Ku pandangi lamat-lamat punggung bidang Justin dari belakang, pria itu masih setia memandangi hamparan laut sejak kami sampai di kapal dan melakukan perjalanan panjang ke Puerto Rico.
Tungkai ku melangkah cepat dan segera menyodorkan segelas kopi ke arah pria itu.
"Gomawo...." Ucapnya pelan, matanya kembali menerawang jauh ke arah laut. Aneh, tidak biasa biasanya pria itu banyak diam seperti ini. Aku tau pasti ada sesuatu yang tidak beres.
"Masih tidak mau cerita?"
"Hm?"
Netraku bergerak menatapnya intens, "Soal apa yang kau bicarakan dengan sepupumu, masih tidak mau cerita padaku?"
Justin meneguk ludahnya sekilas, jakun nya yang bergerak naik turun.
"Tidak."
"Aku tidak boleh mengetahuinya?"
"Tidak perlu, tidak penting." Ujarnya sebelum cepat-cepat menyesap kopi.
Aku menganguk pelan, mataku memilih ikut bergerak memandang ke hamparan laut.
"Kurasa kau sudah tau aku paling benci di bohongi, kan?"
Justin menoleh menatapku, namun aku masih enggan memandangnya.
"Terakhir di Granada, saat aku mengira kau telah menipuku, aku hampir membiarkanmu jatuh dari lantai 45 gedung, masih ingat?" Ucapku intens
"Aku benci menghadapi kenyataan bahwa aku terlihat bodoh karena mempercayai bualan orang, Justin..."
"Hanna..." Timpalnya yang lebih terdengar seperti rengekkan.
"Bicara dengan jujur."
Justin menghela napasnya panjang, pria itu beralih memegang kedua bahuku kencang sebelum bicara.
"Aku tidak bisa."
"Baiklah, dan sekalian tidak usah bicara denganku selamanya."
Pria itu refleks mengusap wajahnya kasar. "Hanna... bisakah kita berhenti berdebat?"
"Mudah, cukup ceritakan apa yang kau bicarakan dengan sepupumu tadi."
Justin menghela napas entah ke berapa. Aku tau mungkin saat ini aku terdengar kekanakkan dan memaksa. Tapi ini hanya satu satunya jalan untuk membuat Justin mau membagi kesulitannya denganku.
"Berjanjilah kau tidak akan takut setelah aku mengatakan ini."
Aku segera mengangguk singkat. Bersiap dengan atensi penuh mendengar apa yang akan Justin katakan.
"Ayahku," Pria itu mengambil napas panjang sebelum melanjutkan ucapannya,
"Dia sudah mengetahui identitasmu."
Hatiku sedikit tertegun.
Bohong kalau aku bilang baik-baik saja sekarang.
Perasaanku penuh dengan rasa takut, cemas, dan panik. Namun persetan dengan semua itu.
Aku memilih untuk menyembunyikan semuanya ketimbang merengek dan menangis.
"Hanya itu?" Ujarku santai.
"Mwo?" Justin nampak terkejut,
"Dia sudah mengetahui seluk beluk mu Hanna, namamu, asal muasalmu, keluargamu, pekerjaanmu. Aku yakin dia sudah berhasil mengetahui segalanya."
"Dan sepupumu menyuruhmu meninggalkanku?"
Justin menurunkan tangannya hingga menyentuh telapak tanganku, lantas menggenggamnya erat.
KAMU SEDANG MEMBACA
GRAVITY •Jjk
FanfictionKim Hanna, wanita workaholic penggila uang itu mengambil langkah paling berani dalam hidupnya untuk menjadi backpacker. Menjelajah dunia dan meninggalkan seluruh ketenangan hidupnya di kota Seoul dalam rangka menyelesaikan projek besar buku karangan...