Patient |32|

30 2 0
                                    

"Kau tidak menemui Jungkook?"

"Ani, dia sibuk."

Netraku terus fokus ke arah beberapa berkas diatas mejaku. Berkas penerbitan.

"Sudah lewat satu bulan sejak kau di Korea dan kalian baru saling bertemu dua kali? bukankah sangat jarang untuk kategori pasangan baru?"

"Musunsuriya?" Timpalku dengan cengiran lebar. "Gwenchana, dia sangat sibuk. Ayahnya sudah sepenuhnya pensiun. Ditambah kau tau kan bebannya berat sekali karena sepupu nya menggelapkan dana perusahaan. Dia pasti sangat sibuk menstabilkan situasi."

Namjoon menumpu sebelah tangannya ke meja kerja ku dan memandangku lamat lamat.

"Kau baik-baik saja?"

"Nde?" Sautku cepat.

"Kau terlihat kurang ceria belakangan ini. Kupikir itu karena kau tidak bertemu Jungkook. Makanya aku bertanya tadi."

Ku tatap lamat lamat Namjoon dengan cengiran, "Memang biasanya aku gadis yang ceria?"

"Tentu. Kau menjadi sangat ceria sejak berpacaran dengan pria itu. Tidak sadar?"

Batinku tertegun, setiap kali menyadari begitu banyak perubahan yang telah Jungkook berikan padaku. Aku terus cemas akan banyak hal. Ini mungkin akibat anxiety disorder yang ku derita sejak remaja. Meski telah lama tidak  kambuh, namun terkadang masih menghatui pikiranku. Membuatku sering berpikiran buruk.

"Hanna?"

"Ya." Sautku cepat.

Pria itu menghela napas kasar.

"Aku baik-baik saja, geokjeongma." Timpalku seraya terus fokus pada berkas di meja.

"Kau tidak bisa membohongiku. Haruskah aku yang menghubungi Jungkook, eoh?"

"Jangan." Tanganku sigap menahan pergelangan Namjoon, "Dia sedang sibuk. Aku tidak ingin mengganggu pekerjaannya."

"Kau sepercaya itu padanya?"

"Cukup, oppa. Lagipula aku juga harus fokus pada penerbitan."

Pria itu mengalihkan pandangan dan mengusap puncak kepalaku pelan. "Baiklah, mungkin aku saja yang terlalu khawatir padamu."

Ku tatap pria itu lamat lamat lantas memegang tangannya yang masih berada di kepalaku. "Aku tidak marah. Hanya saja kau tidak perlu terlalu cemas, aku bisa mengatasi masalahku sendiri."

Namjoon mengangguk pelan. Pria itu pamit keluar untuk menuntaskan pekerjaannya dan meninggalkanku sendirian di ruangan.

Ku hela napasku dalam-dalam, lantas melirik ke arah ponselku diatas meja. Pesan yang ku kirimkan pada Jungkook bahkan belum dibuka sejak semalam. Pria itu terus menerus mengabaikanku meski aku tau dia tidak benar-benar ingin melakukannya.

Ucapan Namjoon membuatku semakin berpikir banyak. Tidak tahan dengan isi kepalaku sendiri, akhirnya aku  memutuskan untuk mengambil ponsel dan menelpon nomor Jungkook cepat.

Satu kali,

Berakhir nihil. Tidak diangkat.

Dua kali,

Tanganku mengepal keras. Hatiku mulai terasa nyeri.

Tetap tidak ada jawaban, hingga sampai pada panggilan ke empat. Akhirnya aku dapat mendengar suara pria itu.

"Ada apa, sayang?"

Ku hempaskan napasku kuat-kuat. Seolah seluruh gundukan batu yang mengganjal di hatiku luruh bersamaan.

GRAVITY  •JjkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang