Fever |7|

64 13 3
                                    

Sinar matahari menelusup dari celah gorden kamar, membuat mataku refleks mengerjap. Perlahan aku beranjak bangun lantas segera mengumpulkan puing-puing kesadaranku yang masih tercecer.

Tungkaiku berjalan ke arah ruang tengah dan detik itu juga, dalam kilat, jantungku terasa seperti merosot dari tempatnya.

Justin, pria tengik itu.

Bisa-bisanya dia mengobrak abrik tas backpack ku dengan wajah tidak berdosa, dan membuat pakaian dalamku berceceran dimana mana.

"What the fuck you do?!"

Tanganku sigap memunguti setiap pakaian pusaka ku itu dengan kalap.

"Micheosseo?!" Pekik ku murka.

Alih-alih menunjukkan ekspresi bersalah, Justin justru menatapku dengan tatapan gusar. Seolah tak memedulikan teriakan garang yang baru saja ku layangkan.

"Hanna-ssi,"

"Kau tidak bawa diska ku?"

Napas Justin putus-putus, bibirnya nyaris kering ketika berujar. Aku memilih tidak langsung menjawabnya, melainkan lebih dulu mengamankan pakaian-pakaian dalamku ke lemari. Dan tepat saat tubuhku berbalik. Aku terperanjat saat mendapati pria itu telah tepat berdiri di depanku.

"Kau sungguh tidak membawanya? serius?"

Mataku masih memicing kesal ke arah pemuda itu. Sebetulnya aku memang hampir saja meninggalkan diska itu di hotel. Namun tepat sebelum aku pergi, mendadak aku mengingatnya. Dan setelah melihat betapa Justin teramat menjaga benda itu, mau tidak mau ku putuskan untuk kembali ke kamar dan mengambil diska itu meski waktuku saat itu tidak banyak.

Melihatku hanya diam, wajah Justin semakin bergurat panik.

"Kau benar benar meninggalkannya? jinjja?"

Mendadak jiwa usil menguar di batinku. Dadaku dipenuhi oleh sensasi menggelitik.

Huh.

Lagian siapa yang duluan berani mengacak-acak pakaian dalam ku seenaknya.

Sekarang rasakan pembalasanku.

"Kau pikir siapa yang akan mengingat benda sekecil itu, eoh?" Timpalku dengan wajah datar.

Tungkai Justin melemas, nyaris saja dia merosot jatuh kalau tidak segera menyandarkan punggungnya ke tembok.

"Bukannya aku sudah bilang kalau diska itu sangat penting?"

"Kenapa bisa sampai tidak ingat?" Timpal pria itu agak menyudutkan.

Netraku mendelik kesal ke arahnya.

"Yak! disaat terdesak seperti itu pikiranku sudah kalut. Sekarang kau mau menyalahkanku, huh? kau lupa siapa yang membuat kita harus pergi dari Spanyol tanpa persiapan apapun?"

Justin sungguhan merosot ke lantai detik ini. Kedua tangannya mengusap wajah kasar kemudian bergerak mengacak-acak rambutnya frustasi. Sebelum akhirnya, dia menenggelamkan wajah diantara kedua lutut.

GRAVITY  •JjkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang