❝ 34: masih sayang, gak? ❞

225 37 8
                                    

"Jadi, itu kenapa kamu gak bisa cerita ke aku?" tanya Umji setelah mendengar penjelasan panjang lebar dari Vernon.

Jujur, ia agak sedikit kecewa dan menyesal karena ingin mendengarnya. Sebab dengan begini, ia akan mulai menghitung berapa sisa hari dirinya dan Vernon bisa bersama.

What a pain.

"I'm sorry. I really really mean it."

"Iya, Vernon. Aku ngerti. Mulai sekarang, kamu mau hubungan kita kayak gimana?"

Sakit. Tapi terpaksa harus Umji utarakan. Karena siapa yang tahu Vernon butuh waktu agar bisa menetralkan pikiran dan perasaannya.

Dan yang paling penting, Umji yang lebih butuh hal itu.

"Your thoughts?"

Umji tercenung. Ia memikirkan berbagai kemungkinan yang akan terjadi jika ia melanjutkan hubungan ini.

Umji terlalu takut memikirkan saat-saat dimana mereka akan berpisah pada waktunya.

"Aku..., kalau aku, jujur butuh sedikit waktu, Non."

Vernon mengangguk paham. Ia tahu pasti ini tidak mudah bagi Umji untuk kehilangan orang yang ia sayangi dua kali.

"Okay, I get it. Take your time, Babe."

Semenjak kejadian itu, entah mengapa hubungan mereka sedikit merenggang dan menjadi canggung. Contohnya, mereka jarang pulang bareng, ngobrol di kelas, telponan, dan selebihnya yang tak bisa diutarakan.

Entah dari pihak gadis yang memberi jarak atau pihak lelaki nya tidak ada inisiatif lebih dulu. Rancu.

Ia masih ingat, percakapan terakhirnya dengan Vernon itu hanya bertanya tentang mengapa lelaki itu berbohong soal kepindahannya menggunakan alasan pekerjaan ayahnya? Padahal hanya ibunya yang datang bersamanya ke Indonesia.

Dan, Vernon menjawabnya dengan "Ya biar nggak ada yang tanya-tanya aja. Kalau alasannya karena pekerjaan ayah, itu hal yang sangat lumrah bukan?"

Iya ... tidak salah, sih.

"Heh. Diem-diem aje, makan sob makan." Suara Sinbi seketika memecah keheningan yang terbangun di sekitar Umji.

Sementara Dahyun mengekori dari belakang.

Umji menggelengkan kepala, tak bersemangat. Sinbi dan Dahyun sadar betul akan hal itu.

"Yaelah, dua minggu ini lo kenapa murung terus, sih?" tanya Sinbi, yang tak lama teman-teman Umji yang lain ikut berkumpul di meja tempat ia duduk.

Umji bingung harus cerita darimana. Ia rasa masalahnya dengan Vernon terlalu rumit untuk dijelaskan. Karena bukannya putus atau tersakiti, ia justru dihadiahi perpisahan pahit.

"Soal Vernon."

"Kenapa lagi sama tuh orang," tanya Dahyun.

"Dia lulus sekolah mau balik ke Los Angeles."

Sinbi langsung tersedak. Ia terbatuk-batuk, mencuri perhatian beberapa anak yang lewat di sebelah mereka.

"Minum neng minum. Ya elah, makanya kalau makan jangan rakus," celetuk Tobi yang kebetulan melihat kejadian tersebut.

Dahyun tertawa menikmati pertengkaran dua sahabat tapi mesra itu. Umji cepat-cepat menyodorkan sebotol minum pada Sinbi yang sekarang sedang sibuk memukuli badan Tobi. Resek, sih.

"Lo bacot sekali lagi gue cubit, ya."

"GILA." Tobi buru-buru kabur, sudah cukup ia dipukuli jangan sampai kena cubitan maut gadis itu juga.

Mengesampingkan hal tadi, Dahyun bertanya, "Ji, yang tadi itu, seriusan?"

"Serius Yun."

Tangannya sibuk menutup botol minum milik Umji, kemudian melirik ke tempat Vernon berada. Lelaki itu tampak baik-baik saja, berbagi tawa pada kawannya.

"Pantesan lo murung."

"Sebenarnya alasan gue murung ada banyak."

"Emang apa aja?"

Umji menghela napas, ia merebahkan kepalanya di meja, matanya ikut memandang Vernon dari kejauhan.

"Gue sedih karena dia bakal pergi jauh, gue juga sedih kayaknya dia lambat laun makin menjauh dari gue. Padahal, di chat dia masih kayak biasa."

Dengan tatapan sangsi, Sinbi berpendapat, "Perasaan lo doang kali?"

"Mungkin... tapi perasaan gue biasanya gak pernah salah," ujarnya penuh percaya diri.

Sinbi mendehem panjang. "Bener, sih..."

Omong-omong, tiga temannya yang lain sekarang sedang berada di ruang praktek. Mengambil nomor absen secara acak, hanya tersisa beberapa anak saja di kelas.

"Kalau di sini ada Soya, dia pasti bakal nyuruh lo buat ngomong secara empat mata sama Vernon. Lo harus menyelesaikan semua ini secara jelas."

Umji menggeleng lemah. Ia memanyunkan bibirnya. "Gue udah berkali-kali ngelakuin hal itu, tetep gak ada hasilnya."

Sampai gak berapa lama, Dahyun bertanya, "Lo masih sayang gak sama Vernon?"

Sialnya, saat itu lagi sepi dan suara Dahyun pun cukup lantang. Yang mau tidak mau dilihat oleh anak-anak dalam kelas, tak terkecuali Vernon.

Umji mematung seketika. Dahyun menutup mulutnya dengan kedua tangan. Sementara Sinbi hanya bisa tertawa penuh paksaan.

"Dahlia sinting!" semprot Sinbi, kesal.

Nggak lama, setelah kelas mulai ramai kembali, Umji menegakkan badannya. "Kalau gue tahu cara ngehapus perasaan sayang ini, udah gue lakuin dari awal dia cuek ke gue, Yun."

Tidak lama setelah kedua temannya kagum dengan jawaban gadis itu, datanglah Vernon menghampiri meja yang ia duduki.

"Umji."

Umji mengerjap berkali-kali, "Y-Ya?"

"Pulang sekolah ada waktu? I wanna talk something to you."

"Mm. Aku bisa."

Umji sedikit mengulas senyum, binaran pada matanya tidak bisa bohong kalau sekarang ia merasa senang akhirnya masalah ini dapat ia selesaikan.

Di lain sisi, Sinbi dan Dahyun hanya mengepalkan tangan mereka sambil sayup-sayup berkata "Semangat, lo pasti bisa, Ji!"

Di lain sisi, Sinbi dan Dahyun hanya mengepalkan tangan mereka sambil sayup-sayup berkata "Semangat, lo pasti bisa, Ji!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

guys.... sebenernya aku juga tertarik buat bikin cerita moonbin-sinb-chanwoo....... 😳

The Beginning of Love (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang