Aku mengurus Justin hampir semalaman penuh. Pagi ini pun aku bangun lebih dulu dan kembali mengompres lebam di badannya yang ternyata ada banyak. Beruntung luka benturan di kepalanya sudah berhenti mengucurkan darah, hatiku sedikit lapang mendapati hal tersebut.
Ku biarkan Justin tidur lebih lama. Badanku sebetulnya cukup terasa remuk setelah perjalanan tadi malam dan jam tidurku yang acak-acakan karena merawat pria itu. Namun sebisa mungkin aku mencoba mengabaikannya. Aku tau kondisi Justin sekarang jauh lebih buruk dariku. Dan aku akan mengutamakan kesehatannya saat ini.
Kemarin sesampainya di penginapan. Aku segera membantunya membersihkan diri dan menyiapkan pakaian ganti untuknya tidur. Tidak kuberikan sedikitpun izin baginya untuk melakukan hal lain selain berbaring dan mengistirahatkan tubuh. Alhasil aku yang harus mengurus semua barang-barang kami yang nyaris terlihat seperti tumpukan barang tak terpakai di dalam ransel.
Selama di perjalanan, Justin terus menceritakan potongan demi potongan cerita hidupnya yang sama sekali belum pernah aku tau. Hatiku begitu ngilu setiap kali mendengarnya menceritakan peristiwa yang menyedihkan. Aku merasa buruk karena telah terus menerus meminta pria itu untuk mengerti kondisiku tanpa sedikitpun pernah menanyakan bagaimana sebenarnya kondisinya.
Tentang apa saja yang dia alami hingga dia sampai di titik ini, kesakitannya, atau alasan mengapa dia bisa sampai melakukan hal se-nekat itu dengan lari dari kehidupannya sendiri. Aku tidak pernah menanyakan semua itu meski harus ku akui kalau pertanyaan-pertanyaan tersebut tak jarang melintas dan terbuang mubazir dalam kepalaku.
Sebelum bus sampai di terminal terakhir. Justin merampungkan seluruh ceritanya dan membuatku akhirnya memahami banyak hal.
Ketidak sukaannya pada dunia bisnis dan penolakannya untuk menjadi penerus perusahaan hanyalah salah satu dari puluhan alasan mengapa ia sangat atau bahkan harus lari dari Jeon Hae In.
Seperti yang pernah pria itu ceritakan. Ibunya meninggal karena penyakit ginjal yang kronis. Dan sampai saat terakhir ibunya tiada, ayahnya tak sekalipun pernah ada untuk merawat mendiang ibunya dengan baik.
Namun sesaat setelah mendapati kenyataan istrinya telah tiada, Jeon Hae In spontan menjadi manusia paling merana diantara mereka. Pria itu diliputi rasa bersalah lantas dengan pengecutnya dia melampiaskan seluruh penyesalan dan amarahnya pada Jungkook kecil yang nyaris tidak memiliki kesalahan apapun.
Mulai sejak itu, Jungkook mendapat banyak siksaan yang menimbulkan trauma masa kecil yang .cukup dalam dari ayahnya sendiri. Hidupnya bak boneka, tidak lebih dari seperti mobil mainan yang dikendalikan oleh remot control. Pria itu tidak memiliki sedikitpun hak untuk melakukan apa yang dia inginkan, memilih apa yang dia suka atau mengerjakan sesuatu yang dia mau. Amarahku sontak melonjak saat mengetahui bahkan Jungkook tidak memiliki sedikitpun kemerdekaan untuk mengatur apa yang dia ingin makan atau pakaian apa yang mau dia kenakan. Ini gila untuk ukuran manusia yang terlahir di abad dimana kebebasan ada diatas segalanya.
Semua yang Jeon Hae In terapkan dalam kehidupan Jungkook membuat pria itu berakhir dengan memiliki empat diagnosa gangguan mental sejak ia kecil. Eating disorder, Skizophrenia, anxiety, dan bipolar. Dia sama sekali tidak mengerti apapun tentang kebebasan, dan bahkan hampir tidak bisa mengenali dirinya sendiri.
Semua mulai melahirkan stigma saat Jungkook mulai beranjak dewasa dan memiliki pemikiran serta kekuatan yang matang untuk mempertahankan diri. Sedikit demi sedikit ia melakukan self-healing dan terapi untuk menyembuhkan penyakitnya sendiri dan melawan pikiran ayahnya yang nyaris gila. Sejak saat itu pula hubungan Jungkook dan ayahnya terus bersitegang. Pria itu mulai memberanikan diri melawan satu per satu perintah ayahnya meski konsekuensi yang harus ia terima setelah itu bisa jadi amat sangat buruk.
KAMU SEDANG MEMBACA
GRAVITY •Jjk
FanfictionKim Hanna, wanita workaholic penggila uang itu mengambil langkah paling berani dalam hidupnya untuk menjadi backpacker. Menjelajah dunia dan meninggalkan seluruh ketenangan hidupnya di kota Seoul dalam rangka menyelesaikan projek besar buku karangan...