Flu |8|

78 11 0
                                    

"Ada paket untuk tuan Justin."

Alisku hampir bertaut, "Justin?"

Aku tertegun. Sejak dua hari kemarin situasi kami terbilang cukup tegang dan kacau, aku pun tidak sedikitpun lepas memantau seluruh aktivitas yang pemuda itu lakukan.

Tapi apa ini? Paket? Tiba-tiba?

"Ya, disini tertulis untuk Justin Seagull." Timpal paman Robert, pemilik penginapan, sambil memicingkan matanya serius membaca tulisan diatas kotak kayu berwarna coklat itu.

"Benar itu milikku." Pria yang namanya baru saja disebut sebut tiba-tiba menyembul dan ikut angkat bicara.

Kepalaku refleks menoleh seraya mataku yang dengan cepat membulat ketika menangkap Justin yang hanya berbalut handuk dari pinggang sampai lututnya. Rambutnya masih basah dan bagian atas tubuhnya tidak berbalut sehelai benang pun.

Micigene jinjja! Bisa bisanya pria itu muncul se-enak jidat dengan penampilan se erotis itu.

"Titipkan saja pada nona didepanmu paman. Aku mau pakai baju dulu."

Pemilik penginapan menatapku dengan tatapan terkejutnya sedangkan aku hanya bisa merunduk malu sambil menutupi sebagian muka dengan rambutku yang menjuntai ke depan.

Pria berusia kitaran kepala empat itu mulai senyum-senyum menggoda yang rasanya semakin membuatku ingin menenggelamkan diri. Syukurnya tak sampai dua detik, ia langsung menyodorkan kotak 40x30 cm itu ke hadapanku.

"Ini paketnya, nona."

"Terimakasih..." Ucapku, nyaris seperti cicitan.

Setelah menggaruk tengkuknya, paman Robert mulai beranjak pergi. Namun yang membuatku terkejut, entah kenapa ia kembali berbalik dan berjalan cepat menghampiriku.

Tubuhnya condong ke depan dan berbisik pelan.

"Kalian tampaknya masih sangat muda, kalau belum siap punya anak. Aku jual beberapa alat pengaman, kau bisa datang ke resepsionis kalau tertarik membelinya."

°°°°°

"Kita cari penginapan baru hari ini." Ujarku, menyusul Justin yang sudah berbalut pakaian rapih dan duduk di atas sofa sambil membuka paketnya yang baru saja datang.

"Kenapa? aku suka disini. Air nya bersih, sirkulasi udaranya lancar, tidak terlalu jauh dengan pusat kota--"

"Nan shireo!" Pekik ku memotong ucapannya.

"Aku mau kita pisah kamar," Ku arahkan telunjuk tepat ke depan wajahnya. "Ayo cari penginapan yang masih kosong dua kamar." Tungkas ku.

"Hanna. Aku malas kalau harus pindah-pindah lagi, kau lupa barang-barang kita sudah banyak? sedikitnya kita akan menetap disini selama lima hari, seminggu kalau bisa."

Mataku memicing sempurna. Apa? Seminggu dia bilang? dua hari berada di kamar yang sama dengannya saja sudah membuatku hampir gila.

"No!--"

Jantungku mencelos, namun daripada meneruskan protesku, ucapanku terbungkam dengan mudah saat netraku menangkap isi paket Justin.

GRAVITY  •JjkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang