Sangria |5|

94 14 0
                                    

"Hanna, kumohon..."

"Tidak. Ayo pulang,"

"Please, aku janji uangmu pasti ku ganti."

Netraku memejam sekilas. Sekarang posisi kami tepat di depan toko elektronik di salah satu kawasan pusat perbelanjaan di Granada. Awalnya aku hanya berniat membeli beberapa setel pakaian ganti untuk pria itu, yang tentunya tidak gratis. Ku masukkan dalam list hutang.

Namun ternyata tidak berhenti sampai disitu, pria ini benar-benar kekeuh merengek minta dibelikan kamera phase one keluaran terbaru yang harganya sungguhan membuat bola mataku hampir lompat dari sarangnya.

Kedua tangan pria itu ia tempelkan ke kaca penghalang toko, wajahnya nyaris menempel dengan kaca sampai hidungnya terlihat penyok.

Aku menghela napas berat saat memperhatikan tingkah Justin yang makin lama makin tampak konyol. Entah anugrah atau kutukan, yang pasti. Kalau saja tidak mengingat seberapa banyak isi dompet pria ini yang telah ku kuras habis, mungkin sudah ku tendang kuat-kuat bokongnya hingga ia terlempar ke kumpulan monyet-monyet madagaskar. Biar berkumpul sekalian dengan keluarga besarnya.

Sedetik kemudian. Justin menggenggam tanganku sekali lagi, melayangkan seluruh tatapan memelas yang dia punya. Berharap aku berubah pikiran dan mau berbelas kasih.

"Hanna, aku nyaris tidak bisa tidur semalam karena kamera lama ku yang hancur saat perkelahian di Pub. Sekarang biarkan aku membeli yang satu ini, eoh. Kumohon. Aku akan segera mendapatkan uangnya dan membayar hutangku."

"Kau bisa beli nanti saat sudah mendapatkan uangmu. Kenapa juga harus buru-buru beli sekarang? Memangnya kau akan mati huh, kalau tidur semalam lagi tanpa kamera?" Decak ku sebal.

Justin menggeleng cepat, "Biasanya yang seperti ini hanya diproduksi dalam jumlah sedikit. Sial sekali, kenapa justru launching saat aku tidak memiliki se-sen pun uang. Ayolah Hanna, aku tidak mau kehilangan kesempatan."

"Empat puluh ribu euro, Justin. Bukankah itu terlalu mahal untuk kategori sebuah kamera?"

Pria itu menarik tanganku kencang, membawaku berdiri di depannya dan menghadapkan tubuhku ke arah kaca penghalang toko. Tangannya memegang sisi kanan dan kiri kepalaku. Mengarahkan nya tepat pada kamera incarannya itu.

"Lihatlah? cantik sekali bukan. Oh, aku tidak bisa bayangkan bagaimana caraku nanti memegangnya. Ayolah, Hanna-ssi, kumohon.."

Aku menghela napas berat, ku lepas kedua tangan Justin yang menangkup kepalaku, dan berbalik menghadapnya.

"Kalau kau berani mencoba kabur sebelum bayar hutang, kupastikan kamera itu akan berakhir sama seperti kamera lama mu."

"Ne, aku janji." Ucap Justin dengan senyumnya yang mengembang lebar.

"Jangan coba-coba berbohong, aku bisa melakukan hal yang kejam."

"Aku tau, mana mungkin aku berani membohongimu." Tuturnya lagi dengan wajah riang seperti anak TK.

Rautnya tidak jauh berbeda dengan bocah yang kesenangan dibelikan mainan baru. Tangannya langsung menarik pergelanganku cepat untuk masuk ke dalam toko. Membuatku terpaksa merogoh kocek fantastis demi membelikan kamera baru untuk si kelinci tengil itu.

GRAVITY  •JjkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang