"Toloooonggg ...! Toloooong aku! Aku tidak mau! Turunkan aku! Turunkan! A---Ayah, I--Ibu! Kakaak! Filin takuuuut!"
Filistin kehilangan tenaga. Dia memukuli punggung keras polisi itu dengan kedua tangan mungilnya yang sangat lemah. Bening hangatnya menetes-netes membasahi punggung polosi bejad itu. Dia dibawa melewati lorong yang sangat gelap hingga berhenti di depan sebuah ruangan di ujung lorong.
Pintu besi berderit setelah polisi itu menendangnya dengan sangat kasar hingga terbuka lebar. Dia menurunkan Filistin dengan kasar hingga tubuh mungilnya terpelanting ke lantai.
Filistin menjerit. Sepasang netra birunya berkilau di tengah ruangan yang minim penerangan tersebut. Dia merangkak mundur hingga punggungnya membentur tembok. Tubuhnya menggigil. Ia memeluk kedua lututnya mana kala polisi itu melangkah lebar semakin mendekat.
Polisi berkumis tipis itu menyeringai melihat Filistin ketakutan. Dia sudah tak sabar ingin segera menyantap mangsanya. Tangannya sangat gesit membuka sabuk yang melingkar di pinggang dan menjatuhkannya ke lantai, lalu bersiul seraya memainkan kumisnya berulang kali.
"Bersiap-siaplah, Manis. Malam ini akan menjadi malam pertamamu."
"Tolooong! Ya Allah kumohon lidungi aku! Ibuuuuuu!" jeritanya sangat memilukan.
"Jangan mendekat! Ku--kumohon jangan! Ayaaaah!"
Filistin semakin merapatkan kedua lututnya dan memeluknya erat-erat. Matanya terpejam sempurna dan bibirnya bergetar hebat saat lelaki itu sudah berjongkok di depan matanya. Bahkan wajahnya sudah sangat dekat dengan wajah Filistin. Dapat tercium bau alkhohol menyengat dari napas berat polisi bejad itu. Filistin mendadak mual karenanya.
Dalam hitungan detik, ruangan remang tersebut menjadi terang benderang. Seseorang telah menyalakan saklar lampu. Filistin melebarkan mata melihat sosok yang tengah berdiri tegak di ambang pintu sambil bersidekap. Begitu pun dengan polosi itu yang tak kalah tercengang.
"Berengsek! Berani sekali kau mengganggu urusanku!" Polisi itu melempar tatapan bengis.
Lelaki berpengawakan tinggi kekar di sana tampak sangat santai dengan senyum miring yang menghiasi wajah rupawannya. Celana jeans dengan atasan jaket navy army membuatnya terlihat sangat gagah malam ini. Kedua tangan kokohnya setia terlipat di dada. Sepasang netra hijaunya berbinar. Dia bersandar pada kusen pintu.
"Lepaskan gadis itu!" Suara bariton Bert menggema.
"Hei, Bung! Jika kau ingin bersenang-senang, di dalam masih banyak tahanan yang bisa kau pilih!"
"Apa kau tuli? Kubilang, lepaskan gadis itu! Aku menginginkannya." Bert berdecih, tatapannya berubah berang.
"Ck! Kau pikir aku akan menurut padamu! Aku telah lebih dulu memilihnya."
Bert mendesis setelah berhasil menangkap tangan lelaki kerempeng berkumis tipis itu yang mencoba menyerang wajahnya.
"Payah. Punya tenaga kecil saja ingin coba-coba melawanku ha?"
Polisi itu tidak berkutik. Tenaga Bert sangat kuat, dia meringis saat tangan kananya dipelintir ke belakang hingga menimbulkan suara gemertak tulang. Seketika tubuhnya mengejang menahan sakit.
"Masih ingin melawan?" Bert menodong pelipis polisi itu dengan relvover hitam kesayangannya.
"Aa--ampun! Kumohon lepaskan aku!"
"Pecundang!"
Bert melepaskan cengkeramannya dan menghempaskan polisi tersebut hingga dia sempoyongan. Bert mendesis seraya melempar tatapan garang pada polisi kerempeng tinggi itu yang sedang merangkak memungut sabuknya, lalu berlari terbirit-birit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Serpihan Cinta di Beranda Al Aqsa 2
RomanceFollow dulu sebelum baca. Bert Ertugrul, seorang personel dari pasukan khusus IDF, Unit Mistaravim yang kaku, berhati dingin dan tidak pernah percaya dengan cinta. Sersan Bert tidak pernah ingin memiliki ikatan serius dengan seorang wanita. Selama k...