Controller |10|

73 11 1
                                    

Pagi ini aku terbangun lebih dulu.

Mulutku nyaris memekik saat menangkap wajah pulas Justin dengan bibir yang sedikit pucat tepat di depan wajahku.

Ini cukup gila. Entah bagaimana aku sampai bisa mengucap kalimat ajakan impulsif untuk tidur bersama dengan Justin tadi malam, yang jelas. Aku hanya ingin pria itu cepat sembuh, dan benar kata paman, hawa di sekitar ranjang memang lebih hangat ketimbang di ruang tengah.

Jujur, aku tipikal yang tidak tahan kalau harus tinggal berlama-lama dengan orang sakit. Apalagi orang sakit yang modelnya seperti Justin begini. Cengeng, pusing sedikit saja berbaring terus seharian, hidung mampat sudah terlihat seperti orang yang infeksi pernapasan, pokoknya semua benar-benar dilebih lebihkan oleh pria ini.

Perlahan lenganku terangkat menuju dahinya dan memegangnya pelan, syukurlah sudah tidak panas, aku menghembuskan napas lega lantas mulai beranjak bangun sebelum tiba-tiba kurasakan lengan Justin yang dengan cepat mencekal pergelangan tanganku. Matanya membuka perlahan.

"Kau sudah bangun?" Tuturku yang segera dibalas anggukan oleh pria itu.

"Bagaimana kondisimu?"

"Lebih baik,"

Aku mengangguk lega, "Syukurlah, hari ini aku akan pergi. Sebaiknya kau tidak ikut dan istirahat saja di penginapan."

Justin sontak menggeleng, "Aku ikut. Sebenarnya aku perlu ke Brooklyn untuk memotret satu dua view disana, ada pekerjaan."

"Kau masih sakit, Justin."

"Aku sudah pulih, Hanna. Flu bukan masalah berat."

Sontak kepalaku menggeleng kencang dan ku acungkan telunjuk ke depan wajahnya. "Tidak. Kau tetap akan istirahat di penginapan hari ini. Titik,


Nafasku berhembus kasar, "Kalau kau tidak segera sembuh, itu akan semakin merepotkanku. Mengerti?"

"Aku tidak akan merepotkanmu."

Dengan cepat bibirku berdecak kencang, alisku menukik tajam, "Kau ini memang tidak tenang ya kalau belum mengajakku bertengkar?"

Justin menghela napasnya, "Kalau begitu jangan pergi. Disini saja, temani aku,"

Sekonyong-konyong aku yang baru saja hampir naik pitam, sekarang jantungku malah mulai berdegup tidak normal,

lagi.

"Nanti bagaimana kalau aku tiba-tiba kembali demam atau pusing?"

Aku meneguk ludah singkat, "Kau bilang kau sudah berkelana sendiri selama 5 bulan, harusnya sakit sendirian bukan menjadi masalah bagimu." Tuturku ketus.

Aku memilih segera beranjak duduk dan mengabaikan Justin yang masih menatapku dengan guratan wajah kecewa.

"Pokoknya aku tetap akan keluar hari ini, aku pulang sore. Kalau ada sesuatu yang penting, kau boleh telpon aku."

°°°°

"Apa lagi?!" Ucapku ketus pada pria di sebrang telpon.

"Dimana kau letakkan ramyun-ramyun kita?"

GRAVITY  •JjkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang