❝ 23: resmi ❞

346 69 5
                                    

"Dia bukan teman aku, Ma."

"Huh?"

"Iya, kan? Bukannya kamu bilang kalau gak mau berteman sama aku lagi?"

Umji yang kepalang panik mulai berdalih, "Ah, eum... bukan—"

"Iya nggak apa-apa. Kita gak usah temenan lagi, kita pacaran aja."

Tanpa basa-basi, telapak tangan gadis itu spontan langsung mendarat bebas di punggung Vernon.

"Ah, gitu. You have a crush towards Umji, don't you?" selidik Mama nya.

Vernon menepuk tangan beberapa kali kemudian menunjuk mama nya. "Hehe, exactly!"

"Vernon apaan sih."

"Wah Mama sih seneng banget kalau Vernon punya pacar cantik sekaligus imut kayak Umji gini."

Umji nervous total. Perutnya serasa dipenuhi ribuan kupu-kupu yang berterbangan bebas.

"Tapi tante kasian sama kamu nya. Masa mau sih pacaran sama Vernon yang petakilan begini."

"Ma!"

Umji kontan terkekeh pelan. Ya, beliau tidak sepenuhnya salah, sih.

"Ah, udahlah Mama balik aja sana. Aku mau berdua sama Umji."

"Oh, jadi Mama di usir, nih? Duh iya deh tahu yang lagi di mabuk cinta," goda mama nya yang kemudian pergi meninggalkan mereka berdua.

"Vernon, lo ngomong apa, sih. Sembarangan banget," bentaknya, mencubit pelan lengan lelaki berdarah campuran itu.

"Sembarangan gimana? Bentar lagi juga jadi kenyataan kok itu."

"Kepedean banget?!"

"Yup, that's me."

Umji menghela napas seraya memutar bola matanya malas. "I wish, I can be like you."

"Boleh dong, suka aja sama aku."

"Excuse me?! Kok konteksnya jadi ke arah sana?"

"Ya, bercanda...," balas Vernon saat Umji mulai meneguk minuman yang tadi dibawa oleh mama nya.

"... kaku amat sih kayak bapak-bapak pos ronda."

Umji yang tadinya mau menyembur muka Vernon langsung menelan minumannya balik. Membuatnya terbatuk-batuk akibat tersedak.

"Itu jokes darimana lagi, Vernon???!"

"Wawan."

Umji menepuk jidatnya tak habis pikir lalu lanjut tertawa. "Udah gue duga, sih. Tapi kok lo mau-mau aja dah diajarin sama dia."

"Ya udah, kamu aja yang ajarin aku. Mau?"

"Hah? Kok jadi gue?"

Ini mulut Vernon kenapa lemes banget, sih?!

"Tuh, kan. Makanya aku belajar sama Wawan aja. Karena tahu kamu pasti bakal nolak."

"Gue belum nolak? Kan gue nanya, kenapa jadi gue?"

"Kamu juga pasti udah tahu dong alasannya."

Umji mengerutkan dahinya, mulai berpikir sejenak. "Ah ... duh. Serius karena itu?"

"Iya. Karena itu."

"Vernon, kenapa sih harus aku?"

Vernon berdehem ketika kedua alisnya terangkat perlahan.

"Kenapa harus aku orang yang kamu suka? Kenapa bukan gadis lain? Kenapa bukan Dahlia yang cantik? Atau Sinbi yang jenaka? Atau temanku lainnya yang jauh lebih menarik?" celoteh Umji seperti kehilangan percaya dirinya.

Ia membuang muka, mulai menatap keramik yang tertutupi permadani bercorak hitam kecokelatan itu. "Dibanding mereka, aku ini cuma gadis yang bisanya merepotkan orang lain. Aku cuma gadis pembawa sial—"

"Stop," Vernon menyela. "Gak usah dilanjutin."

"Jadi, kamu mau tahu alasannya?"

Umji hanya bisa tercenung, menoleh menatap wajah Vernon. Sejujurnya ia tidak ingin tahu alasannya, karena apapun itu Umji yakin laki-laki itu tidak akan sanggup jika terus berteman dengannya. Apa lagi menjalin hubungan yang lebih dari sekadar seorang teman.

"Simple. Karena kamu orangnya."

Umji mengerjapkan netra nya beberapa kali. Sampai ia mengangkat sebelah alisnya. "Hah?" Alasan macam apa itu?

"Iya. Alasan dari kenapa harus kamu orangnya? Ya, karena itu kamu, Felizya Umji Heartania. Hati seseorang itu nggak bisa ditebak, hari ini dia bisa bilang benci sama orang itu eh siapa yang tahu kalau ternyata besok dia malah suka sama orang itu."

Umji menatap lekat-lekat netra Vernon yang tengah berbicara sangat serius. Ah, Umji selalu suka ketika Vernon yang seperti ini. Tak sengaja, ia mengukir senyumnya ketika menatap cangkir yang ia tangkup dengan kedua telapak tangan.

"Nih, ya, aku gak percaya kalau ada orang pembawa sial. Semua itu udah sesuai skenario Tuhan, nggak ada yang bisa mengubahnya kalau kita gak berusaha. Kecuali kalau kamu punya kekuatan Superpower, sih."

"Haha apaan, sih. Garing lo," balas Umji dibarengi kekehan kecil.

"I just believe thats God's plans are better than human ever thoughts about it. Kalau lagi susah, anggap aja ujian hidup, benar, kan?"

Heh... Ternyata Vernon bisa begini juga, toh. Umji membantin.

Entah mengapa risau yang telah lama bersarang di hati Umji mendadak sirna dan kini jauh lebih adem ketimbang dari biasanya.

Astaga. Hanya dengan ocehan beberapa menit ini saja, bisa membuat pertahanannya luluh lantak rontok tak beraturan.

"Thank you, Vernon. You're my sweetest mistake."

Vernon tergelak mendengarnya. "What those that means?"

"It's mean that I'm officially yours now." Umji mengembangkan senyum penuh suka citanya.

Sementara Vernon termangu tak bergeming.

haloooooo maaf ff ini jadi slow update (>/\<) sebagai gantinya aku double up yah! ><

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

haloooooo maaf ff ini jadi slow update (>/\<) sebagai gantinya aku double up yah! ><

The Beginning of Love (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang