saling mengunci pandang dengan tatapan hangat.

"Kenapa kau sangat menyukai bunga kamomil putih? Bukankah yang kuning terlihat lebih cerah?"

Bert bersila di hadapan Filistin sambil memainkan setangkai bunga kamomil putih di tangannya.

Filistin tersenyum tipis. "Aku suka saja warna putih. Terlihat sangat bersih dan ... bukankah putih itu melambangkan kesucian?"

Bert mengangguk. "Kau benar. Aku juga sangat menyukai warna putih."

"Benarkah?"

"Hmm."

"Bert!"

"Hm."

"Apa kau tidak ingin membuatkanku mahkota dari bunga kamomil ini?"

Pertanyaan spontan gadis itu membuat satu alis tebal Bert terangkat. Ia menatap lekat wajah cantik Filistin dengan jantung berdebar.

"Kau mau?"

Filistin mengangguk antusias. "Agar terkesan romantis seperti di drama-drama Korea."

"Ternyata kau suka menonton drama Korea?" Bert terkekeh pelan. Perutnya sangat geli. Ia tidak menyangka gadis itu suka menonton drama.

Filistin mengangguk. "Kami menonton di ponsel Reda. Tidak sering, hanya sesekali saja. Jadi, kau mau membuatkannya untukku?" Kedua netra birunya berbinar menatap Bert penuh harap.

Bert diam sejenak, balas menatap iris sebiru laut itu. Lalu ia tersenyum tipis. "Maaf, aku tidak tahu bagaimana cara membuatnya."

"Ouh, kukira kau bisa membuatnya." Senyumnya memudar, lalu menunduk.

"Tapi, aku bisa membuat ini."

Suara Bert yang lembut membuat gadis itu mendongak. Matanya melebar dan bibir mungilnya sedikit membola melihat sesuatu yang Bert sodorkan padanya.

"Apakah itu cincin?"

Bert mengangguk. "Bukankah ini memang terlihat seperti cincin?"

"Itu memang sangat terlihat seperti cincin."

Filistin mengulum senyum. Ia terkagum-kagum melihat Bert tengah mengikat tangkai bunga kamomil itu hingga bentuknya menyerupai cincin dengan bunga kamomil putih sebagai permatanya.

Serpihan Cinta di Beranda Al Aqsa 2 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang