Meet |31|

29 3 0
                                    

Atensiku melonjak saat mendengar suara kelontang barang di dapur. Dengan segenap rasa cemas, aku melangkah perlahan menuju ruangan tersebut. Tanganku sigap mengambil tongkat baseball yang terletak di dekat gucci berisi rangkaian bunga lavender. Tidak menyangka tongkat itu masih ada disana sejak terakhir saat aku pergi dari rumah.

Netraku memicing sempurna, lantas dengan cepat membulat lebar saat menangkap satu objek.

"Kamjagiya!!" Teriak pemuda itu.

"K-kau... sudah datang? omo--"

"Kapan datangnya? k-kenapa tidak a-ada suara, aish!"

Netraku berair. Tongkat baseball di genggamanku jatuh ke lantai dan menimbulkan bunyi dentingan yang nyaring.

"Sial sekali padahal tart nya belum jadi." Pria itu mengusap kasar rambutnya sebelum kemudian beralih memandang tubuhnya yang berbalut celemek kotor penuh cream. "Aku pasti terlihat buruk, ya?" Ujarnya dengan raut wajah kecewa.

"Seharusnya kau datang sedikit lebih lama lagi. Aku akan pastikan tart nya sudah jadi, dan telah tampil tampan untukmu."

Air mataku sontak keluar, detik itu juga tungkai ku segera berlari dan memeluk Jungkook seerat mungkin. Kedua kaki ku naik melingkari pinggangnya. Ku rengkuh sekuat tenaga pria itu seperti bayi koala yang baru bertemu induknya.

"Hey! aku masih pakai celemek, baju mu jadi ikut kotor."

"Gwenchana," Ucapku cepat.

"Aku bisa ganti baju nanti, dan pergi mandi."

Jungkook melilit punggungku dan menahan pinggulku semakin erat.

"Kau benar, kita bisa mandi bersama."

Sontak kekehan langsung keluar dari mulutku. Beserta dengan air mata yang sialnya tiada henti menetes.

"Aigoo, kenapa kekasihku jadi cengeng begini, huh?"

Jungkook mendudukkan ku diatas meja pantry. Berdiri di tengah kaki ku yang sedikit terbuka dan melilit pinggang ku kencang dengan kedua tangannya.

"Bogoshipda." Ujarku dengan bibir yang gemetar.

"Nado bogoshipo."

Ibu jari Jungkook naik ke atas pipiku dan mengusap bagian sana cukup lama. "Kau terlihat semakin kurus. Kau tidak makan dengan benar, ya?"

Kepalaku menggeleng kencang, "Tidak."

"Waeyo? diet lagi?" Timpal pria itu cemas. Wajahnya bergerak mendekat hingga dahi kami menyatu.

"Aku juga susah tidur." Ucapku melanjutkan. "Jarang bicara, apalagi tertawa."

"Penginapanku seperti lokasi pasca perang. Bungkus mie instan dimana mana, aku mabuk-mabukan berat 5 kali dalam sebulan terakhir dan minum americano 3 cup sehari."

"Hanna--"

"Kacau." Ujarku memotong ucapannya, "Hidupku sangat kacau setelah kau pergi."

Ku tarik napasku dalam-dalam.

"Aku tidak sekuat itu, kau salah. Aku bukan wanita hebat, aku hanya gadis pubertas cengeng yang akan menangis jika sehari tidak melihat wajah kekasihnya,"

GRAVITY  •JjkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang