❝ 21: hari terakhir ❞

402 79 8
                                    

"Umji, ayo pulang bareng."

Suara itu datang dari arah belakang punggungnya. Dan, sudah bisa ditebak orang itu adalah Chwe Vernon.

Duh, yang benar saja, bagian ini sebenarnya yang Umji paling sering hindari sejak dulu.

Kalau Umji tolak, ia yakin Vernon pasti akan bersikeras tetap membuatnya untuk pulang bareng. Soalnya, kelihatan jelas banget sekarang dari sorot matanya.

Kalau Umji kabur, itu lebih tidak masuk akal dan sangat mustahil. Karena ada Sinbi dan Dahyun yang menghadangnya.

Baik, mungkin ini waktunya untuk pasrah dengan segalanya.

"Iya."

Raut wajah Vernon berubah semringah dengan kepalan tangan yang meninju udara berkali-kali.

▪️▫️◽️◾️◽️▫️▪️

Sesampai di luar gerbang sekolah, Vernon berhenti sejenak kemudian menatap Umji.

"Tunggu sebentar," pintanya.

"Hah? Apaan? Nggak jadi pulang bareng, nih?" Umji bawannya udah sensi aja dari awal.

"Bukan gitu. Kamu tunggu dulu disini sebentar," kata Vernon kemudian ngacir entah kemana.

Ya sudahlah, Umji ikuti permintaan anak itu sekali saja.

Umji mulai terlihat menunduk dan memain-mainkan kakinya sembari memegang tali ranselnya.

Tak lama kemudian, Vernon pun datang.

Umji mengerutkan dahi nya penuh tanda tanya dicampur rasa keterkejutan.

Pasalnya, laki-laki itu datang dengan sebuah mobil.

TIN.

Bunyi klakson mobil membuyarkan pikiran Umji.

"Sejak kapan lo bawa mobil?!" kata Umji saat menghampiri mobil Vernon.

"Sejak minggu lalu."

"Udah punya sim?"

"Udaaah," jawab Vernon agak panjang. "Buruan ayo naik."

Umji menggeleng. "Nggak mau. Rumah gue deket ngapain pakai mobil."

Alasan spontan. Sejujurnya Umji tidak berani terlalu dekat dengan Vernon dulu. Perasaannya masih terasa ganjil di dada.

"Bohong. Rumahmu kan beda kecamatan sama SMA sini."

Damn. Umji mengumpat dalam hati. Darimana anak ini tahu rumahnya?

Ia ingin bertanya langsung, tapi enggan. Takut entar malah memperpanjang bahan obrolan.

Mumpung ada kesempatan, ini saatnya Umji untuk buru-buru cabut dan kabur dengan berlari meninggalkan Vernon.

"Ji! Woi! Jangan lari, rumahmu jauh!" teriak Vernon dari kejauhan.

Dilihat oleh beberapa orang yang ada dipinggir jalan. Malu? Apa itu? Sepertinya tidak ada kata semacam itu di kamus kehidupan Chwe Vernon.

Ia mendorong tuas rem kemudian menginjak pedal gas untuk membuntuti Umji dari belakang.

"Umji! Ayo naik mobil aja! Aku tahu kamu bukan atlet maraton. Nanti pingsan loh!" Suara Vernon terdengar makin keras,

membuat dirinya juga makin mempercepat intensitas larinya.

Ini persis kejadian dia dulu waktu dikejar anjing. Rasanya malu, capek, dan hampir membuatnya gila.

"Umji, come on, I'm not gonna kill you, though. Why're you running from me?"

Terhitung sudah hampir lima menit Umji berlari, ini kaki rasanya kayak udah mau copot dari tempat asal.

"Alright, fine. Kita nggak jadi pulang pakai mobil, kita pakai bus aja, ya? Okay?" tawar Vernon yang akhirnya menyerah saking bingungnya harus bagaimana lagi.

Umji menoleh kemudian mengangguk. Namun, bodohnya ia justru masih melanjutkan larinya.

Benar saja, ia terjatuh sepersekon detik kemudian karena tersandung batu yang sebesar buah semangka.

Demi apapun, ini malunya dua kali lipat. Karena selain dilihat orang lain, ia juga dilihat oleh Vernon secara langsung!

Oh my god, suddenly Umji wanna go disappear from this world.

Vernon yang melihat kejadian itu, buru-buru memakirkan mobilnya. Lalu berlari sekencang mungkin ke tempat Umji terjatuh.

"Tuh, kan. I've told you don't run away from me," ujar Vernon, matanya sibuk melihat luka yang ada di lutut dan siku Umji.

Umji hanya terdiam tak mampu membalas perkataan lelaki berambut agak kecokelatan itu.

"Bisa berdiri?" tanya Vernon sambil mengulurkan tangan.

Umji pun meraih tangannya.

"Ikut aku sini, diobatin dulu itu lukanya."

Umji menolak, ia mendorong dada Vernon pelan, agar ia menjauh. "Nggak usah, gue gak apa-apa, kok. Entar biar gue obatin sendiri di rumah."

"It's not okay. Nanti kalau lukamu infeksi gimana?"

Yep, it's not okay, Vernon. Umji's heart gonna melt soon because of your treatment.

"Thats too much, Vernon. I'm okay."

"So, memangnya kamu bisa jalan? Lutut luka kayak begitu."

Benar juga. BENAR SEKALI, Umji mendadak pincang saat berusaha meninggalkan Vernon beberapa langkah kemudian.

Melihat gadis di depannya ini bersikeras menolak ajakannya, membuat Vernon jadi sedikit tak enak. Apa memang ia sudah kelewatan, ya?

Karena itu, ia berpikir sepertinya hari ini akan menjadi hari terakhirnya berusaha mendekati Umji.

Ia berjalan mendahului Umji, kemudian berjongkok memunggungi gadis itu.

"Ngapain?" tanya Umji.

"Naik."

"HAH?!"

"Janji. Ini untuk yang pertama dan terakhir kalinya."

huaaa maaf jadi slow update gais :(( 🙏

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

huaaa maaf jadi slow update gais :(( 🙏

question: verji, kapan ada momen lagi? :"((((

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

question: verji, kapan ada momen lagi? :"((((

The Beginning of Love (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang