Aku segera beranjak bangun dan mengeluarkan tas backpack ku. Untungnya aku belum membongkar semua barang barang. Jadi setidaknya, aku tidak perlu mengemasi semuanya dari awal.
"Kemasi seluruh barangmu, dan keluar dari penginapan. Jangan lewat pintu depan kalau masih ingin hidup, keluarlah lewat jendela, atau cari celah dari sisi yang lain."
Dengan penuh rasa yakin aku menghantam pantekan jendela penginapan menggunakan salah satu hiasan menara eiffel diatas nakas yang terbuat dari besi. Tak membutuhkan waktu lama. Pantekan pun berhasil terbuka. Aku segera meraih tas ku, menggulung rambut ke atas, memakai topi dan masker. Semua kulakukan hanya dalam hitungan detik.
"Pergi sejauh mungkin dari tempat itu tanpa membuat identitasmu tercatat dimanapun. Sebaiknya menggunakan bus."
Lututku sontak lecet setelah nekat melompat dari jendela. Untungnya kamarku hanya berada di lantai dua. Setidaknya aku tidak akan mati karena terjun dari sini.
Segera aku berlari tunggang langgang menjauh dari penginapan. Bohong kalau aku bilang tidak takut. Aku benar-benar takut, tapi entah kenapa pikiranku terus memutar ucapan Justin beberapa saat lalu lewat sambungan telpon, dan itu sedikit banyak dapat membuatku merasa kuat.
"Aku yakin kau gadis pemberani, kau cukup pintar untuk menangani situasi mendesak. Jangan takut dan segera kirimi aku alamat tempat baru mu setelah berhasil melarikan diri dari sana."
"Jangan khawatir, aku sudah di bandara dan sebentar lagi sampai prancis. Pastikan ponselmu tetap aktif."
"Bertahanlah, Hanna-ya..."
°°°°
Aku telah tiba di kota Lyon pukul 10 malam. Kota ini berjarak cukup jauh dari Bordeaux. Dan mungkin akan menghabiskan sekitar 4 jam penerbangan jika dari Roma.
Dadaku tidak bisa berhenti bergemuruh sejak tadi. Aku memilih mereservasi hotel yang tak sengaja ku temui di pinggir jalan dan merehatkan tubuhku sejenak. Justin menelponku setengah jam yang lalu dan bilang kalau dia akan segera naik kereta cepat ke alamat hotel yang ku berikan. Berulang kali dia meyakinkan kalau aku tidak perlu takut dan khawatir. Semua akan berjalan baik baik saja.
Aku memilih mengganti pakaianku yang telah kotor dan penuh debu dengan piyama dress satin warna cream. Ku bersihkan tubuhku sebentar seraya menenangkan diri sambil mengeringkan rambut di depan meja rias.
Belum tuntas kegiatanku mengeringkan rambut. Bunyi ketukan pintu kamar menginterupsiku.
Jantungku berdegup cepat. Ku abaikan rambutku yang masih sedikit lembab lantas dengan ragu ragu tungkaiku beranjak berdiri.
Tanganku mengepal kuat, mempersiapkan diri jika tiba-tiba saja terjadi sesuatu yang buruk.
Aku berjengit ketika mendengar ponselku berdering dan menampilkan nama Justin. Dengan kilat aku segera mengangkat panggilannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
GRAVITY •Jjk
FanfictionKim Hanna, wanita workaholic penggila uang itu mengambil langkah paling berani dalam hidupnya untuk menjadi backpacker. Menjelajah dunia dan meninggalkan seluruh ketenangan hidupnya di kota Seoul dalam rangka menyelesaikan projek besar buku karangan...